Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam wajib menunaikan zakat fitrah. Sebagian besar ulama berpendapat, zakat fitrah diwajibkan kepada orang kaya maupun miskin.
Tujuannya yakni pembersihan harta dan membantu orang-orang miskin, atau mustahik, menyambut Idul Fitri dengan gembira. Intinya adalah berbagi kebahagiaan.
Advertisement
Lazimnya, zakat fitrah keluarga ditunaikan oleh ayah sebagai penanggung jawab nafkah. Pertanyaannya kemudian, apabila anak sudah dewasa dan memiliki penghasilan sendiri, apakah boleh orangtua menunaikan zakat fitrahnya?
Advertisement
Baca Juga
Ulasan Buya Yahya mengenai hukum orangtua membayar zakat fitrah anak yang sudah dewasa dan memiliki penghasilan sendiri menjadi artikel terpopuler di kanal Islami Liputan6.com, Kamis (20/3/2025).
Artikel kedua yang juga menyita perhatian adalah tanda-tanda seseorang mendapat Lailatul Qadar, menurut Buya Yahya.
Sementara, artikel ketiga yang juga populer adalah penegasan Gus Baha bahwa ngaji itu bukan untuk mencari barokah, tapi..
Selengkapnya, mari simak Top 3 Islami.
Simak Video Pilihan Ini:
1. Anak Sudah Bekerja, Apakah Orangtua Boleh Membayarkan Zakat? Begini Kata Buya Yahya
Salah satu jenis zakat yang diwajibkan adalah zakat fitrah, yang dikeluarkan pada setiap bulan Ramadhan, menjelang Idul Fitri. Zakat fitrah memiliki ketentuan khusus mengenai siapa saja yang wajib menunaikannya, salah satunya adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu.
Pada dasarnya, zakat fitrah adalah kewajiban yang disyariatkan kepada individu Muslim yang sudah baligh, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki harta yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Dalam hal ini, seorang anak yang sudah mencapai usia baligh, yang artinya sudah cukup dewasa menurut syariat Islam, dianggap sebagai individu yang bertanggung jawab atas dirinya sendiri, termasuk dalam hal kewajiban membayar zakat.
Lantas, bagaimana hukumnya jika seseorang sudah baligh dan bekerja, namun orangtua tetap ingin membayarkan zakat fitrah anak-anak mereka?
Pendakwah asal Cirebon KH Yahya Zainul Ma'arif, atau yang kerap disapa Buya Yahya, dalam hal ini menjelaskan bahwasanya orangtua diperbolehkan mengeluarkan zakat untuk anak-anak yang sudah dewasa dan mampu, dengan syarat meminta izin terlebih dahulu.
“Boleh orangtua mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya yang kaya, tetap boleh. Tapi catatannya harus minta izin dari dia,” ucapnya dikutip dari YouTube Al-Bahjah TV.
Advertisement
2. Tanda-Tanda Seseorang Mendapat Lailatul Qadar Menurut Buya Yahya
Salah satu hal yang paling dinanti di bulan Ramadhan adalah malam Lailatul Qadar. Malam penuh keberkahan ini disebut lebih baik daripada seribu bulan. Namun, tidak semua orang bisa merasakan keistimewaannya.
Dai kharismatik asal Cirebon KH Yahya Zainul Ma'arif atau Buya Yahya menjelaskan bahwa tanda seseorang mendapatkan Lailatul Qadar tidak hanya terlihat dari tanda-tanda alam, tetapi juga dari perubahan dalam dirinya setelah Ramadhan berlalu.
Menurut Buya Yahya, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa malam Lailatul Qadar adalah malam yang penuh kelembutan. Udara tidak panas atau dingin, langit bersih tanpa awan, dan matahari terbit tanpa sinar yang menyilaukan.
Kendati demikian, waktu pasti datangnya malam Lailatul Qadar disembunyikan oleh Allah. Tidak ada satu pun manusia yang dapat memastikan kapan tepatnya malam itu tiba.
Buya Yahya menuturkan bahwa keistimewaan Lailatul Qadar diberikan kepada siapa saja yang bersungguh-sungguh dalam beribadah dan merindukan malam tersebut dengan hati yang ikhlas.
Dikutip dari kanal YouTube @AlBahjah TV,Buya Yahya merinci tanda-tanda seseorang yang memperoleh kemuliaan malam Lailatul Qadar.
3. Gus Baha Tegaskan Ngaji Itu Bukan untuk Cari Barokah, tapi..
Ahli tafsir dan pengasuh pesantren yang memiliki kemampuan luar biasa dalam memahami dan menjelaskan Al-Qur'an KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha mengingatkan pentingnya menata ulang niat saat hendak menuntut ilmu agama. Menurutnya, banyak orang yang salah dalam memahami tujuan utama dari ngaji.
Dalam sebuah ceramah, Gus Baha menjelaskan bahwa banyak orang yang mengikuti pengajian dengan tujuan memperoleh barokah, padahal seharusnya tujuan utama adalah mencari ilmu.
"Ngaji kok cari barokah, ngaji ya cari ilmu. Cari barokah ya ikut manaqiban," ujar Gus Baha dalam ceramahnya.
Menurutnya, ada perbedaan antara acara pengajian dan acara keagamaan lain seperti istighosah atau manaqiban. Ngaji adalah proses menuntut ilmu, sedangkan acara seperti istighosah memang lebih menekankan pada keberkahan.
Kesalahan niat dalam menuntut ilmu ini, kata Gus Baha, harus segera diluruskan agar manfaat yang didapatkan bisa lebih besar. Ilmu yang benar akan membawa pemahaman yang lebih baik tentang agama.
Gus Baha juga menegaskan bahwa dirinya tidak akan ridho jika ada santri yang datang kepadanya hanya untuk mencari barokah, bukan untuk belajar.
"Ngaji sama saya, ya saya gak ridho, ngaji kok cari barokah. Harus diingat, hukum halal haram itu. Ngaji kok masih cari barokah, ngaji ya cari ilmu," ucapnya, dalam sebuah video yang dikutip dari kanal YouTube @masnawir.
Advertisement
