Liputan6.com, Jakarta - Hari pencoblosan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 tinggal menghitung hari. Pada 14 Februari 2024 masyarakat seluruh Indonesia secara serentak akan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk memilih calon pemimpin lima tahun mendatang.
Masa tenang Pemilu 2024 pada 11-13 Februari rawan praktik bagi-bagi uang agar memilih calon tertentu. Tak menutup kemungkinan serangan fajar seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya dilakukan mendekati hari pemilihan tahun ini.
Serangan fajar adalah pemberian uang, barang, jasa atau materi lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang di tahun politik atau saat kampanye menjelang Pemilu. Serangan fajar adalah istilah populer dari politik uang di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman aclc.kpk.go.id, serangan fajar dalam Pemilu menjadi lumrah karena sudah membudaya, memengaruhi sistem politik demokrasi, dan pada akhirnya menjadi sebab politik berbiaya tinggi.
Dalam khazanah Islam, istilah yang sepadan dengan serangan fajar atau politik uang adalah risywah (suap, sogok, atau rasuah). Hukum asal risywah ialah haram sebagaimana disebut dalam Al-Qur‟an, hadis, dan Ijma’, bahkan termasuk dosa besar.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Politik Uang Menurut Buya Yahya
Ulama kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya mengajak umat Islam untuk tidak menerima pemberian amplop politik, meskipun uang politik tersebut tidak mengharuskan memilih calon tertentu. Menurut Buya Yahya, yang jadi masalah dalam politik uang bukan soal tulus dan ikhlas.
“Permasalahannya bukan itu. Hati kita itu cenderung kepada dunia kuat sekali, sehingga menjadi kita itu tidak enakan karena merasa kita sudah menerima. Padahal dia tidak pantas untuk kita pilih lalu kita pilih. Maka lebih baik urusan hadiah jangan dihubungkan dengan pemilihan,” kata Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Ahad (11/2/2024).
Dalam politik uang, yang dikhawatirkan Buya yahya adalah sumber uangnya. Ia berpandangan bahwa bukan tidak mungkin uang tersebut berasal dari orang terkaya di negeri ini yang sudah ada janji-janji politik dengan calon pemimpin yang didukungnya.
“Nah, setelah jadi bagaimana dia akan menyejahterakan rakyat sementara dia sendiri punya kewajiban untuk mengembalikan (dana) karena dia nggak punya duit, tapi kok bisa bagi-bagi duit kan aneh,” tuturnya.
“Jadi banyak kemungkinan-kemungkinan yang menjadikan kita jerumuskan dia. Kalau memang kita percaya dia orang baik, kita katakan, ‘Pak cukup gak usah Anda keluarkan uang karena aku tahu kamu orang baik dan kamu tidak punya duit. Maka gak usah bagi-bagi. Karena kamu baik kamu maka saya akan pilih’,” Buya Yahya menambahkan.
Advertisement
Jika Terlanjur Menerima Amplop Politik
Buya Yahya mengimbau umat Islam jangan membiasakan menerima pemberian uang dari tim sukses (timses) manapun. Kalau masalah diajak makan atau makan makanan ringan darinya masih dianggap wajar, tetapi tetap waspada dan kalau perlu menghindar.
“Harapan kami adalah Anda jangan biasakan dengan pemberian itu takut hati Anda terbelih. Kemudian yang kedua akan merepotkan sang calon tersebut saat jadi karena harus membayar (dan) mengembalikan harta tersebut,” kata Buya Yahya.
“Jadi beri memberi tetap kami tidak imbau itu semuanya. Bahkan hindari, Anda tidak perlu. Aduh sudah terlanjur saya terima, ya tobatnya jangan dipilih saja dia. itu aja sederhana,” pungkasnya.