Faktor Risiko Ngompol Sebagai Gangguan Berkemih pada Lansia

Ngompol atau dalam bahasa medis disebut inkontinensia urine (IU) adalah keluarnya urine secara tidak sadar dari saluran kemih.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 25 Agu 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2021, 07:00 WIB
Ilustrasi inkontinensia urine atau ngompol sebagai gangguan berkemih.
Ilustrasi inkontinensia urine atau ngompol sebagai gangguan berkemih. (Dokumentasi Sumadi)

Liputan6.com, Jakarta Ngompol atau dalam bahasa medis disebut inkontinensia urine (IU) adalah keluarnya urin secara tidak sadar dari saluran kemih.

Kondisi ini termasuk dalam gangguan berkemih dan dapat mengganggu kualitas hidup lanjut usia (lansia). Ketimbang wanita, kondisi ini lebih banyak dialami pria.

Berdasarkan konsensus Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA), terdapat beberapa faktor risiko inkontinensia baik pada lansia maupun pria, yakni:

-Diabetes melitus.

-Penyakit sendi degeneratif.

-Penyakit pernapasan kronik.

-Penyakit jantung kongestif.

-Sleep apnea.

-Konstipasi dan impaksi feses.

-Stroke.

-Penyakit Parkinson.

-Hidrosefalus tekanan normal.

-Demensia.

-Depresi.

-Gangguan kognitif dan mobilitas.

-Kondisi toilet.

Tipe Inkontinensia Urine

Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD, KGer, M.Epid, dari Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM menyebutkan bahwa inkontinensia urine terdiri dari berbagai tipe berdasarkan penyebabnya yakni:

-IU tekanan (stress urinary incontinence), berhubungan dengan peningkatan tekanan di rongga perut.

-IU desakan (urgency urinary incontinence), berhubungan dengan keluarnya urine yang diawali dengan desakan untuk berkemih.

-IU campuran (mixed urinary incontinence), campuran antara tekanan dan desakan.

-IU luapan (overflow urinary incontinence), inkontinensia akibat luapan urine yang disebabkan oleh sumbatan di bawah kandung kemih atau kelemahan otot kandung kemih.

Gejala Inkontinensia Urine

Siti menambahkan, terdapat beberapa gejala inkontinensia yang dapat dijumpai, yaitu:

-Meningkatnya frekuensi berkemih di malam hari (frequency).

-Tidak dapat menahan atau terburu-buru ingin berkemih (urgency).

-Seringnya terbangun malam hari untuk berkemih (nocturia).

-Pancaran urin lemah (weak streaming).

-Menunggu keluarnya urin saat berkemih (hesitancy).

-Aliran urin yang terputus-putus (intermittency).

-Menetesnya urin di akhir pancaran berkemih (terminal dribbling).

-Sensasi kandung kemih seperti masih terisi setelah berkemih (incomplete emptying).

-Mengedan saat berkemih (straining).

Tatalaksana IU

Untuk tatalaksananya sendiri, Siti menjelaskan bahwa kondisi ini dapat ditangani secara non-farmakologi dan farmakologis.

“Tatalaksana non farmakologis dilakukan dengan pembatasan asupan minum, tidak minum kurang dari 2 jam sebelum tidur, dan mengurangi konsumsi kafein,” ujarnya dalam keterangan pers PERKINA, ditulis Senin (23/8/2021).

Selain itu, orang dengan inkontinensia urine perlu mengurangi atau menghentikan konsumsi alkohol, minuman bersoda, minuman manis, dan berhenti merokok. Menurunkan berat badan, bladder retraining, dan latihan otot dasar panggul juga dapat membantu.

Sedang, tatalaksana farmakologi yang dapat dilakukan adalah dengan anti-muskarinik/anti-kolinergik, penghambat reseptor 𝝰-1, Agonis 𝛽 dan pembedahan apabila perlu, pungkasnya.

 

Infografis Tahapan Pendaftaran Vaksinasi COVID-19 untuk Lansia

Infografis Tahapan Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Tahapan Pendaftaran Vaksinasi Covid-19 untuk Lansia. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya