Sejarah Takjil di Indonesia, Dipopulerkan Muhammadiyah hingga Jadi Sensasi Media Sosial

Dari gerakan pembaruan Muhammadiyah hingga fenomena viral perang takjil, ikuti perjalanan tradisi takjil di Indonesia!

oleh Mabruri Pudyas Salim Diperbarui 07 Mar 2025, 21:00 WIB
Diterbitkan 07 Mar 2025, 21:00 WIB
Pasar Takjil Benhil Masih Jadi Primadona Warga Berburu Penganan Berbuka Puasa
Sekitar pukul 16.00 WIB, warga mulai memadati 'pasar' yang hanya tersedia selama bulan Ramadan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta Takjil, awalnya tradisi berbuka puasa yang dipopulerkan oleh Muhammadiyah, kini menjadi rebutan lintas agama, bahkan memicu candaan dan meme di internet. Bagaimana sebuah tradisi keagamaan dapat berkembang menjadi budaya nasional yang begitu masif dan lintas-agama di era digital? Artikel ini akan mengupas tuntas perjalanan tradisi takjil di Indonesia.

Fenomena "Perang Takjil" ini menunjukkan betapa tradisi takjil telah bertransformasi. Bukan hanya sekadar makanan pembuka puasa, takjil kini menjadi simbol keakraban dan toleransi. Warganet bahkan berseloroh tentang saling memborong makanan khas saat perayaan keagamaan masing-masing, menggambarkan sebuah harmoni sosial yang menarik. Dari masjid-masjid hingga media sosial, takjil telah menjelma menjadi bagian tak terpisahkan dari Ramadan di Indonesia.

Perjalanan panjang ini dimulai dari gerakan pembaruan Muhammadiyah yang secara aktif mempromosikan tradisi menyegerakan berbuka puasa. Meskipun awalnya mendapat penolakan, upaya konsisten Muhammadiyah dalam menyediakan takjil secara massal di masjid-masjid, akhirnya diterima dan diadopsi masyarakat luas. Dari Yogyakarta hingga seluruh Indonesia, tradisi ini berkembang pesat, menunjukkan bagaimana sebuah inisiatif keagamaan dapat bertransformasi menjadi budaya nasional yang kaya makna.

Lalu bagaimana perjalanan sejarah takjil hingga pada akhirnya muncul fenomena perang takjil? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini sebagaimana telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (4/3/2025).

Asal-Usul dan Makna Takjil

Kata "takjil" berasal dari bahasa Arab "ta’jil", yang berarti "menyegerakan" atau "mempercepat". Secara etimologis, kata ini merujuk pada anjuran Nabi Muhammad SAW untuk menyegerakan berbuka puasa setelah terbenamnya matahari: "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (Ajjalu) berbuka" (HR. Bukhari dan Muslim). Istilah "ajjala–yu’ajjilu–ta’jilan" dalam hadits tersebut memiliki arti momentum, tergesa-gesa, menyegerakan, atau mempercepat.

Namun, seiring waktu, makna takjil mengalami pergeseran. Di Indonesia, takjil lebih sering diartikan sebagai makanan atau minuman ringan yang disajikan saat berbuka puasa. Pergeseran ini menunjukkan dinamika budaya lokal yang mewarnai tradisi keagamaan. Meskipun demikian, esensi menyegerakan berbuka puasa tetap menjadi inti dari tradisi takjil.

Laporan Snouck Hurgronje pada tahun 1891-1892 di Aceh mencatat adanya tradisi berbuka puasa bersama di masjid dengan menu bubur pedas atau "ie bu peudah". Ini menunjukkan bahwa praktik menyediakan makanan berbuka telah ada di Nusantara jauh sebelum Muhammadiyah mempopulerkannya secara modern. Tradisi ini kemudian berkembang dan dipadukan dengan berbagai budaya lokal lainnya.

Perlu ditekankan bahwa meskipun tradisi takjil telah ada di beberapa daerah, Muhammadiyah memiliki peran signifikan dalam mempopulerkan dan menyebarluaskannya ke seluruh Indonesia, terutama dalam konteks modernisasi dan penyebarannya ke berbagai lapisan masyarakat.

Peran Muhammadiyah dalam Mempopulerkan Takjil

Tradisi Kampoeng Ramadhan Jogokaryan
Pembeli memilih takjil untuk berbuka puasa di "Kampoeng Ramadhan Jogokariyan" di Jalan Jogokaryan Yogyakarta, Senin (21/5). Kampoeng Ramadhan Jogokaryan adalah salah satu program dari masjid Jogokariyan untuk menyemarakan Ramadan. (Liputan6.com/Gholib)... Selengkapnya

Prof. Munir Mulkhan dalam buku "Kiai Ahmad Dahlan – Jejak Pembaruan Sosial dan Kemanusiaan" (2010) mencatat peran besar Muhammadiyah dalam mempopulerkan takjil. Sebagai gerakan tajdid (pembaharuan), Muhammadiyah aktif mempromosikan tradisi menyegerakan berbuka dan menyediakan takjil secara teratur.

Awalnya, praktik ini mendapat tantangan. Pengikut Muhammadiyah bahkan dicap "tidak tahan lapar" karena mengakhirkan waktu sahur dan menyegerakan berbuka. Namun, konsistensi Muhammadiyah dalam menjalankan tradisi ini, akhirnya diterima dan diadopsi oleh masyarakat luas.

Tradisi takjil di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta sejak tahun 1950-an menjadi contoh nyata kontribusi Muhammadiyah. Dari gerakan lokal di Yogyakarta, tradisi takjil kemudian menyebar ke seluruh Indonesia, menjadi bagian tak terpisahkan dari bulan Ramadan.

Inisiatif Muhammadiyah ini menunjukkan bagaimana sebuah gerakan pembaruan dapat berperan dalam membentuk dan memperkaya budaya keagamaan nasional.

Nilai Spiritual dan Sosial Takjil

Pasar Takjil Benhil Selalu Ramai Saat Ramadan
Pedagang Bazar Takjil Ramadan Benhil umumnya merupakan warga sekitar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Memberi makanan berbuka puasa memiliki keutamaan besar dalam ajaran Islam. Hadits Nabi SAW menyebutkan: "Barang siapa yang memberi buka orang yang berpuasa, niscaya dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut sama sekali" (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Takjil bukan hanya sekadar memberi makan, tetapi juga bentuk sedekah dan kepedulian sosial. Ini sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya hablum minannas (hubungan baik antar sesama manusia). Memberi takjil juga memperkuat solidaritas dan semangat gotong royong di masyarakat.

Masjid, sebagai pusat ibadah, juga menjadi pusat sosial selama Ramadan. Kegiatan berbagi takjil mempererat hubungan antarjemaah dan masyarakat sekitar. Tradisi ini menunjukkan bagaimana nilai-nilai spiritual dapat diwujudkan dalam tindakan nyata yang bermanfaat bagi sesama.

Tradisi takjil mencerminkan implementasi nilai-nilai keagamaan yang positif dan berdampak luas bagi masyarakat.

Transformasi Takjil dalam Masyarakat Modern

Berburu Takjil Buka Puasa Ramadhan 2023 di Kawasan Benhil
Makanan dan minuman yang dijual seperti aneka gorengan, kolak, aneka minuman manis. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Menu takjil semakin beragam, memadukan cita rasa tradisional dan modern. Dari kolak pisang hingga kue kekinian, inovasi kuliner menambah semarak tradisi ini. Kegiatan berbagi takjil juga berkembang dari skala kecil di masjid menjadi program sosial besar.

Teknologi digital turut berperan. Platform online memudahkan penggalangan dana dan pengorganisasian pendistribusian takjil. Komersialisasi juga terjadi, terlihat dari munculnya pasar takjil di berbagai kota, seperti Pasar Takjil Benhil di Jakarta.

Pasar takjil ini menjadi ikon Ramadan, menawarkan beragam pilihan takjil dan menjadi daya tarik tersendiri. Namun, penting untuk menjaga keseimbangan antara aspek komersial dan esensi spiritual tradisi takjil.

Transformasi ini menunjukkan adaptasi tradisi takjil terhadap perkembangan zaman, tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai inti.

Fenomena 'Perang Takjil'

Pasar Takjil Benhil Selalu Ramai Saat Ramadan
Pasar Takjil Benhil ramai dikunjungi masyarakat selama bulan Ramadhan untuk mencari aneka takjil berbuka puasa. (Liputan6.com/Angga Yuniar)... Selengkapnya

Hashtag dan meme "Bagimu Agamamu, Bagiku Takjilmu" menggambarkan fenomena unik Ramadan 2024. Banyak non-Muslim ikut berburu takjil, menunjukkan toleransi dan keakraban antarumat beragama.

Respons masyarakat beragam, dari humor hingga diskusi toleransi. Fenomena ini juga berdampak positif pada pedagang UMKM dan ekonomi Ramadan. Namun, perlu diwaspadai potensi kesalahpahaman atau penafsiran yang kurang tepat.

Perlu pemahaman yang mendalam dari berbagai kelompok masyarakat agar fenomena ini tetap positif dan tidak menimbulkan kontroversi. Diskusi terbuka dan saling pengertian sangat penting.

Fenomena ini menunjukkan sisi lain dari tradisi takjil, yaitu sebagai jembatan silaturahmi antarumat beragama.

Takjil sebagai Jembatan Toleransi

Pasar Takjil Benhil Masih Jadi Primadona Warga Berburu Penganan Berbuka Puasa
Pedagang melayani pembeli makanan di Pasar Takjil Bendungan Hilir, Jakarta, Rabu (13/3/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Takjil menjadi sarana interaksi lintas agama, menunjukkan nilai-nilai universal yang terkandung dalam tradisi ini. Media sosial berperan penting dalam mempopulerkan dan mengubah makna takjil.

Banyak cerita positif tentang berbagi takjil antar komunitas, menunjukkan semangat kebersamaan dan toleransi. Tokoh agama dan budayawan juga memberikan pandangan positif terhadap fenomena ini.

Tradisi takjil dapat menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai keagamaan dapat memperkuat persatuan dan kerukunan di tengah keberagaman.

Takjil sebagai jembatan toleransi menunjukkan potensi besarnya dalam membangun masyarakat yang inklusif.

Masa Depan Tradisi Takjil

Berburu Aneka Menu Takjil di Kawasan Benhil
Aneka makanan dan minumam untuk berbuka puasa atau takjil dijajakan di kawasan Bendungan Hilir atau Benhil, Jakarta, Senin (6/5/2019). Kawasan Benhil menjadi tempat warga dan pekerja kantoran untuk berburu menu takjil setiap Ramadan. (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya

Tradisi takjil diperkirakan akan terus berkembang, mungkin menjadi atraksi wisata kuliner Ramadan. Namun, tantangannya adalah menjaga esensi spiritual takjil di tengah perkembangan zaman.

Generasi muda memiliki peran penting dalam meneruskan dan mengembangkan tradisi ini. Pendidikan dan pemahaman yang tepat sangat diperlukan untuk menjaga nilai-nilai positif takjil.

Rekomendasi untuk melestarikan tradisi ini antara lain dengan melibatkan generasi muda dalam kegiatan berbagi takjil dan menciptakan inovasi yang tetap mengedepankan nilai-nilai spiritual dan sosial.

Masa depan tradisi takjil bergantung pada bagaimana kita bersama-sama menjaga dan mengembangkannya.

Perjalanan tradisi takjil dari inisiatif Muhammadiyah hingga fenomena viral "Perang Takjil" menunjukkan bagaimana tradisi religius dapat beradaptasi dan tetap relevan di era modern. Tradisi ini telah berkembang menjadi simbol kebersamaan, toleransi, dan kepedulian sosial.

Penting untuk menjaga keseimbangan antara aspek religius dan sosial-budaya dalam tradisi takjil. Dengan demikian, tradisi ini dapat terus menjadi bagian positif dari kehidupan masyarakat Indonesia, mencerminkan nilai-nilai luhur dan memperkuat persatuan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya