Liputan6.com, Depok Ada beberapa mitos soal minum Tablet Tambah Darah (TTD) yang dinilai dapat menghambat pencegahan stunting pada anak. Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI sedang menggencarkan minum tablet tambah darah pada remaja putri agar kelak tidak berisiko lahirkan bayi stunting.
Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Endang L. Achadi mengakui mitos-mitos seputar tablet tambah darah cukup membuat ibu hamil, khususnya yang mempunyai riwayat anemia bingung.
Baca Juga
Mereka pun menjadi enggan minum obat tablet tambah darah.
Advertisement
"Tablet tambah darah, misalnya, mitosnya bikin anak terlalu besar. Mitos lain, takut tekanan darah tinggi karena kebanyakan minum obat tablet tambah darah," ucap Endang saat berbincang dengan Health Liputan6.com di Gedung FKM UI, Depok, Jawa Barat, ditulis Senin (27/11/2023).
"Padahal, itu mitos, enggak ada seperti itu, sehingga mereka tidak mau minum tablet tambah darah."
Tablet Tambah Darah Membuat Mual
Salah satu keluhan lain adalah minum tablet tambah darah justru membuat mual dan perih. Gejala ini dapat diatasi dengan minum obat sebelum tidur malam.
"Tablet tambah darah memang membuat sebagian orang mual, perutnya perih gitu. Dipikirnya, wah, jangan-jangan ini enggak bagus. Padahal, itu tidak berbahaya," lanjut Endang.
"Cuma mereka harus tahu, kapan minumnya supaya tidak terasa mual dan perih. Misalnya, malam hari, sesudah makan, sebelum tidur. Pengetahuan-pengetahuan seperti ini yang perlu kita sampaikan."
Adapun upaya pencegahan stunting oleh Kemenkes dilakukan dengan intervensi spesifik pada calon ibu sejak remaja dengan memberikan tablet tambah darah. Dalam hal ini, jangan sampai calon ibu di usia remaja mengalami anemia.
Beri Penjelasan Manfaat Tablet Tambah Darah
Sosialisasi tablet tambah darah juga harus disampaikan baik kepada para tenaga kesehatan di lapangan. Ini supaya para tenaga kesehatan dapat menyampaikan penjelasan kepada ibu hamil yang anemia seputar manfaat tablet tambah darah.
"Tenaga kesehatan merupakan sumber informasi yang masih dan paling bisa dipercaya oleh masyarakat. Jadi itu kan menjadi strategis. Yang namaanya ibu hamil akan melakukan apa saja untuk bayinya kalau dia tahu manfaatnya," terang Endang L. Achadi.
"Nah, manfaat yang harus disampaikan oleh tenaga kesehatan pada ibu hamil. Misalnya, bahayanya anemia, ya jangan anemia. Mereka pasti mencari cara, mencari kalau dia tahu bahwa itu berisiko untuk anaknya."
Dalam hal ini, bagaimana memberikan pengetahuan yang benar pada masyarakat melalui tenaga kesehatan.
"Dan biasanya semua masyarakat akan mengambil perilaku yang kira-kira memang ada manfaatnya, menguntungkan, misalnya minum tablet tambah darah atau menghindari perilaku yang merugikan, tidak minum tablet tambah darah karena dia enggak tahu tentang anemia," pungkas Endang.
Advertisement
Pemahaman Tenaga Kesehatan Perlu Diperkuat
Endang L. Achadi menekankan, pemahaman tenaga kesehatan juga perlu diperkuat. Hal ini agar apa yang disampaikan kepada masyarakat, terutama seputar stunting dan gizi ibu dan balita dapat tersampaikan dengan baik.
"Kalau tenaga kesehatan masih perlu diperkuat, berarti kadernya juga nantinya harus diperkuat. Tapi pada umumnya sih tenaga kesehatan lebih bagus karena pendidikannya, ya latar belakang pendidikannya," imbuhnya.
"Nah, kalau tenaga kesehatan, mereka di sini sebagai mitra dari kader."
Pastikan Tablet Tambah Darah Diminum
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, upaya mencegah stunting yang paling penting adalah mesti intervensi spesifik jangan sampai ibu di usia remaja mengalami anemia.
Intervensinya dengan memberikan tablet tambah darah dan memastikan tablet tersebut diminum.
Upaya lain yang juga penting adalah dengan memberikan protein hewani melalui MPASI sejak anak usia 6 sampai 24 bulan.
“Makanan tambahan ini saya sampaikan bukan biskuit, tapi makan yang mengandung protein hewani bisa ikan, bisa ayam, bisa daging sapi, yang paling gampang adalah telur,” ucapnya dalam pertemuan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di Bogor, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023).
Anak Stunting Itu Sudah Telat
Budi Gunadi Sadikin menekankan, kalau anak sudah stunting itu sudah telat. Jadi, jangan tunggu sampai stunting.
“Caranya adalah jika berat badan anak tidak naik maka harus langsung kirim ke Puskesmas untuk diintervensi dan diberi makanan tambahan selama 14 hari,” tegasnya.
Stunting merupakan kurang gizi yang mengakibatkan rendahnya IQ anak sebesar 20 persen di bawah rata-rata. Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang pendapatan daerah, apabila sumber daya manusia di suatu daerah memiliki IQ rendah, maka pendapatan daerah akan rendah juga.
Masalahnya, jika seseorang dengan intelektual rendah, dia tidak bisa bekerja dengan profesi yang lebih tinggi yang menghasilkan income yang juga lebih tinggi.
“Kalau kita mau maju, pendapatannya tinggi, jangan sampai stunting. Karena kalau stunting itu intelektualnya 20 persen lebih rendah,” pungkas Menkes Budi.
Advertisement