Relawan Dokter Ungkap Pengalaman Bertugas di Jalur Gaza, Tangani Luka Tembak dan Ledakan Jadi Pekerjaan Sehari-hari

Kedatangan dua relawan dokter spesialis yakni Dede Subrata, SpAn, dan Faradina Sulistiyani, disambut hangat di Indonesia usai bertugas di jalur Gaza.

oleh Rahil Iliya Gustian diperbarui 30 Jun 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 30 Jun 2024, 09:00 WIB
Ilustrasi Palestina.
Dua dokter spesialis yang bertugas di Gaza, Palestina sudah kembali ke Indonesia. Seorang dokter bedah ungkap luka yang sering ditangani adalah akibat ledakan dan tembakan. (Dok. safary248/Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis anestesi Dede Subrata dan dokter spesialis bedah Faradina Sulistiyani sudah selesai bertugas di jalur Gaza. Kehadiran Dede dan Faradina disambut hangat oleh Presidium MER-C (Medical Emergency Rescue Committee), Faried Thalib, serta sejumlah relawan lainnya.

Dede menyatakan perasaannya campur aduk antara sedih dan bahagia saat tiba di Indonesia.

"Sedihnya adalah karena harus meninggalkan saudara-saudara kita yang sedang dalam kesulitan di Jalur Gaza. Bahagianya adalah bisa kembali berkumpul dengan keluarga dan rekan-rekan di Indonesia," kata Dede dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com ditulis Minggu, 30 Juni 2024.

Faradina juga mengungkapkan perasaan bersyukurnya bisa kembali ke Indonesia, tapi di sisi lain dia merasa sedih.

"Perasaan saya akhirnya bisa kembali ke Indonesia, alhamdulillah saya bersyukur. Namun, di sisi lain, saya juga sedih karena kita punya keluarga di Palestina sana," katanya.

Faradina mengatakan bahwa Gaza sudah terasa seperti rumah kedua baginya.

"Itu saudara kita sesama muslim, dan di sana sudah terasa seperti rumah kedua bagi saya," ungkap Faradina.

Selama empat minggu bertugas di Gaza bersama EMT MER-C, Dede menjelaskan bahwa mereka ditempatkan di Rumah Sakit Nasser. Di sana, mereka berkolaborasi dengan dokter-dokter Palestina.

"Kami ditugaskan di kamar operasi bersama Faradina, dokter spesialis bedah, Yasmin, dokter obgyn, dan Farhan, dokter emergency. Di rumah sakit tersebut, kami bersama-sama membantu masyarakat di Gaza," jelasnya.

Faradina menambahkan dirinya mendapat pengalaman luar biasa selama bertugas di Gaza. Dia mengatakan bahwa meski terus dihancurkan, masyarakat Gaza selalu bangkit kembali dengan cepat dan efektif.

 

Pengalaman Berkesan di Gaza

Dede mengungkapkan bahwa semua momen di Gaza sangat berkesan baginya, terutama saat beraktivitas bersama masyarakat, seperti makan dan bekerja bersama.

"Yang paling berkesan adalah mempelajari bagaimana karakter masyarakat Gaza yang sangat strong. Mentalnya itu tidak pernah mengeluh sedikitpun, selalu bersyukur kepada Allah SWT apapun yang terjadi dalam kehidupannya. Seburuk apapun yang terjadi mereka selalu mengucapkan alhamdulillah," ujarnya.

Dede menambahkan, apapun yang terjadi, saat ini masyarakat Gaza akan membangun jalur Gaza ini berapa kali pun di bom, mereka akan membangun kembali jalur Gaza.

Faradina menambahkan bahwa setiap hari disana selalu berkesan baginya.

"Saya menyadari bahwa setiap orang di Gaza memiliki luka, baik fisik maupun mental, tetapi mereka bangkit kembali dan mereka bangga dengan luka-luka itu," kata Faradina.

 

Faradina Bercerita Pengalamannya Mengobati Pasien di Gaza

Faradina berkata pernah menangani pasien yang menjalani operasi hingga lima kali karena komplikasi.

"Jadi luka yang paling sering tentu saja akibat luka ledakan atau tembakan, tapi luka ledakan itu tidak sederhana. Artinya karena efeknya masif, kita tidak memprediksi dan banyak tempat (luka)," ujarnya.

Dokter spesialis bedah itu mengatakan satu pasien bisa diamputasi kanan eksternal fiksasi kiri, amputasi tangan, lalu ada hematotorak sehingga perlu dibuka, bersamaan juga dengan terdapat sisa-sisa ledakan di dalam perutnya, dan tidak hanya ada di satu titik.

"Tapi mungkin Allah yang menghendaki menciptakan manusia sekuat itu, sehingga mereka bisa bertahan untuk menyampaikan pesan betapa kekuatan itu memang dari Allah SWT, dan mereka bangga dengan itu."

Tantangan Selama Bertugas di Gaza

Selama bertugas, Faradina mengungkapkan tantangan utama adalah keterbatasan suplai medis yang belum diperbolehkan masuk.

"Bagaimana kita bisa tetap melaksanakan tugas melayani pasien tapi dengan medical suply yang terbatas," ujarnya. Selain itu, pergerakan juga terbatas, sehingga pelayanan harus diberikan secara efektif.

"Bisa jadi sebenernya tantangan terbesar itu bukan dari mereka yang menghancurkan tempat itu, tapi tantangan terbesar itu justru menaklukan ego kita sendiri pada saat kita bertugas," kata Faradina.

Sementara itu, Dede menambahkan bahwa dirinya bersukur diberikan jalan yang indah oleh Allah SWT selama bertugas di Gaza.

 

Harapan untuk Gaza

Jika ada kesempatan lagi, Faradina berharap bisa kembali bertemu dengan saudara-saudaradi Gaza.

"Mereka selalu mengatakan, tolong ingat kami di sini, kami saudaramu, ini adalah rumah kedua bagimu, kami akan selalu senang jika kamu datang ke Palestina, Gaza." kata Faradina.

Dede juga berharap bisa kembali ke Gaza untuk membantu saudara-saudara di sana.

"Insya Allah berangkat lagi ke Gaza. Ayo kita bantu saudara-saudara muslim yang sedang kesusahan di Gaza, bersama MER-C," ungkapnya.

Faradina menyampaikan pesan terkait situasi di Gaza,

"Mereka selalu meminta saya untuk menyampaikan kondisi mereka di Palestina. Apa yang terlihat di media sosial hanya sebagian kecil, dan kenyataannya jauh lebih berat. Mereka meminta tolong agar kita selalu mendoakan mereka."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya