Cara Cegah dan Atasi Susah BAB Saat Puasa Ramadhan

Sembelit atau susah buang air besar (BAB) jadi salah satu yang dikeluhkan ketika menjalani puasa Ramadhan.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 13 Apr 2022, 06:15 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 06:15 WIB
Ilustrasi Sembelit
Ilustrasi Sembelit/Freepik.com

Liputan6.com, Jakarta - Sembelit atau susah buang air besar (BAB) jadi salah satu yang dikeluhkan ketika menjalani puasa Ramadhan. Perubahan pola makan dan berkurangnya durasi tidur ketika Ramadhan dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti konstipasi atau sembelit.

Riset pada 2017 yang dimuat dalam Journal of Religion and Health menunjukkan, kondisi susah BAB, perut kembung, begah, dan kondisi kekenyangan kerap dialami mereka yang tengah menjalani puasa Ramadhan.

Sembelit terjadi ketika seseorang buang air besar kurang dari tiga kali dalam seminggu. Kemungkinan feses akan menjadi keras dan sulit untuk dikeluarkan. Selain itu, meski telah BAB, seseorang mungkin merasa masih belum tuntas.

Kesulitan BAB dipengaruhi beragam faktor, termasuk masalah gaya hidup seperti asupan nutrisi, kecukupan minum air, aktif atau tidaknya seseorang hingga tingkat stres.

Pakar diet Samina Qureshi, RDN, yang kerap menangani pasien dengan permasalahan pencernaan dan komunitas Muslim.

"Setiap tahun, klien saya yang tengah menjalankan Ramadhan tertarik pada bagaimana mengisi asupan yang tepat bagi tubuh serta bagaimana menghindari sembelit yang biasa terjadi saat berpuasa," kata Qureshi kepada Health.

"Kami menghabiskan waktu selama sesi kami membahas tentang bagaimana mempersiapkan diri  sebelum, selama, dan setelah Ramadhan agar dapat menjalani puasa dengan sukses."

Berikut ini, Qureshi membagikan tip suntuk membantu mengurangi frekuensi dan keparahan sembelit, yang biasa dia sarankan kepada kliennya yang menjalankan puasa Ramadhan, seperti dikutip dari laman Health. 

Cukupi Kebutuhan Serat

Selama Ramadhan, berkurangnya asupan makanan bisa menjadi pemicu utama terjadinya sembelit. Saat berpuasa, orang mengurangi frekuensi makan menjadi hanya dua kali sehari, yakni ketika sahur dan berbuka puasa di petang hari.

Menurut laporan tahun 2016 dalam Red Crescent Medical Journal Iran, sekitar 30% dari total asupan kalori harian terjadi pada saat sahur; lalu sekitar 60% pada saat berbuka puasa.

Karena frekuensi makan dibatasi hanya dua kali sehari saat berpuasa, penting untuk memastikan makanan tersebut kaya akan serat. Dalam laporan tersebut, peneliti menemukan bahwa makan kurang dari 15 gram serat setiap hari dikaitkan dengan peningkatan risiko sembelit.

Qureshi mengatakan, makan pagi yang kaya serat dapat membantu mengurangi kemungkinan sembelit.

"Oatmeal bisa menjadi pilihan yang cepat dan mudah dan kaya akan serat sehingga membantu memadatkan tinja," kata Qureshi.

"Pilihan mudah lainnya untuk sahur adalah smoothie dengan buah yang menghidrasi, selai kacang, yogurt, biji chia, dan biji rami untuk tambahan serat ekstra."

Memenuhi kebutuhan serat dari sumber alami dan makanan utuh adalah kunci. Serat adalah karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh kita, itulah sebabnya serat memainkan peran besar dalam pencernaan—secara khusus menambah kepadatan tinja, yang memungkinkan pergerakan usus lebih lembut.

Ketika Anda memilih mengonsumsi suplemen serat, Anda tidak mendapatkan manfaat tambahan dari massa ekstra untuk membantu memindahkan dan melunakkan tinja.

 

Minum Lebih Banyak Air

Air dan serat berjalan beriringan: Meningkatkan serat tanpa menambahkan cairan yang cukup dapat menyebabkan risiko sembelit lebih besar, kata Qureshi.

Menurut laporan 2016, minum kurang dari 750 mililiter cairan setiap hari dapat menyebabkan sembelit. Sementara kebutuhan air bervariasi dari orang ke orang, Institute of Medicine of the National Academies merekomendasikan 95 hingga 125 ons total asupan cairan setiap hari, sekitar 80% di antaranya berasal dari air dan cairan lainnya.

Mungkin sulit untuk sepenuhnya memenuhi kebutuhan cairan tubuh saat berpuasa. Untuk membantu mengatasi masalah ini, penting untuk meminum air secara teratur pada malam hari daripada mencoba menenggak air saat makan pagi atau sore hari.

Untuk melacak kurang atau tidaknya asupan cairan Anda, bisa dengan memerhatikan warna urine ketika buang air kecil.

Warna urine adalah cara sederhana untuk menilai tingkat hidrasi dan telah diakui sebagai indikasi yang cukup akurat apakah diperlukan lebih banyak hidrasi.

Warna urine normal adalah kuning muda sampai pucat; sesuatu yang lebih gelap menunjukkan bahwa Anda mungkin membutuhkan lebih banyak cairan dalam diet Anda.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya