Dalil Al-Qur'an dan Hukum Ucapan Selamat Tahun Baru Hijriyah

Tahun baru hijriyah merupakan momentum berharga bagi umat muslim. Memperingati peristiwa-peristiwa besar dalam Islam merupakan perbuatan yang disyariatkan (masyru').

oleh Putry Damayanty diperbarui 20 Jul 2023, 11:15 WIB
Diterbitkan 20 Jul 2023, 11:15 WIB
Ilustrasi bulan Muharam, tahun baru Islam
Ilustrasi bulan Muharam, tahun baru Islam. (Photo created by pikisuperstar on www.freepik.com)

Liputan6.com, Jakarta - Momentum tahun baru Islam menjadi hal penting bagi umat muslim. Hal ini sebagai awalan bagi seorang muslim untuk menjadi lebih baik di tahun berikutnya. 

Tahun baru hijriyah adalah tahun baru Islam yang sistem penanggalannya didasarkan pada hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah.

Biasanya pada momentum ini akan berseliweran ucapan selamat tahun baru Hijriah baik dari lembaga atau perseorangan, misalnya dengan kalimat "Selamat Tahun Baru Hijriah 1 Muharram 1445 H. Semoga keberkahan selalu melimpahi diri kita." dan sejenisnya. Pertanyaannya kemudian adalah sebenarnya bagaimana hukumnya dan apa dalilnya? 

Mengutip dari laman NU Online, ucapan selamat tahun baru Hijriah tidak ada dalil sharih (jelas) baik dari al-Qur'an ataupun hadis Nabi yang melarang atau dalil yang menetapkannya. Namun, ada nash yang memungkinkan untuk digunakan sebagai penjelasan hukum ucapan selamat tahun baru Hijriah, diantaranya adalah al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 5, Allah SWT berfirman:

 وَذَكِّرْهُمْ بِاَيّٰىمِ اللّٰهِ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّكُلِّ صَبَّارٍ شَكُوْرٍ

Artinya: "Dan ingatkanlah mereka tentang hari-hari Allah.” Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat penyabar lagi banyak bersyukur."

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Hukum dalam Syariat Islam

Berkaitan dengan ayat di atas Al-Imam Fakhruddin ar-Razi (wafat 606 H) menjelaskan dalam tafsirnya, 

وَالتَّذْكِيرُ بِأَيَّامِ اللَّهِ لَا يَحْصُلُ إِلَّا بِتَعْدِيدِ نِعَمِ اللَّهِ تَعَالَى 

Artinya: "Mengingat hari-hari Allah dapat dihasilkan dengan menghitung-hitung nikmat-nikmatnya". 

Menukil pendapat al-Wahidi, ar-Razi berkata: "kata 'aýyam' adalah jamaknya 'yaum' sedangkan makna 'yaum' adalah kadar waktu dari munculnya matahari sampai tenggelamnya matahari."  

Kemudian masih menurut ar-Razi, "Allah mengungkapan kata 'aŷyam' untuk peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di waktu itu." Lanjut beliau menjelaskan makna ayat,  

إذا عرفت هذا، فالمعنى عظهم بالترغيب والترهيب والوعد والوعيد، فالترغيب والوعد أن يذكرهم ما أنعم الله عليهم وعلى من قبلهم ممن آمن بالرسل في سائر ما سلف من الأيام، والترهيب والوعيد: أن يذكرهم بأس الله وعذابه وانتقامه ممن كذب الرسل ممن سلف من الأمم فيما سلف من الأيام، مثل ما نزل بعاد وثمود وغيرهم من العذاب، ليرغبوا في الوعد فيصدقوا ويحذروا من الوعيد فيتركوا التكذيب 

Artinya: "Jika engkau telah mengetahui penjelasan di atas, maka maknanya adalah peringatkan mereka dengan; ajakan dan intimidasi, janji dan ancaman. Adapun ajakan dan janji adalah dengan mengingatkan mereka tentang nikmat-nikmat Allah kepada mereka dan orang-orang sebelum mereka dari orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dari sisa-sisa waktu yang telah lalu. Sedangkan intimidasi dan ancaman adalah dengan mengingatkan mereka tentang kengerian siksaan dan balasan Allah kepada orang-orang yang telah lalu yang mendustakan Rasul-Nya dari umat-umat terdahulu di hari-hari yang telah lampau. Semisal siksaan yang diturunkan kepada kaum Ad, Tsamud dan selainnya, supaya mereka termotivasi dengan janji-janji Allah kemudian membenarkan, dan menjauhi ancaman-Nya serta meninggalkan kedustaan."  

Kemudian makna firman Allah:  

إن في ذلك لآيات لكل صبار شكور  

Maknanya adalah sesungguhnya pada tadzkir dan tanbih yang demikian itu merupakan tanda-tanda (keesaan Allah) bagi orang yang sangat penyabar lagi banyak bersyukur. Karena kondisi; adakalanya cobaan berat atau karunia. Ini merupakan peringatan bahwasanya orang mukmin itu wajib untuk tidak mengosongkan waktunya dari satu dari dua hal tersebut, yakni bersyukur jika waktu (kejadian yang dialami) berjalan sesuai dengan keinginannya. Dan sabar jika sebaliknya. 

 

Diperbolehkan dan Tidak Melanggar Syariat

Ibnu Asyur  juga mengatakan dalam tafsirnya terkait makna frasa "ayyamillah" dalam al-Qur'an sebagai berikut. 

وقد يطلق أيام الله في القرآن على الأيام التي حصل فيها فضله ونعمته على قوم، وهو أحد تفسيرين لقوله تعالى: ‌وذكرهم ‌بأيام ‌الله [إبراهيم: 5] 

Artinya: "Dan dimutlakkan bahwa kata 'ayyamillah' dalam al-Qur'an pada hari-hari yang terdapat keutamaan dan nikmat-Nya kepada kaum. Dan ini adalah salah satu tafsir untuk firman Allah surat Ibrahim ayat 5." (Muhammad at-Thahir Asyur, At-Tahrir wa At-Tanwir, [Tunis, Dar-At-Tunisia: 1984 M], juz XXV, halaman 341). 

Dari penjelasan di atas menjadi jelas bahwa memperingati peristiwa-peristiwa besar merupakan perbuatan yang disyariatkan (masyru'). Termasuk peristiwa besar yang perlu diperingati adalah dihilangkannya cobaan yang berat, seperti peristiwa hijrahnya para sahabat Nabi dari Makkah ke Madinah di mana para sahabat Nabi di Makkah menerima penyiksaan dan penindasan kemudian di Madinah mereka mendapatkan anugerah dan kenikmatan yang besar.  

Allhasil, memperingati hari-hari yang terdapat kejadian atau peristiwa besar baik berupa cobaan dan anugerah adalah dibenarkan dalam syariat. Kedua peristiwa tersebut terkumpul dalam Hijrah An-Nabawiyyah. Dengan demikian memperingati dan mengucapkan "Selamat Tahun Baru Hijriyah 1 Muharram" diperbolehkan dan tidak melanggar syariat, sebagai wujud syukur atas karunia-Nya lebih-lebih dalam ucapan tersebut berisi doa dan harapan baik. Wallahu a'lam bisshawab.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya