Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 masih berlangsung tapi Pemerintah Indonesia mengumumkan masyarakat boleh melepas masker saat berada di luar ruangan yang tidak padat orang. Kebijakan tersebut mulai berlaku hari ini, Rabu, 18 Mei 2022.
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka, tidak padat orang maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pernyataan yang ditayangkan langsung di YouTube Sekretariat Presiden.
Baca Juga
Meski demikian, kebijakan ini tidak berlaku bagi mereka yang termasuk dalam populasi rentan. Kategori populasi rentan yakni orang lanjut usia (lansia), orang dengan penyakit komorbid, ibu hamil juga anak yang belum divaksinasi COVID-19 disarankan tetap memakai masker saat berada di luar ruangan.
Advertisement
"Untuk lansia, punya penyakit komorbid (serta ibu hamil dan anak belum divaksinasi COVID-19) tetap pakai masker karena itu melindungi diri dari penularan," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers tentang Pelonggaran Prokes dan Pengaturan Perjalanan, Selasa, 17 Mei 2022.
Lalu, saat naik kendaraan atau transportasi publik juga tetap memakai masker. Hal ini mengingat banyak transportasi publik yang menggunakan AC dan tertutup.
Penggunaan masker juga masih dianjurkan saat berada di luar ruangan bagi mereka yang tengah bergejala atau sakit.
"Kalau batuk-batuk, bersin-bersin (juga demam) sebaiknya tetap pakai masker," kata Budi.
Kesehatan Merupakan Tanggung Jawab Individu
Di kesempatan yang sama, Budi mengatakan kebijakan boleh melepas masker merupakan bagian dari program transisi dari pandemi menuju endemi COVID-19.
"Jadi, bila saat berada di luar ruangan lalu merasa tak nyaman karena ada orang-orang yang batuk, itu masyarakat bisa memakai masker," contoh Budi.
Budi mengatakan salah satu hal penting untuk melakukan transisi dari pandemi COVID-19 ke endemi adalah pemahaman masyarakat bahwa tanggung jawab ada di diri masing-masing.
"Salah satu hal yang paling penting untuk bisa melakukan transisi dari pandemi ke endemi, selain data-data scientific-nya, adalah pemahaman masyarakat bahwa tanggung jawab kesehatan itu ada di diri masing-masing," jelas Budi.
Lebih lanjut, Budi mengatakan sekuat apapun negara mengatur masyarakat untuk berperilaku hidup sehat, tetap yang paling baik adalah kesadaran di masing-masing individu itu sendiri.
"Dari semua pandemi dalam sejarah kehidupan manusia, transisi terjadi apabila masyarakat sudah menyadari bagaimana caranya melakukan protokol hidup yang sehat di dirinya dan keluarganya masing-masing," katanya.
Advertisement
Latar Belakang Pelonggaran Penggunaan Masker
Budi menjelaskan pelonggaran penggunaan masker ini dilakukan dengan melihat faktor kasus COVID-19 yang sedikit serta antibodi masyarakat Indonesia terhadap virus COVID-19 tinggi.
Berdasarkan hasil Sero Survei pada Desember 2021, antibodi adalah 93 persen. Lalu, pada Maret 2022 dilakukan pengecekan pada orang yang sama. Ternyata antibodi terhadap SARS-CoV-2 lebih tinggi yakni 99,6 persen.
"Banyak yang sudah divaksinasi lalu kena Omicron. Hasil riset, kombinasi antara vaksinasi ditambah infeksi membuat superimunitas atau kadar antibodi yang tinggi dan bertahan lama," kata Budi.
Selain antibodi, kadar antibodi atau titer sebelum Lebaran lebih tinggi dibandingkan pada Desember.
"Data menarik lainnya, bukan hanya jumlah masyarakat yang punya antibodi tapi juga titer antibodi lebih tinggi pada Maret. Bila pada Desember sekitar 500-600, pada maret kadar antibodi ke 7-8 ribu," jelasnya.
Selain itu, Budi menjelaskan bahwa kenaikan kasus COVID-19 disebabkan karena adanya varian baru.
"Kita sudah melihat penyebab utama lonjakan kasus COVID adalah karena adanya varian baru. Ini jauh lebih menentukan ketimbang acara besar," katanya.
Budi mencontohkan beberapa negara yang alami kenaikan kasus karena ada varian baru Omicron BA.2 yakni Amerika Serikat, Taiwan, China, Jepang. Sementara itu, Indonesia dan India dari pengamatan Kemenkes tidak ada kenaikan kasus tinggi gegara BA.2,
"Indonesia dan India, BA.2 sudah dominan tetapi berbeda dengan negara lain seperti China, kita tidak mengamati adanya kenaikan kasus yang tinggi dengan adanya varian baru. Indonesia dan India imunitas dari masyarakat terhadap varian baru sudah relatif baik," kata dia.