Liputan6.com, Jakarta - Di sebuah kerajaan yang dipimpin Baginda Raja, terdapat seorang menteri yang sangat dipercaya, bernama Abu Jahal. Kepercayaan ini justru disalahgunakan untuk memperkaya diri. Abu Jahal kerap meminta upeti kepada rakyat dengan mengatasnamakan Baginda Raja.
Abu Nawas yang mengetahui kelakuan Abu Jahal merasa geram. Namun, ia tidak berani melaporkannya karena sadar bahwa Abu Jahal bisa saja memutarbalikkan fakta dan menuduhnya sebagai pelaku.
Advertisement
Suatu hari, penasihat istana meninggal dunia. Baginda Raja merasa kehilangan dan belum menunjuk penggantinya. Jabatan itu untuk sementara dibiarkan kosong.
Advertisement
Seperti dilansir dari kanal YouTube Humor Sufi Official, Abu Jahal melihat ini sebagai peluang besar. Ia berambisi menduduki jabatan tersebut agar semakin berkuasa dan lebih mudah memanipulasi Baginda Raja.
Untuk menarik perhatian, Abu Jahal selalu mencari muka di depan Baginda Raja. Namun, usahanya sia-sia. Baginda Raja justru memilih Abu Nawas sebagai penasihat istana.
Keputusan ini membuat Abu Jahal marah. Ia merasa lebih pantas mendapatkan jabatan itu. Hatinya dipenuhi dendam terhadap Abu Nawas.
Suatu hari, Abu Jahal menghadap Baginda Raja dan mengajukan keberatan. "Ampun Paduka, Abu Nawas tidak pantas menjabat sebagai penasihat istana. Ia hanya seorang pelawak, bukan ahli kenegaraan," katanya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Baginda Raja Menggelar Sayembara Begini
Baginda Raja menanggapi dengan tenang, "Tapi Abu Nawas terkenal cerdik dan jujur. Itulah sebabnya aku memilihnya."
"Paduka, apakah Paduka meragukan pengabdian dan keahlian hamba? Hamba lebih berpengalaman dan lebih layak untuk jabatan itu," desak Abu Jahal.
Baginda Raja lalu memutuskan mengadakan sayembara agar lebih adil. Abu Nawas dan Abu Jahal dipanggil ke istana untuk menerima tantangan.
"Kalian harus membawakan satu gentong air laut yang rasanya tawar. Siapa yang berhasil, dialah yang berhak menjadi penasihat istana," titah Baginda Raja.
Mereka pun pulang. Abu Nawas bingung karena tahu air laut pasti asin. Sementara itu, Abu Jahal memutuskan berbuat curang dengan mengambil air sumur dan mengakuinya sebagai air laut.
Keesokan harinya, mereka kembali ke istana. Abu Jahal dengan penuh percaya diri menyerahkan gentong airnya. Baginda Raja mencicipinya dan berkata, "Air ini tawar, tapi benarkah ini dari laut?"
"Benar, Paduka. Hamba mengambilnya dari laut yang jarang diketahui orang," jawab Abu Jahal yakin.
Advertisement
Abu Nawas Justru Bawa Air Laut yang Asin, Menang atau Kalah?
Lalu, giliran Abu Nawas. Baginda Raja mencicipi airnya dan mendapati rasanya tetap asin. "Kenapa air ini tidak tawar?" tanya Baginda Raja.
"Ampun Paduka, karena memang begitulah rasa air laut," jawab Abu Nawas.
Baginda Raja awalnya mengumumkan kemenangan Abu Jahal. Namun, tiba-tiba ia berkata, "Abu Jahal, bawa aku ke laut tempatmu mengambil air tawar ini. Aku ingin melihatnya sendiri."
Wajah Abu Jahal seketika pucat. Ia tidak bisa berbohong lagi. Dengan gemetar, ia mengaku bahwa air itu berasal dari sumur.
"Kamu telah berbohong kepadaku! Bukan hanya gagal jadi penasihat istana, tapi aku juga mencabut jabatanmu sebagai menteri dan menjatuhkan hukuman penjara!" ujar baginda Raja yang murka.
Pengawal segera menangkap Abu Jahal. Kini tinggal Abu Nawas di hadapan Baginda Raja.
"Abu Nawas, kamu bisa saja berbohong seperti Abu Jahal. Tapi kenapa tidak kau lakukan?" tanya Baginda Raja.
"Ampun Paduka, hamba memang cerdik, tapi hamba bukan pembohong. Secerdik apa pun manusia, tidak ada yang bisa mengubah air laut menjadi tawar," jawab Abu Nawas.
Baginda Raja tersenyum puas. "Itulah yang aku cari dari seorang penasihat istana. Cerdik dan jujur. Mulai hari ini, kau akan tetap menjadi penasihat istana."
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
