Menceritakan Masalah Rumah Tangga di Media Sosial, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?

Begini pandangan dan hukum Islam tentang pasangan yang suka mengungkapkan masalah rumahtangga di media sosial

oleh Putry Damayanty diperbarui 01 Feb 2025, 14:30 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2025, 14:30 WIB
[Bintang] Gara-gara Sibuk Main Hp, Wanita Ini Akhirnya Meninggal Dunia
Jangan hanya berfokus pada layar handphone, tapi cobalah untuk melihat sekeliling kamu. (Ilustrasi: timedotcom.files.wordpress.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Di era digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Banyak orang yang menggunakan platform digital ini untuk berbagi kebahagiaan, cerita, bahkan masalah pribadi mereka.

Salah satu hal yang sering menjadi sorotan adalah ketika pasangan suami istri atau anggota keluarga lainnya membagikan masalah rumah tangga mereka di media sosial.

Fenomena ini tidak jarang menimbulkan pro dan kontra, baik di kalangan masyarakat umum maupun di kalangan umat Islam sendiri. Namun, apakah menceritakan masalah rumahtangga secara terbuka di media sosial adalah hal yang dianggap wajar dan patut?

Rumah tangga, yang seharusnya menjadi tempat privasi, kedamaian, dan kepercayaan antara pasangan, seringkali menjadi sorotan publik ketika masalah-masalah pribadi mulai dibuka untuk menjadi konsumsi umum.

Lantas, bagaimanakah pandangan hukum Islam tentang hal ini?

 

Saksikan Video Pilihan ini:

Hukum Menceritakan Masalah Rumah Tangga di Media Sosial

Sosmed
Foto: Unsplash.com/ Aman Pal... Selengkapnya

Melansir dari laman NU Online, dalam pandangan Islam, menjaga rahasia keluarga, terutama yang melibatkan hubungan suami istri adalah hal yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan.

Dinamika dan aneka permasalahan internal rumah tangga sebaiknya diselesaikan secara pribadi antara suami dan istri. Jika mengalami kebuntuan, bisa dibawa ke tingkat keluarga besar dari kedua belah pihak. Hal ini dilakukan demi menjaga kerahasiaan dan kehormatan keluarga, serta memungkinkan penyelesaian masalah dengan cara yang lebih bijaksana dan penuh hikmah, tanpa harus melibatkan pihak luar kecuali dalam keadaan yang sangat mendesak. 

Imam Mudzahiruddin al-Zaydan al-Hanafi dalam kitab al-Mafatih fi Syarhil Masabih menjelaskan, menjaga rahasia hubungan antara suami dan istri merupakan amanah besar yang tidak boleh dilanggar:

Ibnu Hajar al-Haitami dalam Az-Zawajir memberikan perincian hukum terkait mengumbar rahasia rumah tangga. Ia menjelaskan bahwa ada dua status hukum dalam hal ini, yaitu haram dan makruh.

Hukum menjadi haram apabila rahasia yang diungkapkan adalah hal yang sangat pribadi dan seharusnya tetap tersembunyi, seperti keadaan saat berhubungan intim atau saat berdua di ruang privat dan tentu termasuk juga konflik internal antara keduanya.

Sebaliknya, jika yang disebutkan adalah hal yang tidak terlalu rahasia seperti makanan yang tidak disuka, hukum tersebut menjadi makruh. Sementara itu, Imam Munawi menyebut bahwa larangan membocorkan rahasia pasangan suami istri akan berlaku jika hal itu termasuk ghibah.

Melalui penjelasan tersebut, diketahui bahwa unsur keharaman menyebarkan masalah internal disebabkan satu di antara tiga unsur.

  • ghibah,
  • terperinci, 
  • dihadapan orang banyak.

Tanpa perlu berpikir panjang, kita bisa memahami bahwa menyebarkan masalah internal keluarga bahkan memenuhi ketiga unsur itu.

Boleh Melaporkan jika Melanggar Hukum

Ilustrasi menelpon, main HP
Ilustrasi menelpon, main HP. (Image by rawpixel.com on Freepik)... Selengkapnya

Memandang konsepsi hukum menceritakan konflik keluarga masuk dalam kategori ghibah, tentu hukum ini tidak buta terhadap dinamika. Dalam beberapa keadaan, seorang istri misalnya, boleh menceritakan keadaan rumah tangganya dalam kondisi mendesak.

Salah satu contohnya sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar al-Haitami:

“Pada asalnya, ghibah itu haram. Namun, bisa menjadi wajib atau boleh apabila ada tujuan yang sah menurut syariat yang tidak dapat dicapai kecuali dengan cara tersebut. Ada beberapa kasus yang membolehkannya, yaitu: pertama, bagi orang yang terzalimi, bagi orang yang terzalimi diperbolehkan untuk mengadu kepada seseorang yang diyakininya mampu menghilangkan atau meringankan kezaliman yang dialaminya.” (Ibn Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba'ir, Juz II, halaman 23)

Misalnya, seorang istri yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari suaminya. Dalam kasus ini, istri tidak perlu diam saja, ia diperbolehkan mengadukan perbuatan suaminya kepada orang yang bisa memberikan bantuan atau menyelesaikan masalah tersebut, seperti tokoh masyarakat atau pihak berwenang, agar masalah ini dapat diatasi dan tidak berlarut-larut.

Tidak berhenti sampai di situ, ketika suami melakukan pelanggaran hukum seperti terlibat dalam kasus pidana, misalnya perjudian atau melakukan pelanggaran syariat seperti perzinahan atau mengajak istrinya untuk melakukan hubungan yang melanggar syariat (seperti liwath, seks bebas atau lainnya), maka istri berhak untuk melaporkannya ke pihak berwenang. Hal ini bertujuan untuk melindungi hak-hak istri serta menjaga integritas rumah tangga sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan syariat.

Pada kesimpulannya, menyebarkan masalah internal rumah tangga, khususnya rahasia yang sangat pribadi, bertentangan dengan prinsip Islam dalam menjaga kehormatan dan keutuhan keluarga. Di era media sosial, pasangan suami istri muslim seharusnya menjaga etika dan menahan diri dari menyebarkan hal-hal yang seharusnya tetap menjadi privasi keluarga. Namun jika suami melakukan pelanggaran hukum, baik hukum negara maupun hukum syariat, maka istri boleh melaporkan suaminya ke aparat penegak hukum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya