Liputan6.com, Jakarta - Melakukan silent treatment bagus atau tidak? Silent treatment adalah kekerasan verbal yang harus dihindari. Ini perilaku yang tidak sehat dan dapat berdampak negatif pada individu yang menjadi sasaran perilaku ini.
Dalam buku yang berjudul "30 Covert Emotional Manipulation Tactics: How Manipulators Take Control in Personal Relationships," yang ditulis oleh Adelyn Birch pada tahun 2015, diungkapkan, perilaku diam atau yang dikenal dengan sebutan "silent treatment" adalah perilaku ketika seseorang cenderung menolak untuk berkomunikasi dengan individu lain yang mereka anggap memiliki masalah atau kesalahan dalam hubungan tersebut.
Perilaku orang lain memang tidak bisa dikontrol, tetapi masih ada cara untuk mengatasi ketika dihadapkan pada situasi seperti ini. Cara yang dianjurkan, yakni bersikap tenang. Mulailah berkomunikasi dengan cara baik kepada pelakunya.
Advertisement
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang silent treatment adalah kekerasan verbal dan termasuk sikap yang buruk dalam penyelesaian masalah, Selasa (17/10/2023).
Ada di Setiap Hubungan
Perilaku silent treatment seringkali dilakukan dengan cara menarik diri secara emosional atau fisik sebagai bentuk hukuman atas kesalahan yang dianggap dilakukan oleh individu yang menjadi target. Silent treatment adalah salah satu bentuk perlakuan yang dapat memiliki dampak emosional.
Ini karena setiap individu umumnya membutuhkan pengakuan dan interaksi sosial untuk merasa diakui dan diperhatikan.
Melansir dari Very Well Mind, silent treatment mencakup perilaku seperti mengabaikan seseorang, berdiam diri, atau berhenti berkomunikasi. Biasanya, perilaku ini muncul setelah terjadinya konflik atau pertengkaran dalam hubungan, ketika satu pihak memutuskan untuk menghindari komunikasi sebagai bentuk tanggapan terhadap konflik tersebut.
Contoh-contoh tindakan silent treatment atau perilaku diam dapat ditemukan dalam berbagai jenis hubungan, termasuk dalam lingkup keluarga, hubungan pacaran, pernikahan, dan pertemanan. Beberapa contoh nyata dari perilaku ini antara lain:
- Dalam Pernikahan: Salah satu pasangan berhenti berbicara dan membatasi interaksi dengan pasangan mereka setelah adanya perselisihan atau pertengkaran.
- Dalam Pertemanan: Seorang teman merasa tersinggung oleh tindakan temannya dan memutuskan untuk tidak merespon pesan atau telepon dari teman tersebut.
- Dalam Keluarga: Seorang anggota keluarga yang marah terhadap saudaranya mengabaikan mereka dan tidak berbicara selama beberapa hari.
- Di Tempat Kerja: Seorang rekan kerja yang tidak setuju dengan suatu keputusan atau usulan di rapat tim memilih untuk tidak berkontribusi dan berdiam diri.
- Dalam Hubungan Orang Tua dan Anak: Seorang orang tua memberikan silent treatment kepada anak mereka setelah anak melakukan kesalahan sebagai bentuk hukuman.
- Dalam Hubungan Romantis: Pasangan yang merasa tidak puas dengan perilaku pasangannya berhenti berbicara dengan mereka sebagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka.
- Dalam Pertengkaran Teman: Dua teman yang sedang bertengkar berhenti berbicara dan menghindari satu sama lain sebagai bentuk penyelesaian konflik.
- Dalam Pertemuan Sosial: Seseorang yang hadir dalam pertemuan sosial merasa tidak nyaman dengan seorang tamu dan memilih untuk menghindari berbicara atau berinteraksi dengan mereka.
- Dalam Hubungan Bisnis: Seorang mitra bisnis yang merasa tidak puas dengan tawaran dari mitra bisnis lainnya berhenti merespons komunikasi bisnis.
- Dalam Pertemuan Kelompok: Seorang anggota kelompok diskusi yang tidak setuju dengan rencana kelompok memutuskan untuk tetap diam dan tidak mendukung rencana tersebut.
Advertisement
Baik Atau Tidak?
Silent treatment adalah tindakan yang buruk dan salah, serta merupakan salah satu bentuk kekerasan verbal dalam interaksi manusia. Dalam berbagai penelitian dan riset, tindakan silent treatment telah diidentifikasi sebagai perilaku yang tidak sehat dan dapat berdampak negatif pada individu yang menjadi sasaran perilaku ini.
Penelitian yang berjudul "Bahaya Silent Treatment" (2022) oleh Istibsarotul Amalia dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa sikap silent treatment seringkali membuat individu yang mengalaminya merasa rendah diri dan diabaikan. Hal ini terjadi karena pihak yang memberikan silent treatment cenderung enggan untuk menghadapi dan menyelesaikan konflik.
Konsekuensinya, ini dapat menciptakan ketidakpastian dan kecemasan dalam hubungan, karena pihak yang mengalami silent treatment merasa konflik yang ada belum terselesaikan. Sementara pihak yang memberikan silent treatment bisa menganggap masalah tersebut sudah selesai begitu saja.
Melansir dari Hey Sigmund, dalam perspektif psikologi, seorang profesor di Universitas Purdue, Kipling Williams, telah melakukan penelitian tentang pengucilan selama dua dekade (20 tahun). Hasilnya menunjukkan bahwa mengucilkan dan mengabaikan seseorang adalah cara untuk memberikan mereka perlakuan dingin dan memanipulasi. Orang yang menjadi sasaran tindakan ini tidak selalu menyadari dampak kerugian emosional dan psikologis yang sedang mereka alami.
Penting untuk diingat bahwa penggunaan silent treatment secara berkelanjutan dalam upaya mempengaruhi atau mengendalikan perilaku seseorang dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan emosional. Kekerasan emosional melibatkan serangkaian perilaku dan tindakan yang bertujuan untuk menghancurkan harga diri dan kepercayaan diri seseorang.
Seiring berjalannya waktu, perilaku ini dapat membuat individu yang menjadi sasaran lebih bergantung pada pelaku, menciptakan disfungsi dalam hubungan, dan mengganggu kesejahteraan emosional mereka. Oleh karena itu, penting untuk mengenali tindakan silent treatment sebagai bentuk kekerasan emosional dan mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya dalam upaya membangun hubungan yang sehat dan berkelanjutan.