Waspada Gangguan Saluran Cerna pada Anak, Kerap Muncul Usai Lebaran

Perubahan pola hidup anak saat Lebaran dapat menimbulkan gangguan saluran cerna seperti diare

oleh Diviya Agatha diperbarui 11 Mei 2022, 07:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2022, 07:00 WIB
5 Kebiasaan yang Menyebabkan Diare pada Anak
Gangguan Saluran Cerna seperti Diare Seringkali Menjadi Penyakit yang Rentan Dialami Seorang Anak Setelah Lebaran. Oleh Sebab Itu, Orangtua Harus Lebih Waspada dan Hati-Hati Bila Anak Terserang Penyakit Gangguan Saluran Cerna

Liputan6.com, Jakarta - Saluran cerna ternyata menjadi organ dengan luas permukaan yang kompleks dan luas. Hal tersebutlah yang membuat penyakit yang berkaitan dengan gangguan saluran cerna lebih mudah terjadi.

Menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi Gastrohepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Muzal Kadim, SpAK, semakin kompleks suatu organ, maka semakin sering pula mereka berpotensi mengalami gangguan.

"Gangguannya apa? Paling sering terganggu itu adalah muntah, kembung, diare, sakit perut, konstipasi (sembelit), intoleransi, dan alergi makanan. Nah, ini yang terjadi pada anak secara umum apalagi pasca Lebaran," ujar Muzal dalam seminar media IDAI bertema Serba-Serbi Penyakit Lebaran pada Anak, Selasa (10/5/2022).

Muzal menjelaskan bahwa Lebaran dapat membuat seorang anak mengalami perubahan pola kehidupan sehari-hari yang dapat membuat gangguan pada saluran cerna terjadi.

"Biasanya pola di rumah, rutin, sudah teratur anak itu. Tidur jam berapa, bangun jam berapa, mandi, sarapan, snack itu sudah diatur sedemikian rupa dan anak itu sudah established," kata Muzal.

"Tiba-tiba terjadi gangguan polanya, perubahan. Mungkin kalau ke luar kota, nginep, mudik. Itu (gangguan cerna) pasti terjadi," dia menambahkan.

Terlebih masih ada sederet faktor lainnya yang ikut mempengaruhi. Seperti kelelahan, stres, penurunan imunitas, makan yang tidak teratur, hingga kurang tidur.

"Lebaran itu suka kelelahan. Apalagi kalau mudik pakai kendaraan mobil yang saat ini macet, itu pada anak suka terjadi kelelahan. Stres juga terjadi karena ada perubahan pola. Nginep di tempat yang berbeda itu sudah bisa menimbulkan stres pada anak," ujar Muzal.

Akibatnya, penurunan imunitas pun bisa ikut terjadi. Belum lagi jika bertemu dengan orang banyak yang tidak dapat diketahui kondisi kesehatannya secara pasti.

Kapan Bisa Disebut Diare?

Lebih lanjut Muzal mengungkapkan bahwa dalam istilah medis, diare terbagi menjadi tiga yakni diare akut, diare persisten, dan disentri.

Namun diare yang paling sering terjadi pada anak pasca Lebaran adalah diare akut yang mana terjadi dalam kurun waktu kurang dari 14 hari.

Diare sendiri terjadi ketika anak mengalami buang air besar (BAB) lebih dari tiga kali sehari. Muzal menjelaskan, normalnya frekuensi BAB adalah sebanyak maksimal tiga kali sehari.

"Jadi kalau lebih dari tiga kali, itu dikatakan diare. Harus dilihat juga kalau rutin tiga kali, kalau bentuknya normal, itu bisa tidak dikatakan diare," kata Muzal.

"Jadi harus ada konsistensi lebih lembek dari sebelumnya. Biasanya berbau lebih busuk, menyengat, berbau asam, ada lendir. Jadi ada perubahan pada fesesnya. Ibunya biasanya mengerti," tambahnya.

Penyebab diare pun terbagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung. Diare langsung disebabkan oleh virus seperti Rotavirus dan Adenovirus, bakteri seperti Salmonella, Shigella, Vibrio cholerae, E.coli, atau parasit seperti Entamoeba dan Candida.

Sedangkan penyebab tidak langsung umumnya berkaitan dengan kebersihan terkait asupan dan lingkungan.

Tanda Sakit Perut yang Harus Diwaspadai

Dalam kesempatan yang sama, Muzal menuturkan bahwa ada sakit perut juga umumnya terjadi pada anak pasca Lebaran.

Terkait hal tersebut ada serangkaian gejala yang perlu untuk diwaspadai bila terjadi pada anak. Lalu, apa sajakah itu? Berikut diantaranya

  • Sakit perut lebih dari dua jam
  • Ada pendarahan (muntah darah)
  • Muntah hebat (berwarna hijau)
  • Nyeri di kanan atas atau bawah
  • Demam tinggi
  • Pembesaran organ
  • Teraba ada massa di perut
  • Nyeri punggung
  • Bengkak atau nyeri sendi
  • Bercak di kulit
  • Perut tegang
  • Perut kembung sekali

Selanjutnya, sakit perut juga bisa terjadi berulang secara berkala yakni tiga kali atau lebih selama tiga bulan terakhir. Dalam hal ini, Muzal mengungkapkan bahwa faktor psikologis biasanya ikut mempengaruhi.

"Pandemi ini banyak sekali faktor psikologis, dia di rumah saja, merupakan stres tersendiri jadi bisa menimbulkan gangguan fungsional. Organnya enggak ada masalah, tapi dia mengeluhkan sakit perut," ujar Muzal.

"Pada Lebaran ini juga meningkat karena faktor perubahan pola, ada stres juga, makanan yang berubah. Sering menimbulkan kambuhnya sakit perut," tambahnya.

Gangguan Lainnya

Gangguan saluran cerna yang juga bisa terjadi adalah muntah. Namun muntah sendiri biasanya merupakan suatu refleks akibat adanya pemicu lain.

"Jadi refleks yang ada pemicunya. Pemicunya bisa macam-macam. Apa saja? Bisa diare, Rotavirus diare itu bisa menimbulkan muntah," kata Muzal.

Selanjutnya yang juga bisa terjadi adalah sembelit. Menurut Muzal, sembelit pun menjadi salah satu yang berkaitan dengan kondisi psikologis anak.

"Pada anak-anak yang sembelit ini ada ketakutan karena pernah riwayat nyeri. Jadi ini biasa sifatnya kambuh-kambuhan. Pada pasca Lebaran ini banyak yang kambuh," ujar Muzal.

"Lagi-lagi pola kehidupan, toiletnya berbeda itu sangat berperan pada anak. Ketakutan dia, yang tadinya di rumah sudah rutin tiba-tiba pindah," Muzal menambahkan.

Muzal menjelaskan, saat ini gejala seperti diare, muntah, mual juga dikaitkan dengan hepatitis misterius yang mana juga dapat menular lewat saluran cerna.

Meski begitu, belum ada bukti pasti terkait penyebab hepatitis misterius sendiri. Namun, para orangtua tetap bisa mencegah penularan lewat saluran cerna dengan tetap menjaga kebersihan.

Infografis Jangan Panik, Kenali Gejala Hepatitis Akut pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Jangan Panik, Kenali Gejala Hepatitis Akut pada Anak. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya