Liputan6.com, Purwokerto - Pada zaman Rasulullah SAW, muncul kasus seperti yang terjadi hari ini. Sebuah keluarga dari kalangan terhormat berupaya menyelamatkan anggota keluarga mereka dari kejahatan yang telah dilakukan.
Advertisement
Alkisah, seorang wanita terhormat diduga melakukan aksi kriminal di Makkah. Wanita itu diduga melakukan pencurian.
Advertisement
Masalahnya, wanita itu merupakan anggota bani makhzum. Salah satu klan atau kelompok kekerabatan yang terhormat di antara Bani Quraisy dan masyarakat Arab pada umumnya.
Baca Juga
Jika kasus pencurian ini terkuak, secara jelas tentu akan mempermalukan Bani Makhzum yang sangat terpandang. Operasi klandestin pun dilakukan untuk si meloloskan wanita pencuri itu.
Salah satu caranya yakni dengan cara nekat, diam-diam melobi secara pribadi Nabi Muhammad, yang merupakan pimpinan tertinggi. Untuk melakukan operasi sulit ini, mereka memilih orang yang dirasa paling tepat.
Orang terpilih tersebut Usamah bin Zaid bin Haritsah, tokoh dari kalangan mereka sendiri. Usamah dinilai sangat dekat dengan Nabi Muhammad SAW lantaran ayahnya, Zaid bin Haritsah merupakan anak angkat Nabi yang sangat dicintai.
Sama dengan ayahnya, Usamah juga disayangi oleh Nabi. Bahkan ia adalah panglima termuda pasukan Islam kala itu. Di kalangan para sahabat, ia mendapat julukan Hibbur Rasul atau orang yang sangat dicintai Rasulullah SAW.
Pendek kalimat, Bani Makhzum membujuk Usamah. Usamah pun akhirnya bersedia.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Rasulullah Marah
Mengutip NU Online, panglima perang termuda yang berhasil menaklukan wilayah Bizantium ini pun langsung menghadap Nabi, dan meminta agar membebaskan wanita pencuri itu dari jeratan hukum.
Tapi ternyata Nabi tak berkenan. Beliau justru memarahi Usamah bin Zaid bin Haritsah.
“Apakah kamu mau menolong penjahat agar lepas dari hukum-hukum yang telah ditetapkan Tuhan?” kata Nabi, penuh kegeraman.
Melihat kemarahan Nabi yang sesungguhnya, Usamah menyesal dan memohan ampun atas kecerobohannya. Ia pun meminta Nabi agar berkenan memintakan ampunan kepada Allah. Setelah kecewa dengan Usamah, Nabi saw segera berpidato secara lantang:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ. وَإِنِّى وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا. رواه مسلم
Artinya: “Ammaba’du, sungguh yang menghancurkan generasi manusia sebelum kalian adalah karena mereka, ketika ada orang terhormat melakukan pecurian, maka mereka biarkan; dan bila yang melakukannya adalah orang lemah, maka kalian tegakkan hukum had (yang berlaku efektif pada waktu itu). Sungguh aku, demi Tuhan yang menguasai nyawaku, andaikan putriku sendiri Fatimah binti Muhammad mencuri, sungguh akan ku potong tangannya.” (HR Muslim).
Kisah ini diharapkan bisa menjadi pengingat untuk aparat hukum yang kini tengah memproses kasus kematian Brigadir J. Sejak awal, kasus ini banyak kejanggalan dan terbukti kemudian, tembak menembak yang disebut dipicu pelecehan seksual adalah skenario busuk untuk meloloskan diri dari tindak kejahatan pembunuhan.
Kini kepolisian telah menetapkan lima tersangka. Dua di antaranya adalah Ferdy Sambo dan istrinya, putri Candrawathi.
Tim Rembulan
Advertisement