Liputan6.com, Jakarta Hasil penelitian terbaru menunjukkan vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech dapat bekerja untuk melawan dua varian baru COVID-19 yang ditemukan di Inggris dan Afrika Selatan.
Penelitian tersebut dilakukan pihak Pfizer yang bekerja sama dengan peneliti dari University of Texas Medical Branch. Penelitian dilakukan untuk melihat apakah mutasi virus memengaruhi kemampuan vaksin tersebut.
Baca Juga
Kedua varian virus COVID-19 dari Inggris dan Afrika Selatan telah menyebabkan kekhawatiran global karena dikabarkan jauh lebih menular ketimbang varian umumnya. Kedua varian disebut diketahui melakukan mutasi yang membuat protein yang melapisi virus meningkat. Perubahan itu yang diyakini menjadi alasan varian virus COVID-19 itu bisa menyebar dengan mudah.
Advertisement
Peneliti menggunakan sampel darah dari 20 orang yang menerima vaksin buatan Pfizer dan mitranya dari Jerman, BioNTech. Hasilnya, antibodi dari penerima vaksin berhasil menangkis varian baru virus tersebut.
Namun, para peneliti mengatakan, penelitian ini masih bersifat pendahuluan, dan belum mendapat peninjauan dari para ahli.
"Tapi itu adalah temuan yang sangat meyakinkan bahwa setidaknya mutasi ini, yang merupakan salah satu yang paling dikhawatirkan, tampaknya tidak menjadi masalah untuk vaksin COVID-19," ujar kepala petugas ilmiah Pfizer, Dr. Philip Dormitzer, dikutip APnews, Sabtu (9/1/2021).
Belum Diketahui pada Mutasi E484K
Peneliti menemukan adanya mutasi tambahan yang disebut E484K dalam varian COVID-19 di Afrika Selatan Penelitian yang dilakukan Pfizer menemukan bahwa vaksin mampu bekerja melawan 15 kemungkinan mutasi virus, tetapi mutasi E484K tidak termasuk di antara yang diuji.
Dormitzer mengatakan, penelitian selanjutnya akan meneliti mutasi E484K tersebut.
Virus, kata Dormitzer akan terus terus bermutasi, sehingga vaksin mungkin perlu penyesuaian. Ia menyebut penyesuaian pada vaksin Pfizer tidak akan sulit karena vaksin ini dibuat dengan potongan kode genetik virus, sehingga mudah diganti.
Sementara itu, pakar penyakit menular terkemuka di Amerika Serikat, Anthony Fauci baru-baru ini mengatakan bahwa vaksin dirancang untuk mengenali beberapa lonjakan bagian protein yang melapisi virus, sehingga tidak mungkin satu mutasi cukup untuk memblokirnya.
(Penulis: Rizki Febianto)
Advertisement