Berganti Identitas karena Hipospadia, Psikolog: Lingkungan Juga Perlu Diedukasi

Mengenai perubahan identitas terkait kelainan genital seperti hipospadia yang dialami Aprilia Manganang, psikolog mengatakan individu memerlukan pendampingan medis dan psikologis sebelum dan sesudah berganti identitas

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 10 Mar 2021, 18:03 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2021, 18:03 WIB
Resmi Dinyatakan Sebagai Pria, Ini 6 Potret Terbaru Aprilia Manganang yang Kekar
Aprilia Manganang (Sumber: Instagram/@manganang92)

Liputan6.com, Jakarta - Hasil pemeriksaan medis yang dijalani Aprilia Manganang di RSPAD Gatot Subroto pada Februari 2021 mengungkap fakta baru mengenai identitasnya. Mantan atlet voli putri yang kini bergabung dengan TNI AD itu mengalami hipospadia sejak lahir dan dinyatakan sebagai pria.

Temuan medis mengenai identitas baru Aprilia Manganang dikonfirmasi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa. "Saat dilahirkan dia (Aprilia Manganang) punya kelainan pada sistem reproduksinya, hipospadia," kata Andika di Mabes TNI AD, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (9/3/2021).

Kini, Aprilia dikabarkan tengah dalam proses mengubah identitasnya yang semula wanita menjadi pria. TNI pun menyatakan akan terus membantu Serda Aprilia Manganang dalam proses administrasi perubahan status jenis kelaminnya.

"Direktur Hukum Angkatan Darat Brigjen Tetty Melina Lubis sudah siapkan dokumen untuk kita membantu Sersan Manganang untuk mendapat apa yang diinginkan. Kita penuhi semua surat yang ada di UU 23/2006 tentang administrasi kependudukan," tutur Andika.

Mengenai perubahan identitas terkait kelainan genital seperti yang dialami Aprilia Manganang, psikolog Oktina Burlianti mengatakan, individu memerlukan pendampingan medis dan psikologis sebelum dan sesudah berganti identitas. Pendampingan tersebut bertujuan mengatasi kebingungan identitas yang selama ini dialami dan memberi pengertian akan konsekuensi dari pilihannya.

"Seperti apa pendampingannya? Ya sangat personal, tergantung orangnya. Digali motivasinya dan dikenalkan pada konsekuensi-konsekuensinya bahwa nanti orang yang tahu mungkin akan berperilaku tertentu," ujar Oktina, dihubungi Liputan6.com, Rabu, 10 Maret 2021.

Proses pendampingan juga diperlukan agar individu yang akan berganti identitas kelamin menjadi ajeg dengan pilihannya. Pendampingan itu, sebut Oktina, bisa mencapai tiga tahun.

 

Simak Juga Video Berikut Ini

Edukasi Lingkungan

Selain itu, yang tak kalah penting dalam proses perubahan identitas adalah edukasi terhadap lingkungan sekitar, seperti keluarga, tempat bekerja, dan pergaulan. Dukungan orang terdekat sangat diperlukan oleh individu yang berganti identitas.

Perlu dipahami oleh lingkungan sekitar yakni tidak boleh ada lagi yang menyebut individu yang bersangkutan dengan identitas sebelumnya atau melakukan perundungan. "Manusia itu kan makhluk sosial, dia hanya akan bisa ajeg kalo lingkungannya juga bisa memperlakukan dia dengan ajeg," jelas Oktina.

Karenanya penting untuk segera mempublikasikan identitas baru individu tersebut agar lingkungan dapat menerima dan memperlakukannya sesuai identitas baru yang dipilih.

 

Mengenai Hipospadia

Mengutip publikasi ilmiah "Hipospadia: Bagaimana Karakteristiknya di Indonesia" yang dipublikasikan di laman researchgate.net, hipospadia merupakan kelainan kongenital yang paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Sementara itu, laman Rumah Sakit Universitas Indonesia menulis, hipospadia terjadi ketika perkembangan saluran lubang kemih dan kulit penis terganggu sewaktu di dalam kandungan.

Prevalensi hipospadia di dunia, menurut publikasi ilmiah di reseachgate.net, sangat luas secara geografis dan bervariasi. Di Indonesia, belum ada penelitian yang menyebutkan angka kejadian hipospadia yang pasti. Namun, beberapa penelitian yang tersebar di beberapa derah di Indonesia menmukan kasus tersebut tidak dalam jumlah sedikit.

Menurut para penulis publikasi ilmiah, Daniel Mahendra Krisna dan Akhada Maulana dari Universitas Duta Wacana dan Universitas Mataram, hal itu menguatkan fakta bahwa hipospadia di Indonesia memiliki angka kejadian cukup tinggi namun kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kelainan ini menyebabkan tidak banyak kasus yang dapat ditangani di rumah sakit, ataupun fasilitas dan tenaga kesehatan yang belum merata sehingga kasus ini tidak terdeteksi.

Pembedahan merupakan satu-satunya pilihan dan yang direkomendasikan bagi penderita hipospadia sedang hingga berat atau pada hipospadia ringan dengan derajat tekukan pada penis yang berat dan lubang penis yang sempit. 

Operasi dilakukan untuk mengoreksi bentuk penis agar dapat buang air kecil dengan normal dan mengembalikan fungsi seksual. Selain itu, tindakan operasi juga dapat membentuk saluran kemih dan menempatkan lubang penis ke ujung jika memungkinkan. 

Operasi hipospadia dapat dilakukan saat usia anak 6 bulan. Namun, kulup penis sangat penting dalam operasi ini karena dokter akan melakukan cangkok dari kulit tersebut. Oleh sebab itu, pasien dianjurkan untuk tidak disunat sebelum operasi.

Infografis

Infografis 4 Tips Aman Hindari Covid-19 Saat Harus Mengantre. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 4 Tips Aman Hindari Covid-19 Saat Harus Mengantre. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya