Cegah Tubuh Kebal Antibiotik, Menkes Budi Ingatkan Konsumsi Antibiotik Harus dengan Resep Dokter

Jangan sembarangan makan antibiotik. Konsumsi antibiotik harus dengan resep dokter.

oleh Tim Health diperbarui 13 Des 2024, 14:20 WIB
Diterbitkan 11 Des 2024, 21:00 WIB
Menkes RI Dalam Sambutan diacara Pekan Kesadaran Resistansi Antimiroba Sedunia 2024. (Dok Kemenkes)
Menkes Budi Gunadi Sadikin Dalam Sambutan diacara Pekan Kesadaran Resistansi Antimiroba Sedunia 2024. (Dok Kemenkes)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mewanti-wanti masyarakat agar tidak sembarangan mengonsumsi antibiotik. Penggunaan obat ini harus dengan resep dokter.

"Jangan membeli sendiri antibiotik, harus dengan resep dokter. Itu yang paling penting buat masyarakat kita," kata Menkes Budi di Jakarta pada hari Minggu kemarin.

Pembelian antibiotik tanpa resep dokter membuat seseorang serampangan dalam mengonsumsinya. Padahal, obat ini harus dikonsumsi dengan aturan, baik dari dosis dan frekuensi.

Bila sembarangan mengonsumsi antibiotik maka bisa menyebabkan bakteri yang ada di dalam tubuh menjadi kebal terhadap antibiotik. Alih-alih bakterinya terbunuh oleh antibiotik, namun justru bakteri tersebut bertambah kebal dan menjadi resistan terhadap antibiotik.

"Ini yang harus hati-hati, tubuh manusia jangan sampai resistan terhadap patogen atau kuman tertentu karena (diakibatkan) pemberian antibiotik yang salah," lanjutnya mengutip Antara, 

Dokter Mesti Ingatkan Bahaya Konsumsi Antibiotik Sembarangan

Di kesempatan yang sama, Budi memaparkan agar dokter di Indonesia memberikan informasi tentang penggunaan antibiotik dengan baik ke masyarakat. Jelaskan juga risiko bahaya bila makan antibiotik sembarangan. 

Kepada masyarakat, bila dokter sudah meresepkan antibiotik, maka patuhi aturan konsumsi obat.

"Kalau sudah dikasih resep dokter, (misalnya) sekali sehari, dua kali sehari, selama 3-5 hari, itu harus diminum benar-benar sampai habis dan jangan kurang/berhenti," lanjutnya.

 

 

Sorot Tingginya Penggunaan Antibiotik di Indonesia

Budi juga menyoroti tingginya penggunaan antibiotik di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan berbagai penelitian yang menyatakan adanya pencemaran antibiotik di tempat yang tidak seharusnya.

Ia mengimbau kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan antibiotik, sehingga potensi bahaya yang ditimbulkan oleh silent pandemic, yang salah satunya diakibatkan oleh resistansi antimikroba bisa dihindari oleh masyarakat Indonesia.

Batuk Pilek Perlu Makan Antibiotik Enggak?

Tidak setiap batuk dan pilek perlu mengonsumsi obat apalagi obat antibiotik seperti disampaikan dokter spesialis anak konsultan Profesor Edi Hartoyo.

Lebih lanjut, Edi memaparkan bahwa sekitar 60 persen batuk pilek itu disebabkan virus. Padahal seperti kita ketahui antibiotik adalah obat untuk mengatasi infeksi akibat bakteri.

"Sebagian besar batuk pilek kurang dari seminggu dan deman tidak terlalu tinggi itu adalah karena virus, jadi tidak diperlukan antibiotik," kata Edi secara daring pada Selasa, 10 Desember 2024.

Namun, Edi tidak menampik bahwa batuk pilek bisa disebabkan bakteri yang salah satu pengobatannya adalah dengan antibiotik. Walau hanya sebagian kecil.

"Ciri-cirinya adalah ingus berwarna hijau, anak demam tinggi, dengan kondisi lebih dari seminggu," kata Edi.

Bijak Konsumsi Antibiotik

 Ini dua aspek bijak dalam penggunaan antibiotik:

1. Harus diduga kuat disebabkan bakteri

"Antibiotik ini diperlukan untuk infeksi yang karena bakteri. Kalau virus itu tidak perlu antibiotik, parasit tidak perlu juga," katanya.

2. Perhatikan dosis, interval, lama pemberian dan jenis antibiotik serta perlu evaluasi.

Jangan asal-asalan mengonsumsi antibiotik. Apalagi menyimpan stok obat antibiotik.

Sayangnya, data Riset Kesehatan Dasar pada 2013 menunjukkan 86,1 persen masyarakat menyimpan antibiotik di rumah tanpa resep dokter

"Kadang saya di ruang prakek, ada orangtua yang menyampaikan bahwa anak panas enggak turun-turun, lalu orangtuanya menyampaikan bahwa anak sudah dikasih antibiotik. Padahal itu tidak ada resep dokter," kata Edi.

"Padahal konsumsi antibiotik ini perlu pengawasan ketat," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya