Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia memicu penurunan capaian imunisasi tak hanya di Indonesia tapi juga secara global.
Menurut Ketua Tim Kerja Imunisasi Tambahan dan Khusus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), Gertrudis Tandy, capaian imunisasi global menurun dari 86 persen pada 2019 menjadi 83 persen pada 2020.
Baca Juga
"Pada tahun 2020, ada 23 juta anak di dunia tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Jumlah ini tertinggi sejak tahun 2009," kata Gertrudis dalam seminar daring bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia belum lama ini.
Advertisement
Tandy, menambahkan, dari 23 juta anak yang belum mendapat imunisasi lengkap, 60 persennya berasal dari negara-negara berikut:
- Angola
- Brasil
- Kongo
- Ethiopia
- India
- Indonesia
- Meksiko
- Nigeria
- Pakistan
- Filipina.
"Jadi kita menjadi penyumbang 10 terbesar untuk anak-anak yang tidak lengkap imunisasinya di tahun 2020," katanya.
Data di Indonesia memang menunjukkan penurunan signifikan dalam capaian imunisasi anak saat COVID-19 mulai melanda.
Dalam periode 2019 hingga 2021, Indonesia mencatat sebanyak 1,7 juta bayi yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap.
"Jawa Barat menjadi provinsi yang paling banyak menyumbang anak yang tidak lengkap imunisasinya. Diikuti Aceh, Sumatera Utara, dan Bali. Kalau sudah sebanyak ini, kita tahu bersama akibatnya akan terjadi peningkatan kasus dan akhirnya akan terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)," ujarnya.
Peningkatan kasus penyakit yang seharusnya bisa dicegah dengan imunisasi telah benar-benar terjadi di 2022.
Di tahun ini, kasus konfirmasi laboratorium pada penyakit campak meningkat dengan signifikan. Lebih tinggi dari data tahun 2021. Begitu pula pada kasus Rubella konfirmasi laboratorium yang menunjukkan peningkatan di 2022.
"Untuk difteri, dari data kami sampai Juli 2022 terdapat 110 kabupaten/kota di 27 provinsi terdampak difteri di tahun 2022," Tandy menambahkan.
Jika Terus Dibiarkan
Jika situasi ini terus dibiarkan, lanjut Tandy, risiko transmisi akan semakin meluas dan risikonya Indonesia akan gagal mencapai eliminasi campak-rubella pada 2023 yang merupakan target global.
Selain itu, Indonesia juga bisa gagal untuk mencapai tujuan bebas polio yang sebetulnya sudah dicapai sejak 2014.
"Tentu saja beban kasus dan KLB dapat menjadi beban ganda di tengah pandemi COVID-19 yang juga belum usai," katanya.Â
Melihat situasi ini, berbagai ahli mulai dari ITAGI hingga Komite Ahli Difteri merekomendasikan berbagai hal terkait pelaksanaan imunisasi.
Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau ITAGI merekomendasikan hal-hal berikut:
- Perlu dilaksanakan imunisasi tambahan campak-rubella untuk mencapai eliminasi tahun 2023.
- Perlu dilaksanakan imunisasi kejar satu dosis polio suntik (IPV) untuk mempertahankan Indonesia bebas polio dan mencapai eradikasi polio global tahun 2026.
Sedangkan, Komite Verifikasi Nasional Eliminasi Campak-Rubela atau CRS Indonesia merekomendasikan:
- Perlu dilaksanakan imunisasi tambahan campak-rubella untuk mencapai eliminasi tahun 2023.
Komite Ahli Difteri merekomendasikan:
- Perlu dilaksanakan imunisasi kejar guna menutup kesenjangan imunitas terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun (balita).
Advertisement
Pentingnya BIAN
Cakupan imunisasi di Indonesia yang rendah mengakibatkan kesenjangan imunitas yang berujung pada terjadinya peningkatan kasus dan Kejadian Luar Biasa (KLB). Untuk itu, perlu diselenggarakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).
"Jadi BIAN ini adalah kesempatan yang kita berikan untuk anak-anak kita, untuk melengkapi imunisasinya. Termasuk juga untuk mengejar target kita yaitu mencapai eliminasi campak-rubella di tahun 2023," katanya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), RI Maxi Rein Rondonuwu, mengatakan, BIAN merupakan momen penting untuk menutup kesenjangan imunitas akibat penurunan imunisasi anak yang terjadi.
"Kita harus ingat kembali bahwa bila kesenjangan imunitas ini tidak segera kita tutup, maka akan terjadi peningkatan kasus dan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang akan menjadi beban ganda di tengah pandemi,"Â katanya saat konferensi pers di Gedung Kemenkes RI Jakarta, Selasa (28/6/2022).
"Kita juga berpotensi gagal mencapai target eliminasi campak rubella pada tahun 2023 dan gagal mempertahankan Indonesia bebas polio yang telah dicapai sejak 2014,"Â dia menambahkan.
Menurut Menkes
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah mengajak seluruh orangtua untuk mengimunisasi anak mereka sejak Agustus.
Ia juga telah meresmikan dimulainya BIAN tahap II di RSUD Kabupaten Karawang, bersama Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
"Jangan lupa Bapak-Ibu, anak-anaknya untuk divaksinasi supaya anak sehat," pesan Menkes, Rabu, 3 Agustus 2022.
Pencanangan BIAN tahap II di Jawa Barat menjadi tanda dimulainya pelaksanaan imunisasi di seluruh wilayah Jawa-Bali.
Vaksin yang diberikan adalah vaksin campak dan rubella yang menyasar anak usia 9 hingga 59 bulan, serta imunisasi kejar pada anak usia 12 hingga 59 bulan yang belum lengkap imunisasi OPV, IPV, dan DPT-Hib.
Dalam peresmian dimulainya BIAN tahap II, Menkes dan Ridwan Kamil tak hanya meninjau layanan imunisasi anak melainkan juga sempat meneteskan imunisasi polio pada anak-anak serta berinteraksi dengan masyarakat.
Menkes mengatakan, imunisasi merupakan upaya pencegahan yang aman, berbiaya rendah dan berdampak besar dalam melindungi masyarakat dari berbagai penyakit menular berbahaya yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Â
Advertisement