Manfaat Daun Kelor, Bantu Jaga Tekanan Darah dan Kaya Antioksidan

Meski daun kelor merupakan makanan sehat yang bisa mengontrol tekanan darah, Hardinsyah mengingatkan bahwa daun tersebut tidak dapat dijadikan obat bagi penderita hipertensi.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Jul 2022, 07:08 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2022, 07:08 WIB
daun kelor-kezo
ilustrasi daun kelor/pixabay

Liputan6.com, Jakarta - Daun kelor bermanfaat bagi kesehatan, salah satunya dalam membantu mengontrol tekanan darah pada pasien hipertensi. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi (PERGIZI) dan Pangan Indonesia Prof Hardinsyah.

Menurutnya, kandungan potasium, magnesium, dan kalsium yang tinggi dalam daun kelor berfungsi mengendalikan tekanan darah.

"Akhir-akhir ini banyak anjuran untuk membatasi garam, nah lawannya natrium (garam) ya potasium. Jadi kalau kita banyak makan potasium, itu dapat mengendalikan garam dalam tubuh dan mencegah hipertensi," ujar Hardinsyah, dilansir Antara.

Meski daun kelor merupakan makanan sehat yang bisa mengontrol tekanan darah, Hardinsyah mengingatkan bahwa daun tersebut tidak dapat dijadikan obat bagi penderita hipertensi.

Guru Besar Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mengatakan, selain memiliki kandungan mineral tinggi, daun kelor juga kaya akan serat, vitamin C dan vitamin A yang berguna untuk meningkatkan imunitas tubuh.

"Vitamin C baik untuk imunitas tubuh, sehingga tidak mudah terkena penyakit menular seperti flu dan mampu memelihara kesehatan kulit terutama dalam proses penyembuhan luka sehingga tidak mudah infeksi," jelasnya.

Kebutuhan harian vitamin C dapat terpenuhi dengan mengonsumsi 50 gram daun kelor segar, kata Hardinsyah.

"Tapi kalau kelor dibuat tepung dengan suhu tinggi, vitamin C berkurang jauh, mungkin tinggal 10 hingga 20 persen saja," ujarnya.

Vitamin A dalam daun kelor juga mengandung antioksidan berupa betakaroten yang berguna menangkal radikal bebas yang bisa menyebabkan kanker.

Pohon kelor yang secara ekologi tergolong mudah tumbuh di daerah gersang seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dapat mencegah stunting di daerah-daerah serupa.

"Kelor sangat baik untuk mecegah stunting di daerah-daerah tandus yang sulit tanam sayur dan buah, karena batang kelor itu bisa tumbuh baik di tanah tandus seperti di NTT," jelasnya.

Jangan Dimasak Terlalu Lama

Daun kelor bisa diolah menjadi sup kuah bening atau dimasak menjadi sayur santan (bobor), kata Hardinsyah.

Namun, dia mengingatkan agar dalam mengolah daun kelor tidak merebusnya terlalu lama. Cukup 5 hingga 10 menit saja supaya antioksidan dan vitamin E yang terkandung tidak hilang dan bisa terserap tubuh.

"Kalau diolah dengan cara dimasak tumis, cukup lima menit saja. Kelor juga bisa dicacah dan dicampur telor (dijadikan dadar kelor) sehingga enak untuk dikonsumsi anak-anak dan ibu hamil untuk meningkatkan asupan kalsium dan protein," jelasnya.

Tingkatkan ASI

Penggunaan daun kelor sebagai ramuan obat tradisional juga sudah digunakan sejak dulu. Menurut  dr. Ratna Asih, M.Si dari Perkumpulan Dokter Pengembangan Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) daun kelor dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI).

 “Ini sampai disebut miracle tree, pohon ajaib, atau superfood karena saking luarbiasa kandungannya,” ujar Ratna dalam webinar Geriatri TV, ditulis Jumat (8/1/2021).

Selain dapat meningkatkan produksi ASI, kelor juga dapat meningkatkan nafsu makan dan aman dikonsumsi oleh anak sejak usia 3 tahun.

Daun kelor dapat dibuat menjadi teh, sayur, sebagai campuran kue, pewarna puding, bahkan dapat juga dibuat sebagai kudapan seperti rempeyek.

“Ini juga sedang digalakan untuk menanggulangi stunting, untuk ibu hamil, anak dengan gizi kurang, itu dipersilakan untuk konsumsi daun kelor.”

Biskuit Kelor untuk Atasi Stunting

Inovasi terhadap daun kelor juga telah dilakukan. Seorang mahasiswa IPB, Rafika Wulandari dan timnya berinovasi membuat biskuit sehat untuk balita berbahan dasar tepung daun kelor dan telur kepiting rajungan.

“Awalnya itu Fika lihat potensi di daerah Fika, ternyata setelah aku teliti potensi besar yang ada di daerah aku yaitu tepung daun kelor dan telur rajungan itu belum maksimal pemanfaatnya. Akhirnya aku coba mix dua bahan ini untuk dijadikan biskuit,” katanya kepada Liputan6.com.

Hal yang melatarbelakangi Rafika membuat inovasi tersebut adalah karena rasa empatinya terhadap tingginya tingkat stunting anak-anak di Indonesia yang mencapai angka 27,1 persen. Padahal batas prevalensi stunting yang ditetapkan WHO hanyalah 20 pesen.

Berangkat dari masalah ini, dia bertekad membantu Indonesia menurunkan tingkat stuntingnya dan membantu daerahnya, Bone, Selawesi Selatan untuk memanfaatkan pohon kelor kebanggannya.

Ide untuk membuat biskut balita dari daun kelor ini semula untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Program ini mendapatkan pendanaan dari Kemendikbudristek.  Siapa sangka ide dari tim Rafika disambut baik oleh Prof. Hadi Susilo Arifin yang saat itu menjadi pendampingnya. Setelah melewati beberapa kali penyempurnaan ide maka terciptalah Bitran.

Bitran adalah produk inovasi pertanian dari Rafika dan tim berupa biskuit balita berbahan dasar tepung daun kelor dan telur kepiting rajungan yang kaya akan manfaat.

Bitran kaya akan kandungan protein, karbohidrat, kalsium, vitamin A, dan vitamin B yang dapat memenuhi kebutuhan gizi anak sehingga terhindar dari stunting.

Hingga saat ini Bitran telah terjual sebanyak 920 kemasan di seluruh Indonesia. Diharapkan dengan terciptanya Bitran, kasus stunting anak di Indonesia bisa menurun dan juga tepung daun kelor serta telur kepiting rajungan dapat kembali di manfaatkan secara efektif.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya