Liputan6.com, Jakarta - Rokok elektrik atau vape seringkali dijadikan solusi untuk menghentikan kecanduan rokok konvensional. Sayangnya, hal ini tak sepenuhnya benar.
Belum diketahui efek jangka panjang dari penggunaan rokok elektrik, Ketua Kelompok Kerja Bidang Rokok PDPI, Feni Fitriani Taufik menekankan bahwa vape tidak lebih baik dibandingkan dengan rokok konvensional.
Baca Juga
“Vape itu meskipun jumlah zat berbahayanya lebih sedikit, tetapi bukan berarti lebih aman atau tidak berbahaya,” kata Feni pada Konferensi Pers Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan oleh PDIP dan IDI, ditulis Sabtu, (3/6/2023).
Advertisement
Hingga saat ini para ahli belum mengetahui efek jangka panjang dari vape. Hal ini dikarenakan peredaran vape masih tergolong baru.
“Satu hal untuk masalah beredar digunakan, vape memang belum selama rokok konvensional yang kita tahu banyak digunakan saat ini,” lanjutnya.
Menurut Feni, masih dibutuhkan waktu untuk mengetahui efek jangka panjang. Akan tetapi, dengan diketahuinya persamaan kandungan antara vape dan rokok konvensional, dapat diperkirakan bahwa efek jangka panjang antara keduanya tak jauh berbeda.
“Untuk efek jangka panjang vape mungkin kita butuh waktu ya. Tapi, dengan kita tahu bahwa ada bahan-bahan berbahaya yang sama dengan rokok konvensional ada pada vape tersebut, meski dalam konsentrasi kecil, potensi jangka panjangnya mungkin akan kurang lebih sama,” ungkap Feni.
Tubuh Tak Diciptakan untuk Menerima Zat Berbahaya
Feni menjelaskan bahwa sesedikit apapun zat berbahaya yang terkandung pada rokok elektronik tetap tidak aman bagi tubuh. Tubuh tidak diciptakan untuk dimasuki bahan berbahaya dalam jumlah berapapun.
“Tubuh kita ini kan sebenarnya tidak diciptakan untuk dimasuki oleh bahan berbahaya sesedikit apapun. Artinya, kalaupun kadarnya (zat berbahaya) sedikit pada vape, tetap tubuh kita tidak siap untuk diberikan bahan karsinogenik dan bahan-bahan yang bisa merusak jaringan paru,” jelas Feni.
Advertisement
Berpotensi Timbulkan Berbagai Penyakit
Lebih lanjut, Feni menyebutkan bahwa penggunaan vape dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya batuk yang berkelanjutan.
“Efek akut vape yang sering kita lihat pada pasien adalah batuk-batuk mirip seperti bronkitis, padahal sudah dipastikan tidak ada apa-apa. Ternyata, pada orang dewasa muda ini karena dia menggunakan vape akhirnya timbul batuk yang berkelanjutan,” jelasnya.
Feni menambahkan, bukti yang telah didapatkan secara ilmiah menunjukkan bahwa pada pengguna vape ini ditemukan peningkatan risiko seperti bronkitis, pneumonia, dan radang jaringan paru.
Penelitian lainnya menemukan adanya risiko kanker pada orang yang menggunakan vape.
“Pada saat dicek urinenya, ditemukan bahan yang bisa menyebabkan kanker kantung kemih,” kata Feni.
Tetap Tak Lebih Baik Daripada Rokok Konvensional
Menurut Feni, rokok elektronik juga tidak direkomendasikan sebagai alat bantu berhenti merokok karena memiliki risiko mencetuskan adiksi yang sama dengan rokok konvensional.
Zat kimia berbahaya pada rokok elektrik berada pada cairan atau liquid yang dipanaskan mengandung nikotin, propilen glikol dan gliserin.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh RS Persahabatan mendapatkan bahwa pada urin perokok elektrik terdapat kadar residu nikotin yang kadarnya sama dengan urin perokok konvensional. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa rokok elektrik tidak aman.
Rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan walaupun secara praktiknya tidak mengandung asap, pada prinsipnya tetap memiliki unsur tembakau.
Semua bentuk metabolisme tembakau akan menghasilkan nikotin yang menstimulasi otak dan menyebabkan candu atau adiksi.
Selan itu, berbagai hasil residu rokok elektrik dalam bentuk logam dan partikel masih memiliki risiko jangka panjang terhadap kesehatan.
Advertisement