Liputan6.com, Jakarta - Mantan Direktur Riset Kebijakan dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Prof. Tikki Pangestu menilai istilah kesembuhan pada penyintas COVID-19 kurang tepat. Sebab ada risiko long COVID-19 yang dialami sejumlah penyintas.
"Kenyataannya, long COVID-19Â bisa terjadi pada mereka yang mengalami infeksi parah, atau mempunyai penyakit serius lain. Simptom yang muncul seperti mudah letih, tidak bisa tidur, gejala sesak, sakit otot, sakit sendi, dan efek kesehatan mental depresi dan anxiety," katanya, dalam webinar Diaspora dan Gerakan Pakai Masker, Sabtu (22/5/2021) malam.
Baca Juga
Prof Tikki mengatakan, gejala long COVID-19 ini bisa dihindari dengan vaksinasi. Begitu pun dengan risiko blood clot atau pembekuan darah yang sempat ramai dibahas di Tanah Air.
Advertisement
"Blood Clot ini kejadian yang sangat langka. Sedangkan virus itu sendiri risikonya lebih tinggi daripada vaksin. Virus itu sendiri bisa menyebabkan blood clots. Jadi walaupun ada risikonya, manfaat (vaksin)nya masih jauh lebih besar," jelasnya.
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
vaksinasi tidak melindungi 100 persen tapi..
Dalam paparannya, Prof Tikki juga membahas mengenai efektivitas vaksin yang kerap ditanyakan masyarakat. Seperti varian B.1.617 yang sudah ada di Indonesia. Belum lagi WHO melaporkan, tingkat risikonya naik dari kategori Variant of Interest (VoI) menjadi Variant of Concern (VoC).Â
Kendati demikian, Prof Tikki menyampaikan, varian India ini sudah menjadi yang paling dominan. Di Indonesia, semua varian ini sudah masuk ke Indonesia. Jadi sudah susah untuk menghentikannya.
"Terkait varian B1617, ini, apakah lebih mudah menular? Ini masih perlu diteliti lebih lanjut. Lalu apakah vaksin akan efektif mengatasi varian baru ini? Vaksin Pfizer dan Moderna sudah mengumumkan hasil uji cobanya bahwa vaksin mereka bisa membantu mengatasi, namun masih tetap perlu diteliti lebih lanjut," ujarnya.
Yang jelas, lanjut Prof Tikki, hingga saat ini belum ada vaksin yang 100% efektif menangkal Corona. Efikasinya pun bisa berbeda di tiap negara. "Secara genetik mungkin ada di antara penduduk yang tidak akan terinfeksi, namun vaksinasi bukan untuk 100 persen melindungi kita tapi untuk mencegah menderita penyakit parah, masuk ICU, pakai ventilator dan mungkin mati," pungkasnya.Â
Advertisement