Liputan6.com, Jakarta Ghuroba merupakan istilah dalam Islam yang mengacu pada orang terasing. Dijelaskan bahwa ghuroba merupakan golongan orang yang beruntung di akhir zaman. Istilah ghuroba sering digunakan untuk menggambarkan kondisi orang-orang yang beriman di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas non-Muslim atau kafir.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Ghuroba juga dipahami sebagai golongan muslim yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni, itulah yang selalu dianggap asing. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Dari ‘Abdurrahman bin Sannah. Ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’, lalu beliau menjawab, “(Ghuroba atau orang yang terasing adalah) mereka yang memperbaiki manusia ketika rusak.” (HR. Ahmad 4: 74. Berdasarkan jalur ini, hadits ini dho’if. Namun ada hadits semisal itu riwayat Ahmad 1: 184 dari Sa'ad bin Abi Waqqash dengan sanad jayyid)
Untuk memahami apa yang dimaksud ghuroba secara lebih mendalam, simak penjelasan selengkapnya berikut ini seperti yang telah dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu (4/10/2023).
1. Awal Mula Islam yang Asing
Ghuroba dalam Islam, merujuk kepada orang-orang yang berpegang teguh pada ajaran Islam yang murni dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip agama, meskipun mereka merasa terasing atau berbeda di tengah masyarakat yang mungkin tidak memahami atau tidak mengikuti ajaran Islam.
Konsep ghuroba pertama kali disebutkan dalam hadis yang menyatakan bahwa Islam dimulai sebagai agama yang asing dan akan kembali menjadi asing seperti awalnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits,
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنَ سَنَّةَ أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيباً ثُمَّ يَعُودُ غَرِيباً كَمَا بَدَأَ فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنِ الْغُرَبَاءُ قَالَ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ
Dari ‘Abdurrahman bin Sanah. Ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam itu akan datang dalam keadaan asing dan kembali dalam keadaan asing seperti awalnya. Beruntunglah orang-orang yang asing.” Lalu ada yang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ghuroba’, lalu beliau menjawab, “(Ghuroba atau orang yang terasing adalah) mereka yang memperbaiki manusia ketika rusak.” (HR. Ahmad 4: 74. Berdasarkan jalur ini, hadits ini dhaif. Namun ada hadits semisal itu riwayat Ahmad 1: 184 dari Sa’ad bin Abi Waqqash dengan sanad jayyid)
Ini mencerminkan kenyataan bahwa pada awal mula datangnya Islam, banyak orang di sekitar Rasulullah SAW tidak mengikuti ajaran Islam. Namun, Islam kemudian menyebar dan diterima oleh banyak orang.
Advertisement
2. Orang-Orang Shaleh
Ghuroba juga dapat dipahami sebagai golongan orang-orang shaleh yang berada di tengah orang-orang yang sudah rusak akhlaknya. Mereka adalah individu yang memiliki kemampuan untuk memperbaiki moral dan perilaku manusia di tengah masyarakat yang mungkin menjauh dari ajaran agama.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ فَقِيلَ مَنِ الْغُرَبَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أُنَاسٌ صَالِحُونَ فِى أُنَاسِ سَوْءٍ كَثِيرٍ مَنْ يَعْصِيهِمْ أَكْثَرُ مِمَّنْ يُطِيعُهُمْ
“Beruntunglah orang-orang yang terasing.” “Lalu siapa orang yang terasing wahai Rasulullah”, tanya sahabat. Jawab beliau, “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, lalu orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya” (HR. Ahmad 2: 177. Hadits ini hasan lighoirihi, kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth)
3. Menjaga Kejujuran dan Anti-Korupsi
Konsep ghuroba mencakup individu yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip kejujuran dan anti-korupsi. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai macam fenomena sosiual saat ini, di mana orang-orang jujur sering terasing di tengah lingkungannya yang mungkin tidak menghargai nilai-nilai ini. Hadis mencatat bahwa orang yang memegang amanah dengan baik dan tidak berbuat curang dianggap seperti orang yang bersedekah.
الْخَازِنُ الْمُسْلِمُ الأَمِينُ الَّذِى يُنْفِذُ – وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِى – مَا أُمِرَ بِهِ كَامِلاً مُوَفَّرًا طَيِّبٌ بِهِ نَفْسُهُ ، فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِى أُمِرَ لَهُ بِهِ ، أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ
“Bendahara muslim yang diberi amanat ketika memberi sesuai yang diperintahkan untuknya secara sempurna dan berniat baik, lalu ia menyerahkan harta tersebut pada orang yang ia ditunjuk menyerahkannya, maka keduanya (pemilik harta dan bendahara yang amanat tadi) termasuk dalam orang yang bersedekah.” (HR. Bukhari no. 1438 dan Muslim no. 1023).
4. Pedagang yang Jujur
Seorang pedagang yang ingin menjalani bisnisnya secara halal dan jujur, meskipun berada di tengah-tengah pedagang lain yang mungkin berbuat curang, juga dianggap sebagai ghuroba. Islam mendorong pedagang untuk berlaku jujur dan menghindari penipuan dalam perdagangan mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits,
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532)
5. Menjaga Shalat di Tengah Safar
Saat bepergian (safar), seorang Muslim diharapkan untuk tetap menjaga kewajiban shalat. Meskipun mungkin dianggap asing atau sulit untuk menjalankan shalat di tengah perjalanan, Islam mendorong umatnya untuk tetap berpegang pada prinsip ini.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan shalat sunnah di atas kendaraannya menghadap arah kendaraan berjalan, lalu beliau sempat melakukan witir di atas. Namun beliau tidak melakukan shalat wajib di atas kendaraan” (HR. Bukhari no. 1098 dan Muslim no. 700)
Advertisement
6. Menjauhi Tradisi yang Bertentangan dengan Islam
Konsep ghuroba juga mencakup individu yang ingin meninggalkan tradisi atau budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka bisa merasa asing di tengah-tengah orang-orang yang masih mempraktikkan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Orang yang ingin menjauhi budaya syirik pun sama halnya akan terasing. Alasan orang musyrik selalu dengan alasan ini sudah jadi tradisi. Dalam ayat disebutkan,
إِنَّا وَجَدْنَا آَبَاءَنَا عَلَى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَى آَثَارِهِمْ مُقْتَدُونَ
Artinya: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka” (QS. Az Zukhruf: 22).
7. Menegakkan Ajaran Nabi
Bagi seorang Muslim yang berusaha konsekuen dengan ajaran Nabi Muhammad SAW, mungkin akan merasa terasing dan menghadapi berbagai tantangan atau cemoohan. Namun, mereka diyakini akan mendapatkan keberkahan dan ganjaran atas kesetiaan mereka terhadap ajaran agama.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَأْتِى عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ الصَّابِرُ فِيهِمْ عَلَى دِينِهِ كَالْقَابِضِ عَلَى الْجَمْرِ
“Akan datang kepada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi no. 2260. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalam semua konteks ini, konsep ghuroba menekankan pentingnya menjalani hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, bahkan jika individu tersebut merasa terasing atau berbeda di tengah-tengah masyarakatnya. Keutamaan orang-orang yang menjalani kehidupan sebagai ghuroba adalah bahwa mereka dapat memberikan pengaruh positif dan memperbaiki masyarakat di sekitar mereka, serta mendapatkan pahala atas keteguhan mereka dalam menjalankan ajaran Islam.