Liputan6.com, Jakarta Stroke masih penyebab kematian terbanyak ketiga di dunia. Dokter Spesialis Neurologi RS EMC Pulomas, dr. Rineke Twistixa Arandita Sp.N menjelaskan, diperkirakan terdapat 50 juta jiwa kasus stroke dengan 9 juta di antaranya mengalami kecacatan yang berat, jangka panjang dan berisiko mengalami gangguan kognitif yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak mengalami stroke.
Ya, stroke terjadi ketika suplai darah ke otak terganggu atau berkurang, jaringan otak menjadi sulit mendapatkan oksigen dan nutrisi, kemudian sel otak pun mengalami kerusakan. Kondisi tersebut dapat menyebabkan beberapa gangguan, seperti kemampuan motorik, gangguan pada indera, hingga kemampuan bahasa. Â
Baca Juga
Mengenai angka kejadian stroke di Indonesia, berdasarkan riset kesehatan dasar nasional (Riskesdas) pada 2018, kasusnya mencapai 12,2% atau mulai menanjak sejak rentang usia 45 tahun hingga lebih dari 75 tahun.
Advertisement
Itu artinya, terjadi pergeseran usia pada penderita stroke. Banyaknya usia produktif yang mengalami stroke pun menjadi atensi di kalangan medis dan masyarakat.Â
Faktor Risiko Stroke
Banyak studi dari dalam dan luar negeri mengenai faktor risiko stroke. Namun yang diketahui, faktor risikonya berkaitan langsung dengan perubahan kondisi pembuluh darah, seperti hipertensi, diabetes melitus, dan peningkatan kadar kolesterol (dislipidemia).Â
Selain faktor perubahan pembuluh darah yang memengaruhi kondisi sel otak, ada faktor risiko lain. Adalah pola hidup yang minim aktivitas fisik (sedentary lifestyle), termasuk juga tingkat konsumsi rokok dan atau alkohol, serta diet yang tak seimbang.
Faktor risiko tersebut ternyata dapat mengubah elastisitas atau bentuk pembuluh darah. Kondisi tersebut dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah, hingga dapat membentuk suatu plak di pembuluh darah.
Nah yang harus dipahami, perubahan pembuluh darah tersebut seringnya tak memberikan gejala awal. Kondisi tersebut dapat menjadi stroke ketika tidak mendapatkan tatalaksana yang sesuai.
Advertisement
Cegah Stroke dengan Metode USG
Berkaitan dengan upaya penurunan angka kejadian stroke, ada tatalaksana prevensi yang dapat dilakukan terutama di kalangan usia muda atau usia produktif. Selain rutin menjalankan pola hidup yang sehat, pengecekan faktor risiko terkait pembuluh darah juga mesti rutin dilakukan pemeriksaan.Â
Untuk melihat langsung kondisi pembuluh darah ini, dapat dilakukan dengan metode usg secara berkala. Pemeriksaan tersebut disebut CDUS (Carotid Duplex Ultrasonography). Ini adalah pemeriksaan untuk melihat kondisi pembuluh darah utama otak sebelum masuk ke rongga kepala dan TCCD (Transcranial Color Coded Dupplex), guna melihat kondisi pembuluh darah otak di dalam rongga kepala.Â
Modalitas pencitraan tersebut cenderung nyaman dilakukan pada pasien karena bersifat non-invasif dan menggunakan gelombang ultrasonik berfrekuensi rendah, sehingga tidak memberikan efek samping. Keuntungan pencitraan USG tersebut akan memberikan gambaran pembuluh darah secara real-time, hasil cepat dan dapat segera diberikan tatalaksana jika memang dibutuhkan.
Bagi kamu yang ingin mendapatkan kualitas hidup maksimal dan tidak mengalami keluhan, pemeriksaan terkait faktor risikonya dapat dilakukan minimal satu tahun sekali. Sementara jika memiliki risiko lebih tinggi, seperti pada lansia. atau mereka dengan keluhan gangguan pembuluh darah, pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat.Â
Yuk cegah stroke sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan modalitas USG pembuluh darah utama otak di RS EMC Pulomas. Kamu dapat berkonsultasi langsung dengan dokter saraf, yaitu dr. Rineke Twistixa Arandita Sp.N pada Senin-Sabtu mulai pukul 08.00 WIB.Â
Â
(*)Â