Waspada, Henti Jantung Mendadak Bisa Dialami Semua Usia

Henti jantung mendadak bisa disebabkan oleh berbagai hal.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 25 Sep 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2022, 19:00 WIB
Jantung
Ilustrasi kesehatan jantung (sumber: pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - Henti jantungmendadak merupakan kondisi organ jantung berhenti total tanpa ada gejala awal penyerta. Hal ini akibat terjadinya gangguan 'listrik' jantung sehingga aliran darah yang membawa asupan energi dan oksigen terhenti.

Pompa jantung yang berhenti secara mendadak inilah yang menyebabkan darah tidak mengalir hingga bisa menyebabkan kerusakan permanen pada organ otak. Bahkan yang lebih harus diwaspadai, henti jantung mendadak bahkan dapat menyebabkan kematian.

Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Siloam Hospitals Jantung Diagram, dr Doni Friadi menjelaskan, penyebab henti jantung bisa karena berbagai hal. Secara umum henti jantung mendadak disebabkan adanya riwayat dari penderita penyakit jantung koroner.

"Pasien dengan kondisi 'Jantung membesar', kelainan di otot atau katup jantung, bahkan adanya gangguan irama jantung. Lalu, kondisi penyakit stroke perdarahan atau kondisi tenggelam atau benturan keras pada wilayah dada dapat menyebabkan terhentinya organ jantung berdetak," tutur Doni melalui edukasi bincang sehat yang dilakukan Rumah Sakit Jantung dan Diagram Siloam pada Live Instagram, di Kota Cinere, Depok, beberapa waktu lalu.

Bukan hanya itu saja, faktor genetik atau keturunan juga turut mempengaruhi timbulnya kondisi jantung berhenti mendadak. Oleh karena itu kondisi henti jantung mendadak dapat terjadi pada semua usia.

"Kondisi henti jantung mendadak merupakan akumulasi dari rangkaian serangan jantung yang sebelumnya pernah diderita pasien. Adapula kasus tertentu penyebab henti jantung mendadak, yang umumnya disebabkan oleh kecelakaan," katanya. 

 

Perlu Pertolongan Segera

Kondisi gawat darurat tersebut memerlukan penanganan medis atau pertolongan sesegera mungkin.

"Langkah pertama adalah, segera menghubungi tim mobil ambulans dan bagi yang terlatih atau berkompetensi melakukan pijat jantung atau tehnik resusitasi jantung paru (RJP) atau banyak dikenal CPR, segera lakukan," kata Doni.

Teknik tersebut dilakukan guna merangsang jantung agar kembali aktif. Sebab, secara keilmuan, henti jantung mendadak (vertikel fibrilasi) berbeda halnya dengan serangan jantung.

Penanganan awal kondisi gawat darurat Henti Jantung Mendadak melalui teknik RJP atau dikenal dengan sebutan CPR, dilakukan sesegera mungkin bagi yang berkompetensi melakukannya.

"Kondisi 'jantung berhenti' ini adalah kondisi terburuk, tindakan resusitasi jantung paru dari si penolong yang terlatih dan cepat akan memperbesar kemungkinan jantung kembali bergerak atau berdetak sambil menunggu petugas medis, ambulan atau tiba di IGD rumah sakit,"ungkapnya.

Pasien Henti Jantung Mendadak Bisa Diselamatkan

Sementara, pada pasien henti jantung mendadak yang terselamatkan tentunya, data menunjukan bahwasannya sebagian besar mereka telah merasakan gejala gejala awal. Seperti pusing, lemas, nyeri dada, sesak napas dan lainnya.

Bahkan dari hitungan minggu hingga satu bulan sebelumnya. Konsultasi dengan dokter spesialis melalui pola deteksi dini adalah keharusan.

"Kondisi pasien selamat dan stabil setelah henti jantung mendadak, tentunya tim dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan untuk mendiagnosa penyebab dan pemicunya. Antar lain dengan tes darah, rontgen dada, USG jantung, kateterisasi jantung dan beberapa tindakan medis lanjutan yang diperlukan lainnya," kata Doni.

Cegah dengan Rutin Periksa Jantung

Tindakan medis yang dimaksud seperti pemberian obat sesuai kriteria pemeriksaan listrik jantung, Implan alat kejut jantung (ICD) , Angioplasti, bahkan sampai operasi perbaikan dan bypass jantung yang disesuaikan dengan kondisi pasien.

Terpenting, henti jantung mendadak dapat dicegah dengan menjalani pemeriksaan rutin, melakukan deteksi dini serta mengelola gaya hidup yang sehat. Seperti menjaga kesehatan jantung dengan tidak merokok atau berhenti merokok, hindari penyebab faktor resiko penyakit obesitas, membatasi konsumsi alkohol dan memastikan asupan makanan sehat, termasuk rutin berolahraga, dan tentunya mengelola stress dengan baik. (Pramita Tristiawati)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya