Anomali Pilpres Nias Selatan

Bagi mereka yang mengikuti proses pemilu sejak lama, Nias Selatan memang selalu masuk dalam catatan hitam pelanggaran pemilu.

oleh Rinaldo diperbarui 13 Agu 2014, 00:07 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2014, 00:07 WIB
2-sidang-pleno-mk-140217c.jpg
Dalam sidang yang dihadiri beberapa menteri itu, MK membahas mengenai Perencanaan Undang - Undang (PUU) Parpol (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Keterangan Satunia Duha dalam sidang sengketa Pilpres 2014 di Gedung Mahkamah Konstitusi sungguh mengejutkan sekaligus membingungkan. Di hadapan majelis hakim MK, anggota Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) Desa Babohusa, Nias Selatan, Sumatera Utara, mengatakan mencoblos sisa surat suara dengan anggota KPPS lainnya.

"Anggota KPPS mencoblos sisa surat suara untuk pasangan nomor urut 2. Saya 6 lembar yang lain dibagi-bagi," ungkap Satunia dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014, di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa 12 Agustus 2014.

Menurut Satunia, jumlah daftar pemilih tetap (DPT) di desa itu adalah 99 dengan surat suara 101, 1 surat suara tidak sah, pemilih yang menggunakan hak politiknya 42 orang. Sisa kertas suara yang berjumlah 57 ditambah 2 cadangan kertas surat suara dicoblos oleh petugas KPPS.

"Ini kesepakatan bersama yang mulia," tegas Satunia.

Keterangan lainnya datang dari Irwansyah, saksi kubu Prabowo-Hatta asal Kabupaten Nias Selatan yang menyayangkan kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) wilayah setempat. Sebab, tingkat partisipasi di wilayah itu mencapai 100%. Bahkan, menurut Irwansyah, orang yang sudah meninggal pun tetap didaftarkan dalam DPT.

"Partisipasi pemilih 100%. Bahkan, di beberapa TPS orang meninggal tetap mencoblos," kata Irwansyah saat memberikan keterangan di hari yang sama.

Dia juga menjelaskan, di Nias Selatan terdapat 278 tempat pemungutan suara (TPS) di 27 kecamatan. Ia tak menyebut jumlah DPT di Kabupaten Nias Selatan. Namun, dari catatannya, pasangan Prabowo-Hatta mendapatkan 26.064 suara dan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat 171.401 suara di kabupaten tersebut.

"Sebenarnya, ada rekomendasi untuk ditinjau ulang pemungutan suara di seluruh TPS tersebut. Tapi, kata KPU (provinsi) kurang bukti sehingga rekomendasi dari Panwaslu tidak ditindaklanjuti," kata kata saksi kubu Prabowo-Hatta untuk KPU Sumut itu.

Kontan saja keterangan saksi dari kubu Prabowo-Hatta ini membuat terperangah banyak pihak. Setelah 4 hari sengketa Pilpres 2014 disidangkan, inilah baru keterangan yang paling jelas. Selain disampaikan pelaku langsung, fakta bahwa yang melakukan merupakan penyelenggara pemilu membuat masalah semakin pelik.

Wajar saja kalau kemudian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Pusat geram dengan fakta itu. Tak tanggung-tanggung, anggota Bawaslu Daniel Zuchron menegaskan pihaknya akan memidanakan KPPS tersebut.

"Perbuatan itu jelas pidana pemilu. Secara etik, otomatis kita ajukan ke DKPP untuk dipecat," kata Daniel di Gedung MK.

Daniel menuturkan, meski pelanggaran sudah dilakukan Satunia jauh sebelum proses hukum di MK berjalan, tidak berarti ia lepas dari jerat hukum. KPU perlu mencatat kesaksian Satunia.

"Perkaranya kan sudah lama, tetapi keterangannya baru. Kalau dari pidana dan terbukti akan ada ancaman dipenjara. Ini pelanggaran berat," tandas Daniel.

Pihak Bawaslu bukannya tidak tahu, bahkan Nias Selatan sudah masuk dalam pantauan lembaga ini jauh sebelum Pilpres 2014 digelar. 11 Daerah ditandai merah oleh Bawaslu, karena dinilai rawan terjadi pelanggaran pemilu.

Pimpinan Bawaslu Nasrullah memaparkan, daerah-daerah yang dinilai rawan itu, yakni Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara (khususnya Halmahera Selatan), dan Madura. Kemudian Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Selatan, Manado, Batam, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan (Kabupaten Gowa).

Seluruh daerah itu disinyalir banyak diwarnai aksi kecurangan pada pelaksanaan Pileg 2014 lalu. Karenanya, dia mengatakan, Bawaslu pusat akan bekerja sama dengan Bawaslu Provinsi untuk memetakan potensi dan jenis kecurangan masing-masing daerah.

Kasus pelanggaran yang terjadi di Nias Selatan juga menjadi salah satu fokus tim Prabowo-Hatta. Dalam dokumen Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2014 yang dipublikasi di www.mahkamahkonstitusi.go.id, Nias Selatan punya catatan tersendiri.

Dalam dokumen itu ditulis, di Provinsi Sumatera Utara, tepatnya Kabupaten Nias Selatan, kubu Prabowo-Hatta mengatakan KPU setempat menggunakan kekuasaannya untuk mengubah hasil perolehan suara pasangan calon menjadi 100 persen hingga 200 persen.

Pada bagian ini Tim Prabowo-Hatta menyatakan telah mengajukan keberatan kepada Panitia Pengawas Pemilu dan telah diakomodasi melalui rekomendasi pemungutan suara ulang di sejumlah TPS, namun rekomendasi itu tidak dijalankan KPU.

Masalah pelanggaran berat yang terjadi dalam proses Pilpres di Nias Selatan memang sudah sangat gamblang. Namun, bagi mereka yang mengikuti proses pemilu sejak lama, Nias Selatan selalu masuk dalam catatan hitam pelanggaran pemilu.

Lihat saja dalam pelaksanaan Pileg 2014, di mana KPU Nias Selatan juga bermasalah yang membuat Ketua Bawaslu Muhammad merekomendasikan penonaktifan Komisioner KPU Nias Selatan. Alasannya, rekapitulasi yang dibacakan KPU Provinsi Sumatera Utara tidak diterima saksi dari mayoritas partai politik.

"Bawaslu tidak merekomendasikan penetapan ditunda. Tapi ini perlu menjadi catatan keras, Bawaslu akan keluarkan rekomendasi kepada KPU agar malam ini untuk menonaktifkan seluruh komisioner KPU Nias Selatan," kata Muhammad di Kantor KPU, Jakarta, Jumat 9 Mei 2014.

Rekomendasi tersebut disampaikan pada rapat pleno rekapitulasi hasil penghitungan suara daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Utara II Provinsi Sumatera Utara karena, hasil rekapitulasi yang dibacakan KPU Provinsi Sumatera Utara tidak diterima saksi dari mayoritas partai politik dan diduga ada kesalahan teknis dari KPU.

Rekomendasi Bawaslu pun disambut Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 4 Komisioner KPU Nias Selatan yaitu Ketua Fansolidarman Dachi dan  Deskarnial Zagoto, Irene Mayriska Laowo serta  Manolododo Daliwu yang masing-masing sebagai anggota KPU Nias Selatan diberhentikan pada Senin 9 Juni 2014 karena terbukti melanggar kode etik saat penyelenggaraan Pileg 2014.

Mereka diadukan ke DKPP oleh koalisi partai politik dan Bawaslu atas 82 jenis kecurangan. Di antaranya yang terheboh adalah pencoblosan massal yang dilakukan sekelompok orang yang dimobilisasi guna memenangkan celeg tertentu.

Tidak hanya saat Pileg 2014, untuk urusan bermasalah dalam pelaksanaan pemilu, Nias sudah kerap membuat catatan hitam. Bahkan, Nias Selatan masuk dalam daftar wilayah yang sejak Pemilu 1999 telah bermasalah dan tak pernah mengalami perbaikan.

Karenanya, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anshori Siregar menyarankan Nias Selatan sebaiknya didiskualifikasi dari pelaksanaan pemilu.

"Nias Selatan sudah 4 kali pemilu, 1999, 2004,2009, dan 2014. Ini selalu biang kerok. Setelah tahu hasil, lalu diulang lagi. Ini mengganggu," ujar Anshori di Jakarta, Sabtu 10 Mei 2014.

Apalagi, kendati anggota KPU setempat sudah silih berganti kepengurusan, rekam jejak mereka tak berubah, selalu saja bermasalah.

"2004 lalu saya ingat Ketua KPU Nias Selatan dipidana dan tak jera-jeranya terulang lagi. Jadi saya minta itu didiskualifikasi saja. Tanpa Nias juga perolehan kursi itu sama seperti sekarang," tegasnya.

Hal ini pun diamini politisi PDIP yang juga anggota Komisi II DPR Yosonnah H Laoly. Menurutnya, terjadi pemindahan dan pengelembungan suara secara besar-besaran di Nias Selatan.

"Rekap nasional penuh catatan-catatan yang sangat mengagetkan. Terjadi penggelembungan suara secara besar-besaran. Itu sangat masif dan terdengar di mana-mana," ujar Yasonnah.

Politisi PDIP itu menerangkan, di Nias Selatan terjadi pemindahan suara yang masif. Bahkan suara PDIP nihil di sana, meski Nias Selatan termasuk basis partai banteng moncong putih itu.

Jadi, dengan semua catatan negatif yang sudah berlangsung sejak lama itu, mestinya kesaksian Satunia di Gedung MK tak terlalu mengagetkan lagi. Ibarat sejarah yang berulang, pemilu bersih agaknya tidak dikenal di wilayah Nias Selatan karena faktanya yang melakukan adalah penyelenggara pemilu sendiri.

Jika memang SDM yang lemah serta wilayah kepulauan yang susah dijangkau menjadi alasan pembenar bagi semua pelanggaran itu, maka bisa disimpulkan bahwa pemilu dari periode ke periode tak kunjung membuat Nias Selatan berubah ke arah yang lebih baik. Kawasan itu tetap saja tertinggal dan susah dijangkau oleh perubahan.

Menciptakan sebuah negara yang demokratis memang tak mudah, tapi pengalaman di Nias Selatan juga menunjukkan mereka terlalu lama untuk belajar. Maka, menjadi tugas pemerintah yang terpilih untuk memastikan Nias Selatan akan berdiri sejajar dengan daerah lainnya pada pemilu mendatang.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya