Liputan6.com, Cilacap - Ayah merupakan kepala keluarga artinya sebagai pemimpin dan bertanggung jawab atas keluarganya. Baik buruknya keluarganya menjadi tanggung jawabnya dan kelak di hari kiamat.
Menjadi seorang ayah ternyata tidak enteng dan mudah. Banyak hal dalam rumah tangga yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satunya ialah nafkah untuk keluarganya.
Advertisement
Perihal ini, Ustadz Adi Hidayat (UAH) membeberkan tanggung jawab seorang ayah kepada keluarganya, bahwa seorang ayah dilarang membawa sesuatu ke rumah yang ditempati oleh anak dan istrinya.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini tentu saja penting disampaikan, sebab acapkali para ayah tidak menyadari bahwa sesuatu yang di bawa ke rumah bisa berbahaya bagi istri dan anak-anaknya.
Simak Video Pilihan Ini:
Jangan Bawa Barang ini Ke Rumah
UAH berpesan kepada para ayah selaku penanggung jawab keluarga yang di dalamnya terdapat anak-anak dan istrinya.
Menurutnya seorang ayah jangan sampai membawa sesuatu yang haram ke rumahnya. Sebab hal yang haram ini akan membuat anak-anaknya menjadi rusak, termasuk juga istrinya.
“Tolong ya para ayah, jangan pernah bawa yang haram ke rumah," kata UAH dikutip dari tayangan Youtube @maspurajalah, Senin (30/09/2024).
“Jangan pernah bawa yang haram,” kembali UAH menandaskan.
“Itu dimasak oleh istri, dimakan oleh anak, rusak anak,” sambungnya.
“Rusak, demi Allah rusak,” tandasnya lagi.
Advertisement
Bahaya Sesuatu yang Haram bagi Keluarga
Mengutip tabungwakaf.com, inilah dampak buruk bagi keluarga yang terjadi akibat barang haram.
1. Memicu murka Allah SWT
Harta yang berasal dari jalan haram dapat memicu murka Allah SWT. Hal ini telah Rasulullah SAW wanti-wanti kepada keponakannya, Ali bin Abi Thalib, seperti dikutip dari Republika:
يا علي، اذا غضب الله على احد رزقه مالا حراما. فاذل اشتد غضبه عليه وكل به شيطانا. يبارك له فيه ويصحبه ويشغله بالدنيا عن الدن. ويسهل له امور دنياه ويقول: الله غفور رحيم
Artinya: “Wahai Ali, jika Allah marah kepada seseorang maka Allah akan memberinya rezeki yang haram. Dan ketika Allah semakin marah kepada seseorang hamba maka Allah akan mewakilkan (memberi kuasa) kepada setan untuk menambah rezekinya dan menemaninya, menyibukannya dengan dunia serta melupakan agama. Memudahkan urusan dunianya dan setan berkata (menggoda dengan kalimat): Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.”
2. Tidak ada keberkahan dalam beragama
Tidak ada keberkahan sama sekali dari uang haram. Rasulullah SAW mengatakan bahwa orang yang mendapatkan hartanya di jalan yang salah, maka hatinya akan mati dan buta dalam melaksanakan taat kepada Allah:
يا على، لا يزال المؤمن في زيادة في دينه مالم ياكل الحرام. ومن فارق العلما ء مات قلبه وعمى عن طاعة الله تعالى
Artinya: “Wahai ali orang mukmin akan selalu bertambah (kuat) agamanya selama ia tidak memakan yang haram. Dan barangsiapa meninggalkan (menjauhi) ulama, maka hatinya akan mati, dan buta dalam melaksanakan taat kepada Allah.”
3. Bacaan Al Quran pemakan harta haram tidak memiliki dampak apapun
Orang yang memakan harta haram termasuk orang-orang yang melemparkan kitab Allah (Al-quran) ke belakang punggungnya. Naudzubillah min dzalik, begitu berbahaya dampak memberi makan anak dan keluarga dengan uang haram.
ياعلى، من قرا القران ولم يحل حلاله ولم يحرم حرامه كان من الين نبذوا كتاب الله وراء ظهورهم
Artinya: Halalkan apa yang dihalalkan dalam Alquran dan tidak mengharamkan apa yang diharamkan dalam Alquran maka orang tersebut termasuk orang-orang yang melemparkan kitab Allah (Al-quran) ke belakang punggungnya.”
Bak terpental, Allah sulit menerima ibadah seseorang yang hidup dari penghasilan haram, baik ibadah untuk diri sendiri maupun orang terdekat sekalipun, seperti keluarga.
Dimintai Tanggung Jawabnya di Akhirat
4. Di akhirat akan ditanya semua perlakuan selama di dunia
Melansir dari jurnal Aminu Yakubu dkk dalam ‘Legal and Illegal Earning in Islam: A Literature Review’ memaparkan bahwa uang haram merupakan hal ilegal. Syariat mengatur bahwa barang yang diperoleh dari proses ilegal hukumnya haram.
Haram dalam bahasa Arab, kata yang memiliki arti “dilarang‟. Haram mengacu pada segala sesuatu yang dilarang dalam Al-Qur’an atau akan mengakibatkan dosa ketika dilakukan oleh seorang Muslim. Misalnya, perzinahan, pembunuhan atau uang yang diperoleh melalui kecurangan, kejahatan, zolim, atau mencuri. Bisa juga merujuk pada makanan dan minuman tertentu seperti babi atau alkohol, yang dianggap Haram
Penghasilan haram mengacu pada penghasilan yang diperoleh tidak sesuai dengan petunjuk dan cara yang disetujui oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW. Penghasilan ilegal sangat dilarang dan dikutuk dalam Islam. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat An Nisa ayat 29:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta satu sama lain dengan cara yang batil, kecuali jika itu adalah jual beli dengan persetujuan kalian bersama.”
Ingatlah, bahwa perbuatan yang kita lakukan di dunia akan mendapatkan balasan di akhirat. Allah akan bertanya kepada kita, anak, istri/suami, dan keluarga tentang amalan yang dikumpulkan selama di dunia. Sesungguhnya, balasan Allah nyata adanya kepada orang-orang dzolim yang hidup dari penghasilan ilegal.
5. Bikin lupa diri dan serakah
Adanya keinginan untuk cepat kaya bisa bikin gelap mata. Hal ini kerap terjadi sebagai jalan pintas untuk mendapatkan kekayaan. Jika dipikirkan secara adem dan matang, perasaan cukuplah yang membuat hidup menjadi tenang. Bukan kekayaan berlebihan hingga rela menjual idealisme dari jalan haram.
Rasulullah SAW menasihati Ali bin Abi Thalib untuk berhati-hati terhadap penghasilan yang haram karena akan membuat lupa diri, ceroboh, serakah, hingga hati yang tidak tenang.
يا علي، من اكل الشبها ت اشتبه عليه دينه واظلم قلبه ومن اكل الحرام مات قلبه وخف دينه وضعف يقينه و حجب الله دعوته وقلت عبادته
Artinya: “ Wahai Ali, barang siapa yang makan makanan syubhat, maka agamanya akan syubhat dan hatinya akan menjadi gelap (maksudnya orang yang makan syubhat hatinya tidak akan bisa menerima nasihat agama sehingga gelap hatinya). Dan barang siapa yang makan makanan haram maka akan mati hatinya, ringan agamanya (menyepelekan agama), lemah keyakinannya, doanya akan terhalang dan sedikit ibadahnya.”
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement