Kasus Sifilis Nyaris 21 Ribu Pasien, Kemenkes: Skrining dan Pengobatan Rendah

Kasus sifilis di Indonesia melonjak, Kemenkes ungkap skrining dan pengobatan masih rendah.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 11 Mei 2023, 16:02 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2023, 16:00 WIB
ilustrasi sifilis
Ilustrasi sifilis | (Freepik)

Liputan6.com, Jakarta - Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan adanya kenaikan kasus penyakit sifilis yang meningkat signifikan.

Dalam kurun lima tahun terakhir, angka sifilis naik 70 persen, dari sekitar 12.000 kasus pada tahun 2016 sampai hampir menyentuh 21.000 pada akhir 2022 lalu. Tepatnya, dari 12.484 kasus melonjak menjadi 20.783 kasus.

“Jadi, pasien yang ditemukan (terkena sifilis) setiap tahunnya terus bertambah, sampai sekarang mengalami lonjakan hingga 70 persen,” kata Juru Bicara (Jubir) Kemenkes RI, dr. Mohammad Syahril dalam konferensi pers secara virtual bertajuk ‘Melindungi Anak dari Penyakit Menular Seksual’ pada Senin, (8/5/2023).

Lebih lanjut, angka tersebut juga diikuti dengan data penambahan kasus setiap tahunnya, yaitu mencapai sekitar 17.000 hingga 20.000 kasus.

Tak hanya kasus yang melonjak tinggi, rendahnya pasien yang diskrining sifilis juga menjadi masalah, terutama pasien ibu hamil. Sebab, seperti diketahui, ibu hamil yang mengidap penyakit menular seksual rentan menularkannya kepada anak.

Syahril mengungkap, setiap tahunnya, ibu hamil yang diskrining sifilis hanya seperempat dari total 5 juta kehamilan.

“Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25 persen ibu hamil yang diskrining sifilis,” ungkap pria tamatan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret itu. 

Lebih lanjut, ia juga menuturkan bahwa dari jumlah tersebut sebanyak lebih dari 5.500 ibu hamil ditemukan terkena sifilis.

“Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” lanjut Syahril.

Selain skrining, pengobatan sifilis pada ibu hamil di Indonesia juga masih rendah. Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40 persen pasien, mengutip Syahril.

“Sisanya, sekitar 60 persen tidak mendapatkan pengobatan, berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan,” dia menambahkan.

Stigma Negatif, Salah Satu Pemicu Rendahnya Pengobatan Sifilis

Ilustrasi. obat epilepsi meningkatkan risiko autisme pada ibu hamil.
Ilustrasi sifilis pada ibu hamil. (Photo by Volodymyr Hryshchenko on Unsplash)

Menurut Syahril, stigma negatif di masyarakat yang masih beredar menjadi salah satu alasan angka pengobatan sifilis masih rendah.

“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu,” jelasnya.

Untuk menghilangkan stigma, Syahril menegaskan agar upaya bisa dilakukan dari orang-orang terdekat pasien agar fokus pada pengobatan pasien saja.

“Harus dijaga oleh keluarga dulu. Bisa dari pasangan, bisa dari anak, orang tua, atau lingkungan keluarga dan teman-teman. Kewajiban kita adalah membantu mengobati dia (pasien) dan tidak menularkan kepada kita,” katanya.

“Ada obat-obat yang diberikan kepada orang-orang yang menderita sifilis, itu tergantung tingkat penyakitnya, mulai dari ringan, sedang, maupun yang berat,” Syahril melanjutkan.

Kemenkes Imbau Masyarakat Hindari Perilaku Seks Berisiko

Untuk mencegah kenaikan kasus sifilis, Syahril mengingatkan masyarakat untuk memiliki kehidupan seksual yang sehat dan tidak berisiko.

"Kami mengimbau pasangan yang sudah menikah agar setia dengan pasangannya untuk menghindari seks yang berisiko," ujarnya.

Gejala Sifilis

Penyakit Tertentu dan Infeksi Menular Seksual
Ilustrasi Penyakit Menular Seksual Credit: pexels.com/Cole

Untuk dapat melancarkan proses skrining dan pengobatan, penting untuk mengenali gejala sifilis.

Dilansir dari WebMD, ada beberapa tahapan dan gejala sifilis.

1. Sifilis primer atau dini. 

  • Umumnya memiliki satu atau lebih luka kecil dan tidak nyeri pada kelamin/anus/mulut.
  • Kondisi ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 3-10 minggu. Hal ini membuat banyak orang yang tidak menyadari bahwa ia sudah terinfeksi.Muncul ruam di telapak tangan atau telapak kaki.

2. Sifilis sekunder. 

  • Tahap ini dimulai pada minggu ke-6 atau bulan ke-6 setelah terpapar.
  • Orang dengan sifilis sekunder biasanya mengalami ruam kemerahan di telapak tangan dan telapak kaki.
  • Memiliki ruam yang berbeda di bagian tubuh lain.
  • Memiliki kutil di selangkangan.
  • Bercak putih di bagian dalam mulut.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Demam, rambut rontok, dan penurunan berat badan. 

3. Sifilis tersier.

Jika infeksi tidak diobati secepatnya, penyakit dapat berlanjut ke tahap yang ditandai dengan masalah serius pada jantung, otak, dan saraf. Pengidap sifilis bisa menjadi lumpuh, buta, tuli, sampai menderita demensia atau impotensi.

Pengobatan Penyakit Sifilis

Penyakit Menular Seksual
Ilustrasi Penyakit Menular Seksual

Pengobatan penyakit sifilis yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan obat antibiotik penisilin, seperti melansir laman Kemenkes

Dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan dan tes alergi sebelum pengobatan diberikan. Beberapa obat oral juga dapat diberikan bagi pasien yang alergi terhadap penisilin.

Meski begitu, obat tersebut tidak dapat memperbaiki kerusakan organ yang disebabkan oleh infeksi bakteri sifilis. 

Oleh sebab itu, pengobatan akan lebih mudah dilakukan jika infeksi yang terjadi masih berada pada tahap awal.

Selain itu, efektivitas pengobatan penyakit sifilis ditentukan berdasarkan tahapan penyakit, serta tanda dan gejala yang dialami.

Terdapat juga obat antibiotik lainnya yang bisa digunakan sebagai alternatif, jika penisilin tidak cocok oleh pengidap penyakit menular seksual ini. Obat antibiotik tersebut antara lain adalah doxycycline, tetracycline, dan ceftriaxone.

Infografis 5 Gejala Sakit Kepala Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Gejala Sakit Kepala Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya