Liputan6.com, Jakarta Nokturia merupakan salah satu gangguan mengontrol pengeluaran urine selama tidur pada orang dewasa. Hal ini membuat seseorang jadi sering terbangun dari tidur untuk buang air kecil.
Nokturia didefinisikan sebagai berapa kali seseorang berkemih dalam periode tidur utamanya, saat seseorang terbangun dari tidurnya untuk berkemih pertama kali dan setiap berkemih selanjutnya harus diikuti tidur atau keinginan untuk tidur.
Baca Juga
Harrina Erlianti Rahardjo, Ketua Indonesian Society of Female and Functional Urology, mengatakan bahwa ada beberapa penyebab mengapa nokturia bisa dialami oleh seseorang.
Advertisement
Dalam presentasinya di temu media virtual pada Jumat (18/12/2020), Harrina mengungkapkan bahwa kelainan saluran kemih bagian bawah, gangguan ginjal, hormonal, tidur, jantung dan pembuluh darah, psikologis, dan diet dapat menjadi penyebabnya.
"Biasanya memang kita curigai adanya (gangguan) prostat, kandung kemihnya over-aktif, jadi sedikit-sedikit mau kencing, termasuk malam hari. Bisa juga ada kelainan persarafan yang menyebabkan sisa kencingnya banyak sehingga harus bolak-balik ke kamar mandi termasuk malam," kata Harrina.
Masalah lain yang dapat menyebabkan nokturia misalnya penyakit ginjal, hormon, diabetes, menopause, gangguan tidur seperti mengorok.
"Untuk penyakit jantung, yang memerlukan obat-obatan yang membuat kencing jadi banyak, juga bisa timbul keluhan nokturia," kata Harrina yang juga Staf Medis Departemen Urologi FKUI-RSCM tersebut.
Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini
Penting Lakukan Pemeriksaan
Faktor lain yang juga dapat menimbulkan nokturia adalah asupan air minum sebelum tidur. Harrina mengungkapkan, beberapa pasien mengatakan bahwa sebelum tidur malam, mereka mengonsumsi banyak air dengan alasan agar tidak kekurangan cairan.
"Ini semua hal yang harus kami gali saat pasien datang meminta evaluasi untuk gejala nokturianya."
Nokturia adalah masalah yang harus mendapatkan pemeriksaan oleh dokter. Hal ini karena dapat mengganggu kualitas tidur seseorang.
Saat pemeriksaan, umumnya dokter akan melakukan wawancara mengenai gejala nokturia, gejala saluran kemih bagian bawah lain, dan berbagai hal yang dapat menyebabkan nokturia.
"Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, tanda vital, jantung, paru-paru, pembesaran liver dan kandung kemih yang penuh, pemeriksaan prostat dan organ panggul serta pembengkakkan pada tungkai atau mata kaki," kata Harrina.
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan juga meliputi pemeriksaan protein spesifik antigen (PSA) untuk prostat, fungsi ginjal, elektrolit darah, gula darah, dan juga analisis urine.
"Bila diperlukan pemeriksaan hormon seks, fungsi tiroid, sisa urine pasca berkemih, dan elektrokardiogram dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis nokturia dan penyebabnya."
Advertisement
Intervensi yang Dilakukan
Selain itu, ada beberapa terapi perilaku yang bisa dilakukan seperti pembatasan garam, protein, dan kalori, untuk pencegahan terhadap obesitas dan diabetes, serta membatasi asupan cairan di sore dan malam hari.
"Adapun membatasi asupan yang mengandung alkohol dan kafein juga diperlukan serta diet dengan kalori seimbang," kata Harrina.
Strategi intervensi lainnya adalah latihan kandung kemih dan otot dasar panggul untuk nokturia yang disebabkan oleh kandung kemih overaktif dan pembesaran prostat juga terbukti memperbaiki keluhan pasien.
Ada juga intervensi dengan penyesuaian waktu konsumsi obat-obatan yang memperbanyak pengeluaran urine gejala.
"Mengingat penyebab nokturia yang sangat banyak, maka diperlukan terapi terhadap penyakit atau kebiasaan yang menjadi penyebab: kandung kemih overaktif, pembesaran prostat, menopause, gangguan tidur, gangguan psikologis dan diet."
Obat-obatan sendiri akan diberikan apabila terapi di lini pertama seperti intervensi gaya hidup atau latihan kandung kemih dan otot dasar panggul, tidak menghasilkan perbaikan.
Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19
Advertisement