Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mewaspadai kehadiran varian baru termasuk varian B.1.1.529.
"Kita monitor terus perkembangannya ya," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Pennyakit Menular Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi lewat pesan singkat ke Health-Liputan6.com.
Baca Juga
Pada Jumat, 26 November 2021, WHO sudah menggolongkan B.1.1.529 sebagai variant of concern alias kategori kewaspadaan tertinggi. Hal ini mengingat varian tersebut memiliki banyak mutasi serta beberapa mutasi mengkhawatirkan.
Advertisement
Beberapa negara juga sudah memberlakukan pengetatan pintu masuk dan keluar dari negara-negara yang sudah teridentifikasi varian yang oleh WHO diberi nama Omicron itu.
Inggris, Uni Eropa, Singupura, Jepang, Malaysia, Filipina, Amerika Serikat dan Kanada sudah membuat aturan pengetatan dalam berbagai bentuk sebagai antisipasi masuknya varian B.1.1.529.
Sementara itu Indonesia belum membuat aturan pengetatan tambahan guna mencegah varian tersebut masuk. Aturan di pintu masuk Indonesia masih berdasarkan Surat Edaran Satgas COVID-19.
"Belum. Masih ikut ketentuan Surat Edaran Satgas COVID-19," kata Nadia.
Saran Eks Pejabat WHO
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Profesor Tjandra Yoga Aditama menyarankan 7 langkah yang dapat dilakukan Indonesia mengantisipasi masuknya varian tersebut. Yakni:
- Menata ulang aturan masuknya pengunjung dari negara terjangkit. Hal ini dapat dilakukan dengan secara rinci mengecek riwayat perjalanan.
“Bisa saja sekarang datang dari negara aman misalnya tapi beberapa hari sebelumnya berkunjung ke negara terjangkit,” kata Tjandra dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Sabtu (27/11/2021).
Selain itu, aturan masuknya pengunjung dari negara terjangkit juga perlu disertai karantina yang lebih ketat dan meningkatkan jumlah pemeriksaan Whole Genome Sequencing (WGS) atau pemetaan varian virus pada pendatang.
- Meningkatkan WGS di dalam negeri secara umum. Sebaiknya ini dapat mencapai beberapa puluh ribu pemeriksaan seperti dilakukan India.
- Mewaspadai kalau ada klaster kasus di berbagai kabupaten/kota, artinya surveilans berbasis lab harus amat ditingkatkan.
- Meningkatkan jumlah tes agar semua kabupaten/kota melakukan tes sesuai jumlah minimal WHO, jangan hanya angka nasional.
- Melakukan telusur pada semua kontak dari seorang kasus, setidaknya sebagian besar. Kalau ditetapkan hanya 8 orang yang ditelusuri maka pada berbagai keadaan mungkin belum cukup.
- Meningkatkan vaksinasi agar 55 persen rakyat Indonesia yang belum mendapat vaksin memadai (2 kali) segera mendapatkannya, terutama Lansia. Dalam hal ini perlu dicari mekanisme terbaik agar laju vaksinasi yang diberitakan menurun dapat meningkat dengan nyata.
- Selalu mengikuti perkembangan ilmiah yang ada, yang mungkin berubah amat cepat dan semua keputusan harus berdasar bukti ilmiah (evidence-based decision making process).
“Untuk kita anggota masyarakat luas maka tetaplah ketat menjaga protokol kesehatan, periksakan diri bila ada keluhan dan atau kontak dengan seseorang yang sakit apalagi kalau datang dari negara terjangkit dan segera divaksinasi,” pungkas Tjandra.
Advertisement