Komunitas Wanita Indonesia Keren Dorong Kesehatan Mental Masuk UU Kesehatan

Indonesia darurat kesehatan mental, Komunitas Wanita Indonesia Keren mendorong pemerintah untuk memasukkan isu kesehatan mental ke dalam UU Kesehatan RI.

oleh Chelsea Anastasia diperbarui 29 Mei 2023, 13:00 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2023, 13:00 WIB
Wanita Indonesia Keren (WIK) dalam acara Media Brief bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ pada Jumat, (26/5/2023).
Wanita Indonesia Keren (WIK) dalam acara Media Brief bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ pada Jumat, (26/5/2023). (dok. Wanita Indonesia Keren)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak penggunaan media sosial meningkat, banyak diskusi tentang isu kesehatan mental naik ke permukaan.

Tak hanya ramai di jagat maya, menurut Ketua Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK), Maria Ekowati, banyak peneliti telah mengamati bahwa kondisi kesehatan mental penduduk Indonesia perlu perhatian yang lebih dalam.

“Kami sebagai pengamat, banyak sekali melihat terjadinya flexing, bullying, kekerasan, yang dilakukan bukan hanya dari orangtua kepada anak, tetapi juga anak terhadap temannya,” tuturnya dalam acara Media Briefing bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ di kawasan Jakarta Selatan pada Jumat, (26/5/2023).

Dalam hal ini, masalah kesehatan mental remaja di Tanah Air merupakan yang paling mengkhawatirkan. Merujuk pada data Indonesia National Adolescent Mental Health Survey pada tahun 2022, Maria mengungkap, 1 dari 20 remaja Indonesia memiliki gejala gangguan mental.

Survei yang sama juga menunjukkan bahwa gangguan cemas paling banyak dialami oleh remaja, tidak memandang jenis kelamin dan usia.

“Kami ingin memastikan masyarakat memahami bahwa kesehatan fisik harus dibarengi dengan kesehatan mental,” ujar Maria.

Oleh sebab itu, Maria menegaskan, pihaknya mendorong pemerintah untuk memasukkan isu kesehatan mental dalam pembahasan Undang-Undang (UU) Kesehatan.

Ia juga mengungkap, WIK melakukan tiga bentuk tindakan nyata yang juga menjadi ajakan untuk masyarakat dan pemerintah, antara lain:

  1. Mendukung pemerintah mengeluarkan kebijakan yang berpihak pada kesehatan mental.
  2. Menggerakan edukasi dan promosi tentang kesehatan mental sejak usia dini.
  3. Mengajak masyarakat turut bersama mengampanyekan promosi kesehatan mental.

Rendahnya Akses Layanan Kesehatan Mental

Cara Berdamai Dengan Rasa Insecure Pertama Kali Menjadi Ibu Menurut Psikolog Anak
Ilustrasi rendahnya akses layanan kesehatan mental. (Sumber foto: Pexels.com).

Angka masalah kesehatan mental yang cukup tinggi di Indonesia, menurut Maria, juga disebabkan oleh rendahnya akses terhadap layanan kesehatan mental.

“Idealnya, layanan kesehatan mental, menjadi satu dengan layanan kesehatan fisik dan tidak dipisahkan seperti saat ini dengan adanya rumah sakit jiwa,” jelasnya.

“Oleh karena itu, komunitas kami menegaskan pentingnya edukasi publik secara masif tentang kesehatan mental,” Maria menambahkan.

Telah Berdiskusi dengan Komisi IX DPR RI

Lebih lanjut, Maria mengatakan, pihak WIK telah berdiskusi dengan Komisi IX DPR RI yang memiliki lingkup tugas di bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan. 

“Kami juga sudah kami juga sudah berbicara dengan Komisi IX sebagai regulator. Kami sudah melakukan pemaparan mengenai kepedulian kami terhadap kesehatan mental,” kata wanita yang juga seorang psikolog tersebut.

“Dari Komisi IX juga kami mendapatkan sambutan yang baik,” dia melanjutkan.

Narsis dan Flexing Termasuk Gangguan Kesehatan Mental

ilustrasi uang, orang kaya, keserakahan
ilustrasi uang, orang kaya, keserakahan. (Photo by Sharon McCutcheon on Unsplash)

Maria mengungkap, dari banyaknya gangguan kesehatan mental pada penduduk Indonesia, kepribadian narsistik dan flexing termasuk ke dalamnya.

Adapun kepribadian narsistik adalah kondisi gangguan kepribadian di mana seseorang merasa dirinya paling penting, sangat membutuhkan perhatian, dan kekaguman terhadap diri sendiri yang berlebihan, seperti melansir laman Kementerian Kesehatan RI.

Sementara itu, merujuk pada penjelasan Maria, flexing adalah perilaku di mana seseorang menunjukkan atau memamerkan perasaan bangga atau senang terhadap sesuatu yang dilakukan atau dimiliki secara berlebihan.

“Misalnya, memamerkan status sosial yang tinggi, kekayaan yang dimiliki. Flexing ini adalah perilaku pamer yang berlebihan tentunya. Kalau kita merasa bangga atau senang secukupnya, itu sesuatu yang wajar,” ungkapnya.

Menurutnya, pola asuh sejak masa kecil berperan penting dalam pembentukan gangguan kepribadian narsistik dan flexing.

Meski begitu, lanjut Maria, lingkungan sekitar seseorang seiring pertumbuhan juga dapat memengaruhi terbentuknya gangguan kepribadian ini.

“Tapi, manusia itu fleksibel. Selama pertumbuhan dan perkembangannya, bisa juga ia dipengaruhi oleh lingkungannya,” katanya.

Tentang Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK)

Wanita Indonesia Keren (WIK) dalam acara Media Brief bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ pada Jumat, (26/5/2023).
Wanita Indonesia Keren (WIK) dalam acara Media Brief bertajuk ‘Pentingnya Kesehatan Mental untuk Cegah Bullying dan Flexing’ pada Jumat, (26/5/2023). (dok. Wanita Indonesia Keren)

Komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK) adalah komunitas perempuan yang didirikan pada tahun 2022 oleh Maria Ekowati, Wiwiek Hargono, Anastasia Puji Rahyuningtyas, dan Rahayu Setiowati.

Komunitas ini bertujuan untuk memberi ruang kepada perempuan untuk makin kreatif, responsif, empati, dan nyata. Dengan begitu, perempuan dapat mandiri secara ekonomi, kepribadian, ideologi, serta spiritual. 

Diketuai oleh Maria Ekowati, WIK telah melakukan serangkaian edukasi dan promosi pemberdayaan perempuan. Intervensi kesehatan mental di berbagai daerah di Indonesia adalah salah satu di antaranya.

Infografis  Apa yang Mempengaruhi Orang Mendiagnosis Sendiri Terkait Kesehatan Mental?
Apa yang Mempengaruhi Orang Mendiagnosis Sendiri Terkait Kesehatan Mental?(Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya