Cara Menghitung BPHTB, Lengkap dengan Tarif Ketentuan yang Berlaku

BPHTB adalah salah satu objek pajak yang dikenakan, karena terdapat perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 02 Nov 2022, 17:30 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2022, 17:30 WIB
Berdasarkan Alat dan Nominal Pembayaran
Ilustrasi pembayaran zakat atau pajak / Copyright envato.com by DragonImages

Liputan6.com, Jakarta BPHTB merupakan jenis biaya provisi atau pajak jual beli yang harus dibayarkan oleh seseorang ketika ingin membeli sebuah rumah. Tak jarang Anda ingin mengetahui berapa perolehan hak yang dimiliki, maka dengan cara menghitung BPHTB yang mudah, di mana besaran BPHTB yang diperoleh 5 persen dari harga beli, kemudian bisa Anda kurangi dengan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).

Selain cara menghitung BPHTB yang mudah, bea perolehan hak ini juga dipungut oleh pemerintah pusat yang dilakukan sesuai dengan amanat dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Peraturan tentang BPHTB ini mulai 1 Januari 2011, kemudian dialihkan menjadi pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. BPHTB sendiri adalah objek pajak yang dikenakan lantaran ada perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.

Adanya pemindahan hak yang dilakukan ini, terjadi karena proses jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, serta pemekaran usaha atau hadiah. Oleh sebab itu, bagi Anda yang ingin menjadikan tanah sebagai sarana untuk berinvestasi atau ingin serius terjun ke bisnis jual-beli tanah, maka sangat penting mengetahui cara menghitung BPHTB. 

Berikut ini cara menghitung BPHTB serta tarif dan ketentuan yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Rabu (2/11/2022). 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Mengenal BPHTB

Ilustrasi pajak
Ilustrasi pajak. (Photo by Nataliya Vaitkevich: https://www.pexels.com/photo/tax-documents-on-the-table-6863183/)

BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan salah satu bentuk pungutan, atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Adapun pungutan yang dilakukan ini, akan ditanggung oleh pembeli dan hampir mirip dengan Pajak Penghasilan (PPh) bagi penjual. Dengan begitu maka pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Dalam pelaksanaan pemungutan atau pembayaran Bea Perolehan Hakatas Tanah dan Bangunan (BPHTB) mulai diberlakukan sejak adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Perubahan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, yang kemudian disebut UU BPHTB. Pelimpahan pajak pusat yang menjadi pajak daerah ini, dilakukan sesuai dengan sistem desentralisasi yang memiliki dua tingkatan, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah, di mana masing-masing tingkat pemerintahan memiliki kewenangan melakukan pemungutan pajak.

Dalam melaksanakan kewenangan terkait dengan pembayaran BPHTB menjadi pajak daerah tersebut, mulai dibuat peraturan daerah atas persetujuan DPRD, karena menyangkut hak serta kewajiban, dan kekayaan rakyat daerah. Adapun ketentuan tentang dasar yang digunakan sebagai dasar perhitungan BPHTB ini, diatur dalam UU BPHTB maupun dalam UU PDRD adalah dengan menggunakan nilai transaksi. Nilai transaksi sendiri adalah nilai yang merupakan kesepakatan antara para pihak yang melakukan transaksi, seperti kalau dalam jual beli, adalah antara penjual dengan pembeli.


Tarif & Ketentuan BPHTB

Ilustrasi pajak
Ilustrasi pajak. (Photo by 8photo on Freepik)

Sebelum mengetahui cara menghitung BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, maka Anda harus memahami tentang tarif dan ketentuan yang berlaku dalam melakukan pembayaran BPHTB. Menurut Perda No.18 Tahun 2010 Pasal 7 (1), adapun besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB akan dihitung dengan cara mengalikan tarif yang dimaksud, dalam dasar pengenaan pajak setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Ketika Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) yang tidak diketahui atau memiliki nilai lebih rendah, daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB, maka pada tahun terjadinya perolehan akan ditemukan besaran pokok BPHTB yang terutang. Hal ini tenntu mulai dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan NJOP setelah dikurangi NPOPTKP.

Melansir dari laman JDIH BPK RI, jika meninjau dari Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016, besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:

- 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana, yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah, atau badan usaha milik daerah yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 

Dalam memenuhi unsur legalitas, maka proses pemindahtanganan hak atas tanah dan/atau bangunan akan dibantu oleh pejabat pembuat akta tanah (PPAT)/notaris). Hal ini tentu masuk dalam beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam memperoleh hak tersebut secara legal sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan Pasal 92 UU PDRD. Berikut ini ketentuannya, yaitu:

- Setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/notaris dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan.

- Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara dan kepala yang membidangi pertanahan juga hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak tersebut setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

- Pembuatan akta atau risalah lelang akan dilaporkan kepada kepada kepala daerah paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya.

- Adapun risalah lelang adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara.


Persyaratan Objek yang Dikenakan Tarif BPHTB

OnlinePajak, Solusi Pengelolaan Invoice dan Faktur Pajak di Tengah Pandemi
Doc. OnlinePajak

Setelah mengetahui tarif dan ketentuan, maka sebelum masuk pada cara menghitung BPHTB atau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Anda harus memenuhi beberapa persyaratan BPHTB saat melakukan jual beli. 

- Siapkan dokumen SSPD BPHTB.

- Lampirkan fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.

- Siapkan juga fotokopi KTP wajib pajak.

- STTS/struk ATM digunakan sebagai salah satu bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir.

- Fotokopi juga Bukti Kepemilikan Tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C atau girik.

Namun ketika Anda mendapatkan tanah ahli waris, atau jual beli waris, maka syarat BPHTB yang diperlukan sebagai berikut:

- Lampirkan dokumen SSPD BPHTB.

- Lampirkan fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan.

- Siapkan juga fotokopi KTP wajib pajak.

- Fotokopi STTS/struk ATM bukti pembayaran PBB untuk 5 tahun terakhir, juga bukti kepemilikan tanah seperti sertifikat, akta jual beli, letter C, atau girik.

- Siapakan juga Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah yang telah difotokopi

- Fotokopi Kartu Keluarga.

Adapun objek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pemindahan Hak

a. Jual beli dan tukar menukar

b. Hibah dan hibah wasiat, juga waris

c. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, dan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan

d. Penunjukan pembeli pada lelang

e. Pelaksanaan putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap

f. Penggabungan usaha dan peleburan usaha

g. Pemekaran usaha dan juga hadiah

 


Cara Menghitung BPHTB

Pajak
Ilustrasi Pajak Credit: pexels.com/Karolina

Cara menghitung BPHTB bisa menggunakan beberapa rumus seperti, Tarif Pajak 5% x Dasar Pengenaan Pajak (NPOP – NPOPTKP). Besarnya NPOPTKP yang tersedia di masing-masing wilayah juga berbeda-beda, sehingga melalui Undang-Undang No. 28 tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan besaran paling rendah sebesar Rp 60 juta untuk setiap wajib pajak.  Namun jika perolehan hak yang didapatkan berasal dari waris atau hibah wasiat, maka yang bisa diterima orang pribadi yang masih memiliki hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah, termasuk istri, maka NPOPTKP ditetapkan paling rendah senilai Rp 300 juta.

Cara menghitung BPHTB juga bisa dilihat besaran pokok pajak BPHTB yang terutang, kemudian dihitung dengan mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Setelah itu, hasilnya akan dikurangi dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). 

Contoh cara menghitung BPHTB

Diperjual-belikan sebidang tanah kosong di Jakarta Selatan dengan data-data sebagai berikut:

Luas = 4.000m2

NJOP = 1.000.000,-/meter

NJOPTKP adalah Rp80.000.000,- (DKI Jakarta)

Terdapat harga kesepakatan antara penjual dan pembeli adalah Rp2.000.000,-/meter

Maka nilai NPOP (Nilai Transaksi) = 4.000 x 2.000.000,- = Rp8.000.000.000,-

Besarnya PPh dan BPHTB adalah sebagai berikut:

PPh = 5 % x NPOP

Besarnya PPh = 5 % x Rp8.000.000.000,- = Rp400.000.000,-

BPHTB = 5 % x (NPOP – NPOPTKP)

Besarnya BPHTB = 5 % x (Rp8.000.000.000 – Rp80.000.000) = Rp.3 .600.000,-

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya