Penyintas COVID-19 Sebut Oseltamivir Hampir Renggut Nyawanya, Pakar Apoteker: Obat Ini Cukup Aman

Video seorang perempuan penyintas COVID-19 yang membagikan pengalamannya setelah meminum oseltamivir menimbulkan berbagai pertanyaan.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 16 Jul 2021, 16:29 WIB
Diterbitkan 16 Jul 2021, 12:23 WIB
Mengonsumsi Obat Tertentu
Ilustrasi Obat-Obatan Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Video seorang perempuan penyintas COVID-19 yang membagikan pengalamannya setelah meminum oseltamivir. Dalam video, perempuan tersebut menceritakan pengalaman tidak menyenangkan usai mengonsumsi oseltamivir saat terkena COVID-19. Bahkan, ia menyebut hampir merenggut nyawa.

Menurut perempuan tersebut, ia mendapat reaksi hebat seperti pusing dan muntah setelah meminum oseltamivir yang diberikan perawat saat isolasi di rumah sakit.

“Ini obat saat isolasi COVID-19, lolos satu biji yang aku makan, hampir merenggut nyawa aku, namanya oseltamivir,” ujar perempuan dalam video yang tak disebutkan namanya.

Menanggapi video tersebut, pakar Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Prof Dr apt Zullies Ikawati berpendapat kemungkinan yang dialami oleh perempuan tersebut adalah reaksi alergi dan bukan disebabkan oleh oseltamivir.

‘’Sebab yang diminum oleh penderita COVID-19 bukan hanya satu jenis obat, tetapi ada beberapa. Kita tidak tahu persis yang mana yang menyebabkan reaksi hebat, yaitu mual, muntah dan vertigo seperti yang dirasakan oleh ibu itu,’’ ungkap Zullies dalam keterangan pers yang dibagikan kepada Health Liputan6.com, Jumat (16/7/2021).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini


Oseltamivir Cukup Aman

Dalam video berdurasi 1 menit 37 detik tersebut, ditunjukan kemasan strip oseltamivir yang telah berkurang 1 kapsul. Suara seorang perempuan menuturkan, dirinya mengalami reaksi berupa muntah hebat dan kepala terasa berputar, selang 1 menit setelah mengkonsumsi obat tersebut.

Akibat reaksi tersebut, ia tidak melanjutkan mengonsumsi obatnya dan membawanya pulang setelah diperbolehkan pulang dari RS. Perempuan dalam video tersebut menyebutkan bahwa obat ini sangat berbahaya.

Wakil Ketua PP IAI, Prof Dr apt Keri Lestari juga berpendapat, kemungkinan besar yang dialami perempuan tersebut adalah reaksi alergi dan belum tentu disebabkan oleh oseltamivir. Bisa saja berasal dari obat lain atau suplemen yang diberikan oleh dokter.

‘’Kalau toh ada efek samping juga tidak akan separah itu. Memang ada efek samping yang disebabkan oleh oseltamivir, tetapi bukan efek samping yang parah. Oseltamivir ini obat antivirus yang cukup aman,’’ tegasnya.


Efek Obat Oral Memerlukan Waktu

Sementara itu menurut Zullies, untuk dapat memberikan efek seperti yang diharapkan, obat memerlukan waktu yang cukup apabila digunakan secara oral atau diminum. Berbeda dengan obat yang diberikan secara injeksi, memang akan memberikan efek yang lebih cepat.

Obat yang diminum memerlukan waktu dan proses hingga sampai ke lambung. Di lambung obat akan diuraikan, kemudian diserap oleh lambung maupun usus. Obat tersebut kemudian akan diedarkan atau didistribusikan ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah hingga sampai ke tempat aksinya untuk bekerja.

‘’Proses itu memerlukan waktu, jadi kalau dikatakan dalam waktu kurang dari 1 menit sudah terjadi reaksi yang cukup hebat seperti itu, maka dugaan saya bukan karena obat, mungkin karena ada faktor lain,” kata Zullies.

“Bisa jadi ada faktor psikologis atau mungkin memang ada faktor fisik, gejala COVID-19 ada yang sampai mual, muntah dan sebagainya, maka ada kemungkinan adalah karena faktor tersebut. Sekali lagi, dugaan saya bukan karena obat,’’ tegas Zullies.

Sebab bila terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit, Zullies menduga, obat tersebut masih berada di lambung dan belum diserap sepenuhnya, sehingga belum memberikan efek terhadap tubuh.

Sebagai obat antiinfluenza, oseltamivir diketahui memiliki keamanan yang cukup baik. Efek sampingnya tidak terlalu berat, meskipun diketahui ada beberapa efek seperti mual, muntah, insomnia dan vertigo.

‘’Namun sekali lagi, kalau toh terjadi efek samping tidak akan secepat itu, yaitu terjadi dalam waktu kurang dari 1 menit.”

“Sekali lagi obat membutuhkan proses untuk memberikan efek. Begitupun kalau toh itu adalah reaksi alergi efek berlebihan yang mungkin berbeda dari orang lain, juga tidak akan terjadi secepat itu, tetap membutuhkan proses,’’ tutur Zullies.


Dosis Obat Harus Dipatuhi

Menanggapi perempuan dalam video tersebut yang tidak meneruskan mengkonsumsi obatnya, Keri sangat menyesalkannya.

‘’Obat harus dipatuhi dosisnya, kalau memang ada efek samping harus segera dilaporkan kepada dokter atau perawat untuk dapat dipikirkan apa Langkah selanjutnya,” kata Keri.

“Ada yang disebut dengan monitoring efek samping obat (MESO), ini akan dilaporkan ke regulator dalam hal ini BPOM bila memang terjadi efek samping obat yang hebat,’’ tambahnya.

Tetapi, lanjut Keri, dalam hal ini ada satu pelajaran berharga yang patut diambil, bahwa perempuan tersebut pada akhirnya pulang kembali ke rumah, setelah dirawat di rumah sakit, tanpa meneruskan meminum oseltamivir, itu menunjukkan bahwa SARSCov-2 ini memang adalah virus jenis self limiting disease.

Virus SARSCov-2 penyebab COVID-19 tersebut akan mati dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu.

‘’Karena dia tidak minum oseltamivir dan ternyata sembuh, buktinya sudah pulang kembali ke rumah, artinya sudah ada progress, ada kemajuan. Cukup dengan terapi supportif atau pendukung saja. Tanpa antivirus ternyata juga bisa sembuh,’’ kata Keri.


Bukan Pilihan yang Tepat

Penggunaan oseltamivir bagi pasien COVID-19 sejatinya bukan pilihan yang tepat, kata Zullies.

Secara mekanisme obat, oseltamivir tidak cocok digunakan untuk COVID-19, sebab oseltamivir adalah penghambat enzim neuroaminidase. Enzim tersebut memang ada dalam virus influeza, tetapi tidak ada dalam SARSCov-2, virus penyebab COVID-19.

“Jadi memang oseltamivir tidak bisa digunakan untuk mengobati COVID-19 karena targetnya tidak ada.”

Di awal pandemi, karena pengetahuan mengenai COVID-19 ini belum cukup memadai, para ahli masih belum bisa memastikan apakah COVID-19 ini termasuk jenis flu atau bukan. Seiring perkembangan penyakit, kemudian diketahui bahwa COVID-19 bukan jenis flu. Oleh karena itu, dalam panduan terapi terbaru, oseltamivir hanya diberikan bila ditemukan gejala koinfeksi dengan influenza.

‘’Jadi sekali lagi menurut saya oseltamivir masih relatif aman untuk digunakan, jika memang ada indikasi untuk menggunakan,’’ tutup Zullies.


Infografis 11 Aplikasi untuk Konsultasi Online dan Obat Gratis Pasien Isolasi Mandiri COVID-19

Infografis 11 Aplikasi untuk Konsultasi Online dan Obat Gratis Pasien Isolasi Mandiri Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 11 Aplikasi untuk Konsultasi Online dan Obat Gratis Pasien Isolasi Mandiri Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya