2-7-1990: Tragedi Terowongan Mina Tewaskan 1.426 "Syuhada Haji"

Dari sekitar 1.426 jemaah haji yang meninggal dunia, 631 di antaranya berasal dari Indonesia.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 02 Jul 2015, 06:00 WIB
Diterbitkan 02 Jul 2015, 06:00 WIB
2-7-1990: Tragedi Terowongan Mina Tewaskan 1.426 Syuhada Haji
Jemaah haji di terowongan Mina, Mekah. (Kemenag.go.id/Adam Dwi/Mch Mekah)

Liputan6.com, Mekah - Hari itu, 2 Juli 1990, kabar duka datang dari Tanah Suci. Sekitar 1.426 jemaah dilaporkan meninggal dunia akibat berdesak-desakan dan saling injak di terowongan Haratul Lisan, Mina.

Seperti diberitakan Antara, dari seluruh "syuhada haji" yang meninggal dunia, 631 di antaranya berasal dari Indonesia.

Momen menyedihkan itu diduga kuat terjadi karena jemaah, baik yang akan pergi melempar jumrah maupun yang pulang, berebutan dari dua arah untuk memasuki satu-satunya terowongan yang menghubungkan tempat jumrah dan Haratul Lisan. Dalam kondisi minim oksigen dan panik, mereka saling injak.

Kondisi seperti itu tak tertahankan bagi para jemaah. Terutama mereka yang lanjut usia dengan kondisi fisik yang lemah terpapar terik matahari.

Seorang saksi mengatakan, laju manusia di dalam terowongan tiba-tiba terhenti. Sementara, dari luar, para jemaah mendesak masuk. Mereka ingin segera mendinginkan tubuh dari teriknya panas yang mencapai 44 derajat Celcius.

Akibatnya, terowongan yang dirancang bisa menampung 1.000 orang, dijejali 5.000 jemaah.

"Dengan oksigen yang berkurang, banyak orang tak sadarkan diri, sebagian meninggal dunia. Mereka yang ada di dalam terowongan berdesakan, bahkan ada yang terinjak-injak," kata seorang saksi mata seperti dimuat New York Times, 3 Juli 1990.

Sementara itu, Raja Arab Saudi, Fahd bin Abdul Aziz Al-Saud, seperti dikutip kantor berita SPA, mengatakan bahwa musibah terjadi karena jemaah yang memadati terowongan melebihi kapasitas.

''Jika para jemaah haji mengikuti petunjuk, kecelakaan niscaya bisa dicegah," kata dia.

Mantan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Tuty Alawiyah, menjadi saksi mata kejadian tragis tersebut.

Saat peristiwa tersebut terjadi, Tuty hanya berjarak 100 meter dari terowongan dan sedang mengantre. Ia beruntung luput dari celaka.

Jemaah haji di terowongan Mina, Mekah. (Kemenag.go.id/syaifullah amin)

Sementara, laman Nahdlatul Ulama nu.or.id  menyebutkan, ketika insiden itu terjadi hanya ada satu terowongan untuk dilalui para jemaah dari 2 arah.

Setelah terowongan dibuat menjadi dua, musibah biasanya terjadi justru di sekitar Jamarot, yaitu saat pertemuan jemaah yang kembali setelah melempar jumrah dan jemaah yang datang untuk melempar jumrah.

Setelah musibah besar yang merenggut nyawa 1.426 orang itu, Pemerintah Arab Saudi kemudian memperbesar luas dan meninggikan terowongan hingga menjadi 40 meter. Berikut membuat ventilasi besar yang memanjang di atasnya.

Tak hanya itu, juga ada penambaan mesin-mesin besar yang tergantung di atas terowongan. Berfungsi sebagai pengisap udara dan memompa oksigen ke dalam terowongan.

Selain peristiwa di Terowongan Mina, tragedi nahas juga terjadi Amerika Serikat. Kala itu, 2 Juli 1881, presiden ke-20 yang baru 4 bulan menjabat, ditembak.

James A. Garfield bertahan selama 80 hari sebelum meninggal akibat komplikasi dari luka tembak yang dialaminya.

Sementara pada tanggal yang sama tahun 1900 tercatat sebagai momen penerbangan balon udara Zeppelin pertama di Danau Constance dekat Friedrichshafen, Jerman. (Tnt/Ein)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya