Wow.. Jemaah Gus Iqdam Dijanjikan Sarapan Gratis Seumur Hidup, Ini Hukum Ingkar Janji dalam Islam

Ada jemaah Gus Iqdam dapat hadiah besar, sarapan gratis seumur hidupnya. Gara-gara bisa foto dengan Gus Iqdam, Bagaimana hukum menepati janji dalam Islam?

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jan 2024, 10:30 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2024, 10:30 WIB
iqdam mmmmmm
Gus Iqdam (Tik Tok)

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini, momen yang sangat unik terjadi saat Gus Iqdam tengah mengisi sebuah pengajian di Bojonegoro. Salah seorang jemaahnya menarik perhatian publik lantaran ceritanya yang dijanjikan mendapatkan sarapan gratis jika ia bisa melakukan suatu hal terhadap Gus Iqdam.

Tak tanggung-tanggung, seorang jamaah yang diketahui bernama Mudi ini menceritakan jika ia bisa berfoto bersama dengan Gus Iqdam, bosnya berjanji mendapatkan fasilitas sarapan seumur hidup.

Sontak hal tersebut mengundang perhatian dari Gus Iqdam serta seluruh jemaah dalam majelis tersebut.

Nah yang menjadi persoalan adalah bagaimana hukumnya bagi seseorang yang memberikan janji kepada orang lain dalam Islam? Bagaimana hukum todak menepati dan menepati janji dalam Islam.

Apalagi jika orang tersebut sampai melakukan suatu hal untuk mendapatkan hadiah (janji) tersebut.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Hukum Menepati dan Menyelisihi Janji

Ilustrasi jari kelingking (perjanjian)
(Unsplash.com/Womanizertoys)

Dikutip dari muslim.or.id pada Sabtu (27/01/2024), berikut ini penjelasan secara lengkap mengenai hukum memberikan dan menepati janji dalam Islam.

Dalam masalah hukum menepati janji atau hukum menyelisihi janji, ada tiga pendapat ulama dalam masalah ini.

Pendapat pertama yaitu pendapat jumhur ulama. Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum memenuhi janji yang itu murni berbuat baik kepada orang lain adalah sunnah (mustahab) dan tidak wajib.

Janji yang murni berbuat baik kepada orang lain misalnya seseorang berjanji jika dia mendapatkan bonus gaji, dia akan mentraktir makan bakso temannya. Maka menurut jumhur ulama, janji semacam ini hukumnya sunnah untuk dipenuhi, tidak sampai derajat wajib.

Pendapat kedua adalah pendapat Imam Malik Rahimahullah yang mengatakan bahwa hukum memenuhi janji itu wajib jika janji tersebut menyebabkan orang lain sudah melakukan suatu tindakan tertentu, dan jika janji tersebut tidak dipenuhi, maka orang tersebut akan menderita kerugian atau mengalami kesusahan.

Misalnya, ada seorang pemuda bujangan yang ingin menikah namun tidak memiliki dana untuk melangsungkan pernikahan. Lalu seseorang berjanji kepada pemuda tersebut bahwa dia lah yang akan menanggung mahar dan biaya pernikahannya. Dengan janji tersebut, sang pemuda melamar wanita yang hendak dinikahinya. Janji seperti inilah yang dalam madzhab Imam Malik rahimahullah wajib untuk ditunaikan dan haram diselisihi karena akan menimbulkan kesusahan bagi orang lain.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa memenuhi janji hukumnya wajib secara mutlak dan menyelisihi janji hukumnya haram.

Dan wallahu a’lam, pendapat ke tiga inilah yang paling kuat karena menyelishi janji adalah tanda kemunafikan, sehingga tidak mungkin kita katakan bahwa hukum menyelisihi janji itu tidak sampai derajat haram.

Dan juga, menyelisihi janji disamakan dengan berkata dusta, sedangkan dusta (bohong) itu haram, sehingga tidak mungkin kalau menyelisihi janji itu tidak haram (sebatas makruh saja, misalnya). Sehingga yang lebih tepat, menyelisihi janji itu hukumnya haram dan sebaliknya, hukum memenuhi janji adalah wajib.

Peluang Janji dapat Diingkari

Ilustrasi Janji, Komitmen
Ilustrasi Janji, Komitmen (Photo by Ryan Franco on Unsplash)

Sementara itu, ada beberapa hal yang berpeluang membuat sebuah janji dapat diingkari, diantaranya :

Pertama, membuat janji untuk berbuat baik kepada orang lain (misalnya memberi hadiah), akan tetapi ketika membuat janji, dia sudah berniat dan bertekad untuk tidak memenuhi janji tersebut, dan secara riil memang dia tidak memenuhi janji yang sudah dibuat. Ini adalah perbuatan menyelisihi janji yang paling jelek.

Kedua, ketika membuat janji tidak ada niat untuk tidak memenuhi janji tersebut. Dia memiliki tekad untuk memenuhi janjinya. Namun ketika tiba hari H, dia tiba-tiba tidak memenuhi janjinya tersebut tanpa alasan yang bisa dibenarkan.

Dua perbuatan ini termasuk dalam perbuatan menyelisihi janji atau tidak menepati (memenuhi) janji yang telah dibuat.

Taukah kamu, ada anjuran untuk mengusahakan menepatinya ketiak sebuah janji sudah dibuat. Sebab, orang yang senang membuat janji dan senang mengingkarinya termasuk dalam golongan orang yang munafik.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya : “Tanda orang munafik itu ada tiga, (1) jika berbicara berdusta; (2) jika berjanji maka tidak menepati; dan (3) jika diberi amanah, dia berkhianat.” (HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59)

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya