Teknologi Pangan adalah Ilmu yang Mempelajari Bahan Pangan, Pahami Lebih Jauh

Memahami lebih jauh tentang teknologi pangan dan peranan pentingnya.

oleh Laudia Tysara diperbarui 19 Mei 2023, 07:50 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2023, 07:50 WIB
Gandum
Ilustrasi Gandum | Credit: pexels.com/Kaboompics

Liputan6.com, Jakarta Bila dihadapkan dengan masalah ketahanan pangan, teknologi pangan adalah fondasi utamanya. Untuk bisa mempelajari masalah teknologi pangan, jenjang pendidikan di perguruan tinggi sudah banyak yang menyediakan.

Teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bahan pangan. Di mulai dari proses pasca panen, pengolahan, sampai distribusi. Ada banyak sekali manfaat yang bisa didapat dari keberadaan teknologi pangan bagi masyarakat.

Hal tersebut yang membuat teknologi pangan memiliki sebutan teknologi pasca panen. Pada dasarnya, teknologi pangan adalah ilmu pengetahuan yang menjawab kebutuhan manusia bisa memperoleh bahan pangan sehat, bergizi, dan aman.

Berikut Liputan6.com ulas teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bahan pangan dari berbagai sumber, Sabtu (13/2/2021).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pengertian Teknologi Pangan

Salam Pagi
Ratusan hektare tanaman kopi robusta di lereng Gunung Semeru atau kolesem memasuki panen raya. (Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bisa terus bertahan dan berkembang biak selayaknya makhluk hidup. Teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bahan pangan. Penerapan teknologi pangan sudah ada sejak masa primitif.

Nama lain teknologi pangan adalah teknologi pasca panen. Memiliki sebutan demikian karena teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana bahan pangan dapat diproduksi lebih baik lagi setelah pasca panen. Lebih sederhananya diterapkan pada bahan pertanian setelah masa panen.

Ilmu pangan pada prinsipnya menerapkan dasar pengetahuan biologi, fisika, kimia, dan teknik. Sebutan lain teknologi pangan adalah teknologi pasca panen. Arti pasca panen merujuk pada perbaikan metode pertanian dan pengolahan hasil panen menjadi sebuah hidangan.

Dalam proses pengolahan, penerapan ilmu dari teknologi pangan adalah pada aspek pengawetan, pengembangan, penanganan, sampai pemasaran. Ditambah dengan tanpa mengabaikan penilaian nilai gizi, mutu, dan dampaknya bagi kesehatan masyarakat.

Bila disimpulkan, teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bahan pangan dari pasca panen sampai pengolahan dengan tujuan memperoleh manfaat, serta mampu meningkatkan kualitas dan nilai gunanya.


Asal Usul Teknologi Pangan

Makanan Kaleng
Ilustrasi Makanan Kaleng | Credit: pexels.com/EdwinJoseVega

Memahami tentang pengertian teknologi pangan adalah ilmu yang mempelajari bahan pangan, tidak cukup menarik perhatian. Teknologi pangan memiliki asal usul yang berkaitan dengan revolusi hijau. Revolusi ini sangat memengaruhi kesejahteraan masyarakat dalam memproduksi dan mengonsumsi bahan pangan.

Awal mula revolusi hijau melansir dari laman bppsdmk.kemkes.go.id, berdasar pada hasil penelitian dan tulisan Thomas Robert Malthus (1766-1834). Malthus berpendapat ā€œKemiskinan dan kemelaratan adalah masalah yang dihadapi manusia yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pertumbuhan penduduk dengan peningkatan produksi pertanianā€.

Pada akhirnya, teknologi pangan modern tercetus oleh Nicolas Appert tahun 1804 ketika mengalengkan bahan pangan. Proses pengalengan ini belum berdasar pada ilmu pengetahuan. Barulah tahun 1861, pengaplikasian teknologi pangan dengan ilmu dimulai oleh Louis Pasteur.

Ketika itu, teknologi pangan adalah bukan sekadar menyimpan hasil panen pertanian dalam bentuk biji-bijian. Melainkan sudah memanfaatkan panas matahari untuk pengeringan, penggaraman ikan asin, penggulaan buah menjadi manisan, sampai mengandalkan teknik pasteurisasi (pemanasan untuk memusnahkan bakteri) untuk pengalengan.


Peranan Teknologi Pangan

Upah Harian Buruh Tani Naik Tipis
Petani menyemprotkan cairan pestisida di lahan pertanian bayam, kawasan Kota Tangerang, Jumat (27/11/2020). Badan Pusat Statistik mencatat upah nominal harian buruh tani nasional pada Oktober 2020 naik sebesar 0,09 persen dibanding upah buruh tani September 2020. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Indonesia adalah contoh negara dengan penghasil bahan pangan dari pertanian yang besar. Bila awal tahun 70-an menerapkan revolusi hijau atau agraria sebagai peningkatan produktivitas pertanian, sekarang mengandalkan teknologi pangan.

Peranan teknologi pangan adalah mengatur produktivitas pertanian dari panen, proses produksi, dan distribusi. Melansir dari laman bppsdmk.kemkes.go.id, bila pertumbuhan penduduk sebesar 2%, maka dalam jangka waktu 35 tahun penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 320 juta. Masalahnya banyak petani di pedesaan yang mempunyai lahan pertanian sempit.

Disamping itu tingkat kerusakan pasca panen masih tinggi yang berkisar antara 30-40%, sehingga segala usaha untuk menangani kerusakan pasca panen dengan teknologi pangan akan membantu mengurangi masalah kekurangan pangan.

Dahrul Syah (2011) menyatakan bahwa kebutuhan manusia akan bahan panganĀ  yang sehat, bergizi, dan aman menuntut penguasaan ilmu pendukung yang komprehensif. Perubahan gaya hidup dan pola penyediaan pangan juga menuntut perkembangan baru dalam mengelola pangan. Ilmu dan Teknologi Pangan harus berperan aktif dalam mengarahkan perubahan ini ke arah yang lebih baik.


Manfaat Teknologi Pangan

1. Memperpanjang masa berlaku dan jumlah bahan pangan yang tersedia.

2. Mempermudah masalah penyimpanan dan distribusi yang bisa dilakukan.

3. Menaikkan nilai tambah ekonomis berupa keuntungan dan sosial dengan semakin bertambahnya lowongan pekerjaan.

4. Mampu memperoleh hasil pertanian lebih menarik dan dapat bersaing ketika dipasarkan.

5. Memberikan limbah hasil pertanian yang dapat diolah kembali menjadi sebuah produk tertentu.

6. Mendorong kemunculan industri-industri nonpertanian untuk menunjang industri pertanian seperti industri kimia, gelas, bahan pengepak, dan lain-lain.


Masalah Ketahanan Pangan Indonesia

Harga Cabai Alami Penurunan
Petani memanen cabai keriting di kawasan Pesawah, Cicurug, Sukabumi, Rabu (22/04/2020). Sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sejumlah petani mengeluhkan harga cabai keriting di tingkat petani yang turun dari Rp 20 ribu per kg menjadi Rp 12 ribu per kg. (merdeka.com/Arie Basuki)

Adapun permasalahan terkait pangan di antaranya harga kedelai mahal. Kenaikan ini dipicu lonjakan harga kedelai di pasar internasional. Harga kedelai di Indonesia yang biasanya Rp 7.000 sempat naik menjadi Rp 9.000 hingga Rp 9.300.

Kemudian harga cabai rawit merah yang tembus hingga Rp 100.000 per kg. Lalu daging sapi yang langka, lantaran Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) memutuskan menghentikan aktivitas perdagangan daging sapi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jadetabek) sejak 19 Januari malam hingga 22 Januari 2021.

Masalah pangan lainnya yakni harga telur ayam di tingkat peternak secara nasional turun drastis menjadi Rp 16.000-Rp 17.000 per kilogram. Serta adanya kebocoran beras Vietnam, yang masuk ke pasar tradisional Indonesia dengan harga Rp 9.000 per Kg. Harga beras tersebut lebih murah daripada beras yang diproduksi petani Tanah Air yang dijual rata-rata Rp 12.000 per Kg.

Ā 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya