Bolehkah Membayar Fidyah atau Kafarat dengan Nasi Kotak atau Makanan Matang?

Dalam konteks masyarakat modern, banyak lembaga zakat dan amal yang telah menyediakan layanan fidyah dalam bentuk makanan siap saji. Hal ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan fakir miskin serta kemudahan dalam pendistribusiannya

oleh Liputan6.com Diperbarui 22 Feb 2025, 09:30 WIB
Diterbitkan 22 Feb 2025, 09:30 WIB
Ilustrasi nasi kotak, berkat
Ilustrasi nasi kotak. (Photo by Deski Jayantoro on Unsplash)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta- Fidyah dan kafarat adalah bentuk kewajiban yang harus ditunaikan bagi mereka yang tidak mampu berpuasa atau melanggar ketentuan tertentu dalam ibadah puasa. Namun, timbul pertanyaan, apakah fidyah atau kafarat dapat diberikan dalam bentuk makanan yang sudah dimasak, seperti nasi kotak atau nasi bungkus?

Dikutip dari Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (www.piss-ktb.com), menurut pandangan Mazhab Syafi’i, membayar fidyah atau kafarat tidak boleh dilakukan dengan uang atau makanan yang sudah dimasak. Fidyah harus diberikan dalam bentuk bahan mentah, seperti gandum, beras, atau makanan pokok lainnya sesuai takaran yang telah ditentukan.

Sebaliknya, Mazhab Hanafi membolehkan membayar fidyah dengan cara memasak makanan dan mengundang fakir miskin untuk makan. Pendapat ini didasarkan pada praktik yang dilakukan oleh sahabat Nabi, Sayidina Anas bin Malik رضي الله عنه, ketika beliau sudah berusia lanjut dan tidak mampu lagi berpuasa.

Ulama kontemporer, Dr. Abdullah al-Faqih, menyebutkan bahwa dalam Mazhab Hanafi, fidyah bisa berupa makanan matang selama fakir miskin yang berhak menerima mendapatkannya dalam jumlah yang cukup. Dengan demikian, membayar fidyah dengan nasi kotak atau nasi bungkus bisa dianggap sah jika mengikuti pandangan Mazhab Hanafi.

Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Syaikh Ali Jum'ah, disebutkan bahwa fidyah dalam bentuk makanan siap saji diperbolehkan berdasarkan pendapat ulama yang membolehkannya. Namun, ia juga menyebutkan bahwa yang lebih utama adalah memberikan fidyah dalam bentuk bahan mentah untuk menghindari perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Jika seseorang ingin mengikuti pendapat Mazhab Hanafi dalam membayar fidyah dengan makanan matang, maka ia harus mengikuti ketentuan lain yang berlaku dalam mazhab tersebut. Salah satunya adalah ukuran fidyah yang lebih besar dibandingkan Mazhab Syafi’i.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Ukuran Fidyah Mazhab Hanafi

cara bayar fidyah puasa
ilustrasi bayar fidyah puasa ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Dalam Mazhab Hanafi, ukuran fidyah adalah satu sha’, bukan satu mud sebagaimana dalam Mazhab Syafi’i. Satu sha’ setara dengan sekitar 3,8 kilogram kurma atau anggur, atau setengah sha’ (sekitar 1,9 kilogram) jika menggunakan gandum atau tepung.

Selain itu, dalam Mazhab Hanafi, fidyah dapat dibayarkan dengan memberi makan fakir miskin dua kali sehari, yakni untuk makan pagi dan sore. Dengan demikian, jika ingin memberikan fidyah dalam bentuk nasi kotak, jumlahnya harus cukup untuk memenuhi kebutuhan makan pagi dan sore dari penerima.

Dasar kebolehan membayar fidyah dengan makanan matang dalam Mazhab Hanafi juga bersandar pada riwayat Sayidina Anas bin Malik رضي الله عنه. Ketika beliau tidak mampu berpuasa, beliau mengundang 30 orang fakir miskin ke rumahnya dan menjamu mereka dengan makanan berupa roti dan daging.

Namun, bagi yang tidak mampu menunaikan fidyah dengan cara tersebut, dianjurkan untuk memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah atas ketidakmampuannya.

Di sisi lain, dalam Mazhab Maliki dan Hanbali, fidyah umumnya juga harus diberikan dalam bentuk bahan mentah. Namun, ada pengecualian dalam kondisi tertentu yang memungkinkan pemberian dalam bentuk makanan yang telah dimasak.

Perbedaan pendapat di antara mazhab ini menunjukkan adanya fleksibilitas dalam cara membayar fidyah, tergantung pada kondisi dan pilihan mazhab yang diikuti oleh seseorang.

Bagi umat Islam yang ingin membayar fidyah atau kafarat dengan nasi kotak, perlu dipertimbangkan mazhab yang diikuti serta memastikan bahwa jumlah makanan yang diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Perbedaan di Antara Madzhab

Ilustrasi nasi kotak, berkat
Ilustrasi nasi kotak, berkat. (Photo by Deski Jayantoro on Unsplash)... Selengkapnya

Jika seseorang ingin mengikuti Mazhab Syafi’i, maka fidyah harus diberikan dalam bentuk bahan mentah dan diserahkan langsung kepada fakir miskin agar mereka yang mengolahnya sendiri.

Namun, jika memilih pendapat Mazhab Hanafi, maka fidyah dapat dibayarkan dalam bentuk makanan siap saji, asalkan jumlah dan cara pemberiannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam mazhab tersebut.

Dalam konteks masyarakat modern, banyak lembaga zakat dan amal yang telah menyediakan layanan fidyah dalam bentuk makanan siap saji. Hal ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan fakir miskin serta kemudahan dalam pendistribusiannya.

Namun, bagi mereka yang masih ragu dalam menentukan cara membayar fidyah atau kafarat, disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama atau lembaga keagamaan yang kompeten agar tidak salah dalam menunaikan kewajiban ini.

Intinya, membayar fidyah atau kafarat dengan nasi kotak bisa dianggap sah menurut Mazhab Hanafi, sementara dalam Mazhab Syafi’i tetap dianjurkan untuk diberikan dalam bentuk bahan mentah.

Bagi umat Islam yang ingin mengambil jalan tengah, mengikuti anjuran Syaikh Ali Jum’ah dengan tetap memberikan bahan mentah lebih utama agar keluar dari khilaf.

Dengan memahami perbedaan pandangan ini, umat Islam bisa lebih bijak dalam menentukan cara membayar fidyah sesuai dengan keyakinan dan kemampuan masing-masing.

Kesimpulannya, membayar fidyah atau kafarat dengan nasi kotak sah menurut Mazhab Hanafi, tetapi tidak diterima dalam Mazhab Syafi’i kecuali dalam bentuk bahan mentah. Oleh karena itu, penting untuk memahami aturan dari mazhab yang diikuti agar ibadah yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya