Merapat ke KIH, PPP Tegaskan Siap Dikeluarkan dari KMP

Sekretaris Majelis Pakar PPP Ahmad Yani mengatakan partainya siap menerima konsekuensi atas langkah PPP yang merapat ke KIH.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 08 Okt 2014, 23:37 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2014, 23:37 WIB
Ahmad Yani
Ahmad Yani (PPP)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menegaskan siap dikeluarkan dari Koalisi Merah Putih (KMP) karena merapat ke kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) demi mendapat posisi sebagai pimpinan MPR. PPP memutuskan berpaling ke KIH karena di KMP mereka tak dinominasikan berada di jajaran pimpinan MPR.

Sekretaris Majelis Pakar DPP PPP Ahmad Yani mengatakan, hingga saat ini belum ada komunikasi KMP dengan PPP soal merapatnya partai berlambang Kabah itu ke KIH. Namun begitu, Yani mengatakan partainya siap menerima semua konsekuensi yang ada.

"PPP pasif saja, seperti kata Pak SDA hanya berbeda saja, kalau dikeluarkan dari KMP apa boleh buat, cinta itu kan tidak boleh bertepuk sebelah tangan," kata Yani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (8/10/2014).

Mantan anggota Komisi III DPR itu mengatakan, langkah PPP bergabung dengan KIH yang dimotori PDIP dalam pemilihan pimpinan MPR untuk mempertahankan harga diri partainya.

"Menegakkan harkat dan martabat partai. PPP pada intinya tidak tinggalkan KMP, tapi kalau KMP tinggalkan PPP silakan," ujar dia.

Yani pun menyebut bahwa PPP dan Prabowo Subianto mempunyai jasa yang besar dalam KMP. "Kalau gara-gara semalam dikeluarkan, PPP siap," tandas Yani.

Siapa Terbukti Meninggalkan?

PPP menyatakan merapat ke kubu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang dimotori PDIP. PPP kecewa karena kadernya tak masuk dalam paket pimpinan DPR maupun MPR yang diajukan kubu Koalisi Merah Putih (KMP). Bahkan, partai berlambang Kabah tersebut menuding KMP meninggalkan pihaknya karena tak memasukkan nama kadernya itu.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator KMP Idrus Marham pun berang. Ia tak terima jika KMP yang dimotori oleh Partai Gerindra itu dituding meninggalkan PPP.

"Kalian bisa lihat, faktanya mereka (PPP) semalam (Selasa malam) yang ke sana (KIH) ikut kubu sana. Siapa jadi yang meninggalkan? Jadi bukan KMP yang meninggalkan (PPP)," ketus Idrus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 8 Oktober 2014.

Sekjen Partai Golkar itu pun mengaku tak terima jika KMP disebut telah mendzolimi PPP. Idrus mengatakan, KMP sejak awal selalu mengedepankan politik ideolologi bukan bagi-bagi kekuasaan.

Selain itu ia menambahkan, PPP sejak awal kesepakatan memang memasrahkan kepada Pengurus KMP perihal posisi pimpinan di parlemen karena sedang mengalami konflik internal.

"Proses politik di KMP itu panjang dengan beberapa pertemuan, lalu ada kesepakatan dan bagian integral kesepakatan itu PPP tidak masuk paket DPR/MPR. Itu ditandatangani ketumnya, bahkan ada petingi-petinggi PPP lain yang hadir di mana mereka bilang silakan kami pasrah, kami ingin menyelesaikan internal kami dulu. Jadi mana yang menzalimi, jangan kemelut internal mereka kita disalahkan," beber Idrus.

Maka dari itu, Idrus berharap, untuk urusan PPP yang merapat ke KIH jangan dilihat hanya sepihak saja tapi lebih mendalam. Menurut dia, jika dalam hubungan politik itu banyak 'mengancam', maka hal tersebut tidak akan menjadikan politik itu sendiri bermartabat.

"Jadi jangan KMP yang disudutkan. Kan mereka (PPP) sedikit-sedikit mengancam, mau begini nanti kalau tidak mau begitu. Ini bukan kedewasaan politik, tidak bisa bermartabat kalau sedikit-sedikit mengancam. Kita membuat koalisi atas kesadaran tanpa paksaan," tandas Idrus.

Kekalahan Osman Sapta Dipermasalahkan

Sementara itu, beberapa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam Sidang Paripurna DPD mempersoalkan kekalahan Oesman Sapta Odang menjadi Ketua MPR yang diusung Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dalam Sidang Paripurna MPR pada Rabu dini hari.

"Badan Kehormatan DPD harus memberi sanksi pada anggota yang berkhianat (menjalankan rekomendasi Rapat Paripurna DPD)," kata anggota DPD dari Sulawesi Selatan Bahar Ngitung di Sidang Paripurna DPD, Gedung Nusantara V DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu 8 Oktober 2014.

Bahar berujar, dalam rapat Paripurna DPD disepakati mengusung Oesman Sapta menjadi Ketua MPR periode 2014-2019 dari unsur DPD. Namun menurut dia, dalam Sidang Paripurna MPR ada anggota DPD yang berkhianat sehingga tidak memperjuangkan keputusan Rapat Paripurna DPD tersebut.

"Kita melihat ada anggota DPD yang jingkrak-jingkrak (saat Sidang Paripurna MPR) padahal rekomendasi Rapat Paripurna DPD tidak berhasil," ujar dia.

Dia pun meminta BK DPD menindaklanjuti pengkhianatan yang dilakukan anggota DPD tersebut.

Di tempat yang sama, anggota DPD asal Sulawesi Tengah Muhammad Asri Anas menyayangkan ketidaksolidan anggota DPD mengusung Oesman Sapta sebagai Ketua MPR. Asri menilai, beberapa anggota DPD sudah melakukan lobi politik kepada kubu Koalisi Merah Putih (KMP).

"KMP tidak mau DPD jadi Ketua MPR, namun KIH setuju. Secara matrik DPD menang apabila kita semua menyatu," ucap Asri.

Dia mengungkapkan, tidak solidnya suara DPD itu membuat KIH menghubunginya dan menyesalkan ketidaksolidan DPD memenangkan paket pimpinan MPR yang diusulkan KIH. Asri menegaskan proses Sidang Paripurna MPR itu, memberikan pelajaran berharga bagi DPD bahwa lembaga itu harus solid mendukung apa pun keputusan Rapat Paripurna DPD.

"Rapat paripurna DPD hanya mengusulkan satu nama untuk pimpinan MPR yaitu Oesman Sapta," tandas Asri. (Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya