Liputan6.com, Jakarta - Kasus kekerasan seksual yang dilakukan residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) terjadi di ruang kosong.
Diketahui, pada pertengahan Maret lalu, dokter berinisial PAP melakukan tindak asusila pada pendamping pasien dengan dalih cek darah. Pasien pun diarahkan ke ruang nomor 711 Gedung MCHC Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) sekitar pukul 01.00 WIB. Ini adalah ruangan baru yang belum digunakan.
Advertisement
Baca Juga
Di ruang ini, pasien membius korban hingga tak sadarkan diri dan melancarkan tindakan kejinya.
Advertisement
Mengingat kasus ini terjadi di ruang kosong, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong aturan baru tentang penguncian atau penyegelan ruangan di rumah sakit yang tidak atau belum digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya penyalahgunaan fasilitas rumah sakit.
“Harus ada SOP terkait keberadaan ruang kosong di rumah sakit. Semua ruang kosong itu harus disegel dan dikunci tidak boleh bisa dimasuki oleh orang, siapapun, kalau kosong,” ujar Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Azhar Jaya, dalam temu media di gedung Kemenkes, Jakarta, Senin (21/4/2025).
“Penguncian ruang kosong akan kami berlakukan sebagai standar di seluruh rumah sakit,” tambahnya.
Pasien Berhak Tolak Layanan Kesehatan Jika Merasa Tak Aman
Lebih lanjut, Azhar mengatakan bahwa pasien berhak menolak setiap tindakan medis yang membuat mereka merasa tak aman. Misalnya tindakan tanpa pendampingan.
Menurut Azhar, tindakan medis yang hanya melibatkan satu dokter dan satu pasien di ruang tertutup, apalagi lawan jenis, memang tidak diperbolehkan.
“Nggak boleh pasien seorang diri dengan dokter. Pasien boleh menolak kalau merasa unsecure (tidak aman). Emang Standard Operating Procedure/SOP-nya pasien tak boleh sendiri apalagi lawan jenis,” jelas Azhar.
Sementara, kasus di lapangan dilakukan oleh oknum dokter yang tidak bertanggung jawab.
“Kembali lagi, ini oknum dan kebetulan ada ruang kosong,” ujar Azhar.
Advertisement
Perlu Perbaikan Serius di RS Pendidikan
Hadir secara daring, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan perlu adanya perbaikan yang serius di rumah sakit pendidikan.
“Memang harus ada perbaikan yang serius di rumah sakit pendidikan, PPDS ini saat belajar memang harus diawasi oleh gurunya. Jadi, tidak boleh dia dilepas begitu saja, nanti kami akan perketat,” kata Budi.
Dia menambahkan, para peserta PPDS kerap diarahkan oleh senior, bukan konsulen. Sementara di banyak negara lain, PPDS diajarkan langsung oleh konsulen yang merupakan dokter spesialis profesional.
Budi pun menemukan, di banyak rumah sakit di Indonesia, pekerjaan dokter anestesi dapat dilakukan langsung oleh PPDS anestesi, yang mana mereka masih dalam tahap belajar untuk menjadi spesialis anestesi.
“Ini sangat buruk untuk patient safety (keamanan pasien) dan kejadian ini terjadi, saya serius akan memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi,” ucapnya.
Cara Kerja Dokter Anestesi
Budi juga menerangkan, di berbagai negara dokter anestesi bekerja dengan memerhatikan keamanan pasien. Dokter anestesi terus mendampingi pasien sejak disuntikkannya obat bius hingga selesai operasi.
“Di seluruh dunia, demi keamanan pasien, sejak pasien masuk ke ruang operasi sampai keluar itu dokter anestesinya harus selalu ada di situ. Karena ya kalau terjadi apa-apa pasiennya bisa celaka.”
Sayangnya, di Indonesia tidak demikian. Ketika pasien sudah tak sadar, dokter malah keluar.
“Di Indonesia ternyata praktiknya banyak yang keluar, begitu sudah tidur langsung keluar itu dokter anestesinya. Jadi praktik-praktik seperti ini sangat berbahaya dan tidak memenuhi standar base practices,” ucap Budi.
Hal ini ia temukan saat melakukan pembekuan sementara pada Prodi Anestesi RS Kariadi dan RSHS.
“Dan saya dengar ini terjadi hampir di seluruh rumah sakit pendidikan. Jadi yang mengerjakan pekerjaan dokter anestesi adalah PPDS-nya, adalah muridnya, jadi sangat berbahaya. Jadi saya akan sangat serius memperbaiki pengawasannya,” tutup Budi.
Advertisement
