Liputan6.com, Jakarta Perkembangan persebaran varian Corona di Indonesia, terjadi pergeseran dominasi yang tadinya varian BA.5 dan BA.4 menjadi dominasi tiga varian yang muncul. Tiga varian Corona yang dimaksud adalah subvarian Omicron XBB, BA.2.75, dan BQ.1.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, dari ketiga subvarian Omicron, varian XBB yang terlihat lebih cepat mendominasi dalam tiga minggu terakhir. Apalagi varian ini yang disebut-sebut menjadi penyebab lonjakan kasus COVID-19 di Singapura.
Baca Juga
"Kita bisa lihat bahwa dominasi memang disebabkan oleh tiga varian utama, yaitu varian BA.2.75, BQ.1, dan subvarian XBB. Ini (data) hasil genom sekuensing kita," ungkapnya saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, pada Selasa, 8 November 2022.
Advertisement
"Dan, kelihatan sekali bahwa subvarian XBB tu cepat sekali naik, dominasinya dalam tiga minggu terakhir ini. Ini adalah subvarian yang kita lihat memang ada di Singapura."
Pergeseran dominasi varian BA.5 dan BA.4 yang juga termasuk 'anak' Omicron sudah terjadi dalam dua minggu terakhir, yang memunculkan dominasi tiga varian di atas.
"Ini kejadian di Indonesia. Sudah kita lihat di Indonesia, mulai terjadi pergeseran, yang tadinya dominasi variannya adalah BA.4 dan BA.5, dalam dua minggu terakhir memang sudah terjadi pergeseran dominasi dari subvarian yang ada di Indonesia (ke varian BA.2.75, BQ.1, dan subvarian XBB)," papar Budi Gunadi.
Prediksi Puncak COVID-19
Adanya dominasi varian Corona, yakni subvarian Omicron XBB, BA.2.75, dan BQ.1, puncak COVID-19 diprediksi terjadi 1,5 bulan dari sekarang. Artinya, sekitar Desember 2022 atau awal Januari 2023.
"Ini adalah perkiraan kita, kalau BA.1 saja kasusnya capai 30-35 hari mencapai puncak ya. Jadi dugaan kami karena ini sudah mulai terjadi (dominasi tiga varian) mungkin dalam waktu 1,5 bulan ya paling lambat puncak ini akan kita capai," Menkes Budi Gunadi Sadikin melanjutkan.
"Nah, puncaknya di angka berapa itu nanti kita lihat. Tapi saya rasa di bulan Desember ini pasti sudah kelihatan puncaknya atau di awal Januari 2023 paling lambat."
Budi Gunadi mengingatkan, puncak kasus COVID-19 akibat varian BA.1 dan BA.2 di Indonesia terjadi pada awal tahun 2022, sedangkan puncak kasus akibat BA.4 dan BA.5 pada Juli-Agustus 2022.
"Untuk ingatan kita bersama, BA.1 dan BA.2 itu terjadi di awal tahun ini, sekitar Januari-Februari, sedangkan (puncak kasus) BA.4 dan BA.5 terjadi di bulan Juli-Agustus tahun ini di Indonesia," ucapnya.
"Jadi memang siklusnya 6 bulanan sekali dan XBB ini varian baru mirip dengan BA.4 dan BA.5, tapi (karakteristik) di bawah BA.1 dan BA.2."
Advertisement
Keparahan Tidak Berat
Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 4 November 2022 merilis kasus subvarian XBB dan XBB.1 di Indonesia ada 12 kasus. Hal ini disampaikan Juru Bicara Kemenkes RI Mohammad Syahril.
Syahril menyebutkan, 12 kasus tersebut terdiri dari 2 kasus dari perjalanan luar negeri dan 10 kasus transmisi lokal.
“Sebaran subvarian XBB dan XBB.1 di Indonesia awalnya ditemukan hanya satu kasus. Kemudian, menjadi 4 kasus, hingga per hari kemarin jumlahnya ada 12 orang,” kata Syahril saat konferensi pers Update Penanganan COVID-19 dan Gangguan Ginjal Akut, Jumat (4/11/2022).
Dari 12 kasus subvarian XBB dan XBB.1, tidak ada yang bergejala berat. Dalam hal ini, semua kasus bergejala ringan, sehingga hanya membutuhkan isolasi mandiri (isoman). Jika dirawat, hanya beberapa hari.
Karakteristik subvarian XBB dan XBB.1 ini sebagaimana karakteristik subvarian COVID-19 yang sebelumnya. Tingkat keparahannya tidak seberat dari yang sebelumnya.
Meski ada peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia, angka kematian dan angka hospitalisasi belum terlalu tinggi.
"Ini menjadi semangat bagi kita semua, bahwa meski ada varian baru, tetapi kegawatan atau keparahan tidak berat. Jadi yang masuk rumah sakit tidak terlalu banyak dan meninggal pun begitu,” papar Syahril.
Kasus Varian XBB Semakin Turun di Dunia
Dari data yang dihimpun Kemenkes per 4 November 2022, ada 28 negara yang sudah melaporkan ditemukan subvarian XBB. Kemudian ada 10 negara dengan kasus subvarian XBB terbesar, antara lain India, Singapura, Australia, Amerika Serikat, Austria, Inggris, Belgia, Kanada, Jepang dan Swedia.
Namun, kasus varian XBB semakin menurun saat ini. Syahril mencontohkan, kasus COVID-19 di Singapura pernah sampai 18.000 per hari, tetapi saat ini sudah menurun dikisaran 6.000 atau 5.000 per hari.
“Jadi sudah kondisi turun. Cepat naiknya dan cepat turun. Semoga peningkatan kasus COVID-19 di Indonesia ini naik lambat dan turunnya cepat,” pungkasnya.
Adanya varian XBB, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dengan menerapkan protokol kesehatan serta melakukan vaksinasi booster. Target Pemerintah untuk vaksinasi booster sebesar 50 persen.
"Memang kalau dilihat bisa dua kali lipat dari sebelumnya, tetapi masih di bawah 5.000 atau di bawah subvarian BA.4 dan BA.5 yang pernah terjadi di kita. Begitupun angka hospitalisasi dan kematian," imbuh Syahril.
Advertisement