Latiao Berpotensi Tercemar Salmonella, BPOM Imbau untuk Setop Konsumsi

Mengingat bahaya yang mengintai, BPOM mengimbau masyarakat untuk menghentikan dulu konsumsi latiao.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 05 Nov 2024, 09:00 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2024, 09:00 WIB
Taruna Ikrar
Kepala BPOM Taruna Ikrar soal latiao (4/11/2024). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin

Liputan6.com, Jakarta - Jajanan pedas asal China latiao membuat anak-anak SD di 7 daerah mengalami keracunan.

Terkait hal ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah mengambil keputusan untuk menarik beberapa produk yang berhubungan dengan latiao.

“Karena di dalamnya mengandung Bacillus cereus yang bisa menimbulkan toksin dan telah berdampak di 7 daerah. Tentu kita tidak ingin rakyat kita akan ada kejadian luar biasa berikutnya. Oleh karena itu, BPOM mengambil langkah cepat untuk menarik kemudian mengamankan, serta kita juga memanggil perusahaan importir yang mengimpor produk ini,” kata Kepala BPOM, Taruna Ikrar dalam temu media di Jakarta, Senin (4/11/2024).

Mengingat bahaya yang mengintai, BPOM pun mengimbau masyarakat untuk menghentikan dulu konsumsi terhadap jajanan tersebut. Pasalnya, bukan hanya Bacillus cereus, latiao bisa pula mengandung bakteri lain seperti salmonella.

“Karena dia high risk, kita mengambil langkah tegas dan cepat, kita tidak mau nanti tumbuh mikroorganisme. Yang pertama kita dapatkan uji lab baru Bacillus cereus, tapi boleh jadi high risk muncul bakteri lain seperti salmonella, mungkin jamur, fungi dan bisa berdampak ada sistem saraf, sistem metabolisme kita, kemudian ada faktor lain lagi,” jelasnya.

Latiao Masuk Jenis Pangan High Risk

Sebelumnya, Taruna menyampaikan barang pangan terbagi dalam dua kategori. Ada yang high risk dan low risk.

“Apa bedanya? High risk dia biasanya adalah makanan atau pangan bersifat sterilisasi. Kalau yang low risk itu pangan yang umum digunakan. Seperti produk Indonesia kita sebut dengan industri rumah tangga. Tapi kalau pangan low risk ini sangat sensitif terhadap tiga hal.”

“Satu sensitif terhadap masa, biasanya 1-2 hari basi. Kemudian yang kedua, juga sangat sensitif terhadap suhu. Kalau disimpan di bawah suhu rendah, dampaknya bisa tahan tambah 1-2 hari lagi baru basi. Itu low risk atau umum digunakan. Sedangkan high risk, dalam bentuk kemasan, kemudian diekspor. Nah latiao termasuk sebetulnya awalnya kita anggap low risk, ternyata high risk,” jelas Taruna.

341 Sarana Penjualan Latiao Sudah Diperiksa

Lebih lanjut, Taruna menyampaikan bahwa menurut rekap BPOM, ada 341 sarana yang elah diperiksa.

Ini terdiri dari 214 ritel atau toko, 27 disributor, 100 kantin dan warung di area sekolah. Sebanyak 9,68 persen atau 33 sarana yaitu 20 distributor, 12 ritel dan 1 toko warung di area sekolah ditemukan menjual latiao dengan total 77.219 bungus dengan 95 item atau varian.

“Dari 77.219 bungkus tadi, atau 95 item varian, telah di-sampling sejumlah 750 pcs, diturunkan dari rak display diamankan. Sementara 76.420 pcs dan sejumlah 49 pcs tadi dimusnahkan karena kedaluwarsa atau tanpa izin edar,” jelas Taruna.

“Dari data itu kami sudah menunjukkan kami sudah bertindak secara cepat, tegas, dan tentu ini menjadi perhatian khalayak. Anjuran kami bahwa untuk produk ini sebaiknya masyarakat jangan mengonsumsi,” imbaunya.

Kasus Keracunan Latiao

Sebelumnya, dilaporkan bahwa latiao mengakibatkan anak-anak mengalami muntah, pusing, dan bahkan dilarikan ke rumah sakit. BPOM menyebut kejadian ini sebagai Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (KLBKP).

"Kami menerima laporan mengenai kejadian luar biasa keracunan pangan di beberapa wilayah di Indonesia. Kasus pertama terjadi di Lampung, diikuti oleh Sukabumi, Wonosobo, Tangerang Selatan, Bandung Barat, Pamekasan, dan yang terakhir di Riau," ungkap Taruna Ikrar, dalam konferensi pers hybrid di Jakarta pada Jumat, 1 November 2024.

Taruna menjelaskan bahwa latiao adalah produk makanan olahan dari tepung dengan tekstur kenyal dan rasa pedas gurih. Jajanan ini sempat viral di media sosial dan menjadi favorit di kalangan masyarakat Tiongkok.

BPOM telah mengambil langkah cepat atas tragedi anak SD keracunan latiao dengan bekerja sama dengan pihak terkait di setiap wilayah untuk melakukan pengambilan sampel dan uji laboratorium.

Hasil uji laboratorium menunjukkan adanya masalah pada jajanan tersebut. "Kami menemukan indikasi kontaminasi bakteri Bacillus cereus pada produk latiao. Bakteri ini menghasilkan toksin yang dapat menyebabkan gejala keracunan seperti sakit perut, pusing, mual, dan muntah," jelas Taruna.

Infografis Penawar Racun & Silang Tunjuk Kasus Gagal Ginjal Akut Anak
Infografis Penawar Racun & Silang Tunjuk Kasus Gagal Ginjal Akut Anak (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya