Liputan6.com, Jakarta Sunan Ampel merupakan salah satu tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Sebagai bagian dari Wali Songo, Sunan Ampel memiliki peran yang sangat signifikan dalam mengajarkan dan memperluas pengaruh Islam di wilayah Jawa Timur, khususnya di daerah Surabaya. Kehadiran Sunan Ampel tidak hanya membawa perubahan dalam aspek keagamaan, tetapi juga memberikan dampak yang besar dalam bidang sosial dan budaya masyarakat Jawa pada masanya.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Dikenal juga dengan nama Raden Rahmat, Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 Masehi di Champa. Meskipun terdapat beberapa versi mengenai lokasi pasti Champa, yang pasti Sunan Ampel tumbuh dan berkembang menjadi seorang ulama yang berpengaruh di tanah Jawa. Nama Ampel sendiri berasal dari daerah tempat beliau menetap dan mengajarkan Islam, yaitu Ampel Denta, yang kini menjadi bagian dari kota Surabaya, Jawa Timur.
Perjalanan hidup Sunan Ampel penuh dengan dedikasi untuk menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang damai dan mudah diterima oleh masyarakat lokal. Strategi dakwah Sunan Ampel yang terkenal adalah metode Moh Limo, yang mengajarkan untuk menjauhi lima hal tercela dalam kehidupan. Warisan Sunan Ampel tidak hanya berupa ajaran agama, tetapi juga peninggalan fisik berupa masjid dan pesantren yang hingga kini masih berdiri kokoh sebagai bukti sejarah penyebaran Islam di Nusantara.
Berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber biografi dan kehidupan Sunan Ampel, pada Selasa (10/9).
Latar Belakang dan Keluarga
Sunan Ampel dilahirkan dengan nama asli Raden Rahmat. Ia merupakan putra sulung dari Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal sebagai Sunan Gresik. Ibunya bernama Dewi Candrawulan, yang masih memiliki hubungan keluarga dengan kerajaan Majapahit. Silsilah keluarga yang terhormat ini memberikan Sunan Ampel posisi yang unik, memungkinkannya untuk menjembatani dunia Islam dengan lingkungan kerajaan Hindu-Jawa.
Dalam perjalanan hidupnya, Sunan Ampel menikah dua kali. Istri pertamanya adalah Dewi Karimah, yang memberinya dua anak: Dewi Murtasih (yang kelak menjadi istri Raden Patah, sultan pertama Demak) dan Dewi Murtasimah (yang menjadi istri Sunan Giri). Dari pernikahannya dengan istri kedua, Dewi Candrawati (putri Adipati Tuban), Sunan Ampel dikaruniai lima anak, di antaranya Sunan Bonang dan Sunan Drajat yang juga menjadi anggota Wali Songo.
Perjalanan Dakwah dan Strategi Penyebaran Islam
Sunan Ampel memulai perjalanan dakwahnya di Jawa sekitar tahun 1443 M, bersama adiknya, Sayid Ali Murtadho. Setelah singgah di Palembang dan Gresik, mereka akhirnya tiba di wilayah Majapahit. Di sini, Sunan Ampel mendapat izin dari Raja Majapahit untuk menyebarkan Islam, dengan syarat tidak mengubah pakaian tradisional masyarakat.
Strategi dakwah Sunan Ampel yang paling terkenal adalah metode Moh Limo, yang berarti "menolak lima hal". Kelima hal tersebut adalah:
- Moh main (tidak berjudi)
- Moh ngombe (tidak minum minuman keras)
- Moh maling (tidak mencuri)
- Moh madat (tidak menggunakan narkotika)
- Moh madon (tidak berzina)
Metode ini sangat efektif karena mudah dipahami dan sejalan dengan nilai-nilai moral masyarakat Jawa. Sunan Ampel juga dikenal karena kemampuannya beradaptasi dengan budaya lokal, menjadikan ajarannya lebih mudah diterima oleh masyarakat luas.
Advertisement
Pendirian Pesantren dan Pengaruh terhadap Pendidikan Islam
Salah satu kontribusi terbesar Sunan Ampel adalah pendirian pesantren di daerah Ampel Denta. Pesantren ini menjadi pusat pendidikan Islam yang sangat berpengaruh, tidak hanya di Jawa tetapi juga di seluruh Nusantara. Di pesantren inilah Sunan Ampel mendidik banyak murid yang kelak menjadi tokoh-tokoh penting dalam penyebaran Islam, termasuk Sunan Giri dan Raden Patah.
Meskipun menganut Fikih Mazhab Hanafi, Sunan Ampel mengajarkan Islam dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami, terutama dalam hal akidah dan ibadah. Pendekatan ini memungkinkan Islam untuk berakar kuat di masyarakat Jawa tanpa menimbulkan konflik dengan tradisi yang sudah ada.
Peran dalam Politik dan Pendirian Kesultanan Demak
Sunan Ampel tidak hanya berperan dalam bidang agama dan pendidikan, tetapi juga memiliki pengaruh besar dalam politik. Ia memiliki hubungan dekat dengan kerajaan Majapahit dan mendapat kepercayaan untuk memberikan nasihat kepada raja. Pengaruh politiknya semakin kuat ketika ia menikahkan putrinya dengan Raden Patah, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak.
Pada tahun 1475 M, Sunan Ampel berperan penting dalam pendirian Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa. Ia menunjuk muridnya, Raden Patah, sebagai sultan pertama. Peristiwa ini menandai titik balik penting dalam sejarah Islam di Jawa, yang menandai berakhirnya era Hindu-Buddha dan dimulainya era Islam di pulau tersebut.
Warisan dan Peninggalan
Sunan Ampel wafat pada tahun 1481 M dan dimakamkan di kompleks Masjid Ampel, Surabaya. Namun, warisannya terus hidup melalui berbagai peninggalan fisik dan non-fisik. Beberapa peninggalan penting Sunan Ampel antara lain:
- Masjid Sunan Ampel: Salah satu masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri kokoh dan menjadi tujuan wisata religi.
- Masjid Rahmat Kembang Kuning: Dibangun Sunan Ampel sebagai tempat pemberhentian dalam perjalanan dakwahnya.
- Masjid Jami' Peneleh: Diyakini sebagai masjid pertama yang dibangun di Surabaya.
- Kampung Arab: Kawasan di sekitar Masjid Ampel yang menjadi bukti akulturasi budaya Islam dan Jawa.
- Pesantren Ampel: Lembaga pendidikan Islam yang masih eksis hingga saat ini.
Sunan Ampel merupakan tokoh sentral dalam penyebaran Islam di Jawa. Melalui pendekatan dakwah yang damai, adaptif terhadap budaya lokal, dan pendirian lembaga pendidikan, beliau berhasil meletakkan dasar yang kuat bagi perkembangan Islam di Nusantara. Warisan Sunan Ampel tidak hanya berupa bangunan fisik, tetapi juga nilai-nilai dan ajaran yang terus relevan hingga saat ini. Figur Sunan Ampel menjadi teladan bagi generasi Muslim berikutnya dalam menyebarkan ajaran Islam dengan cara yang bijaksana dan sesuai dengan konteks lokal.
Advertisement