Liputan6.com, Jakarta - Kasus kejahatan seksual anak kembali terjadi. Baru-baru ini ramai soal AT, pria 21 tahun, anak anggota DPRD Bekasi yang perkosa gadis 15 tahun, PU.
Tidak hanya itu, anak anggota DPRD Bekasi diduga menjual PU ke pria hidung belang. Sampai-sampai korban menderita penyakit kelamin.
Baca Juga
Kabar terakhir disebutkan bahwa AT berniat menikahi PU dengan alasan sayang. Namun, wacana anak anggota DPRD Kota Bekasi tersebut ditolak ayah korban, D.
Advertisement
Menurut D, pernikahan hanya akan membawa masalah baru bagi putri kandungnya yang masih di bawah umur.
"Dari undang-undang perkawinan sudah jelas dilarang. Saya ini enggak akan mau mengikuti pelanggaran dari undang-undang perkawinan negara kita," kata D seperti dikutip dari News Liputan6.com pada Kamis, 27 Mei 2021.
Wacana anak anggota DPRD Bekasi menikahi PU juga dinilai tak masuk akal oleh ECPAT (End Child Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes) Indonesia.
Sebab, hal tersebut akan menjadi kesalahan yang sangat fatal bila sampai terlaksana lantaran sangat tidak mungkin korban kejahatan seksual ini akan hidup dengan baik bila dinikahkan dengan pelaku.
"Yang kemungkinan besar terjadi adalah terulangnya lagi siklus kekerasan, baik seksual maupun fisik kepada korban. Selain itu, penerimaan korban di dalam keluarga pelaku sebagai istri tentunya akan menambah penderitaan psikis bagi PU," kata ECPAT Indonesia dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Senin, 31 Mei 2021.
Simak Video Berikut Ini
Ini yang Seharusnya Didapat Anak Anggota DPRD Bekasi Sebagai Tersangka
Bila dilihat dari sisi hukum, lanjut ECPAT Indonesia, menikahkan anak yang berumur di bawah 19 tahun sudah tentu menyalahi Undang-Undang (UU) Perkawinan. Di dalam UU Perkawinan diatur bahwa usia minimal menikah adalah 19 tahun.
Perlu ada dorongan yang besar dari semua lapisan yang terkait untuk menolak wacana menikahkan PU dengan anak anggota DPRD Kota Bekasi. Selain menyalahi aturan, hal ini akan berdampak buruk bagi korban di masa yang akan datang.
Langkah konkret yang bisa dilakukan adalah dengan menghukum anak anggota DPRD Bekasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti penggunaan Undang-Undang yang tepat untuk menghukum pelaku tersebut. Selain itu, hal yang paling penting adalah bagaimana pemulihan kondisi korban, baik itu pemulihan fisik maupun psikisnya.
Guna mendukung pemulihan kondisi korban, ECPAT Indonesia menyebut bahwa aparat penegak hukum mulai dari tingkat penyidikan sampai tingkat peradilan sudah harus memasukkan Restitusi dalam setiap tahapannya agar Majelis Hakim bisa mengabulkan tuntutan Restitusi tersebut yang akan sangat membantu korban dalam memulihkan kondisinya.
Kepolisian wajib untuk memasukkan pasal-pasal Restitusi dalam Berita Acara Perkara yang dibuat sehingga bisa menjadi bahan dalam membuat dakwaan bagi Jaksa yang akan menyidangkan kasus ini.
Maka dengan alasan di atas ECPAT Indonesia menyampaikan sikap yang tegas dalam kasus ini, terutama untuk pada aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) agar bisa menyelesaikan kasus ini secara adil terutama bagi korbannya. Untuk itu ECPAT Indonesia meminta pihak yang terkait untuk;
1. Meminta Kepolisian dalam hal ini Polres Kota Bekasi untuk segera menyelesaikan kasus ini dan memasukkan pasal Restitusi didalam BAP yang akan diserahkan kepada Kejaksaan
2. Meminta Kejaksaan Negeri Kota Bekasi untuk memasukkan Restitusi dalam dakwaan dan tuntutannya, agar korban mendapatkan hak nya sebagai korban kejahatan seksual anak
3. Meminta Kejaksaan Negeri Kota Bekasi untuk menyertakan pasal-pasal yang tepat dalam menghukum pelaku, terutama penggunaan Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
4. Meminta Hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi untuk memberikan hukuman yang berat, agar bisa menimbulkan efek jera bagi pelakunya dan memberikan rasa keadilan bagi korban
5. Meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Bekasi untuk mengabulkan Permohonan Restitusi yang diajukan oleh pihak korban melalui Jaksa Penuntut Umum
6. Mengutuk keras rencana keluarga pelaku yang akan menikahkan pelaku dengan korban, karena hal itu akan merugikan korban dan berpotensi kekerasan terulang kembali
7. Kementerian Pemberdayaan perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan juga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban untuk segera turun menangani kasus ini, agar hak-hak korban bisa terpenuhi.
Advertisement