Suhu Politik Menghangat, ini Dua Simulasi Alur Peta Politik Jelang Pemilu 2024

Peta politik pilpres di Indonesia memang unik dan dinamis sehingga ada benarnya adagium yang menyebut 'tidak ada kawan dan lawan politik yang abadi, yang abadi adalah kepentingan'.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Jun 2022, 09:16 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2022, 09:00 WIB
Infografis Jadwal dan Usulan Tahapan Pemilu Serentak 2024
Infografis Jadwal dan Usulan Tahapan Pemilu Serentak 2024 (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jember - Analis politik Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal memaparkan dua simulasi peta koalisi jelang Pemilu Presiden 2024 seiring menghangatnya suhu politik menyusul terbentuknya embrio koalisi oleh sejumlah partai politik.

"Peta politik pilpres di Indonesia memang unik dan dinamis sehingga ada benarnya adagium yang menyebut 'tidak ada kawan dan lawan politik yang abadi, yang abadi adalah kepentingan'," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin (20/6/2022) dilansir dari Antara.

Dosen FISIP Unej tersebut mengatakan munculnya poros Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) dan rebutan sosok capres bakal mengonfirmasi adagium itu, kemudian koalisi KIR, yakni PKB dan Partai Gerindra akan mengunci sementara arena dan peta pencapresan.

"Dari nama poros koalisi saja hampir pasti memang disiapkan buat pasangan Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar. Nama poros koalisi itu diambil dari nama kedua partai," tuturnya.

Poros KIR sudah bisa mendapatkan tiket untuk usung capres karena kursi Gerindra di parlemen tercatat 13,6 persen dan PKB sebesar 10,1 persen sehingga mengantongi total modal kursi 23,7 persen.

 

 

 

Koalisi Indonesia Bersatu (KIB)

Menurutnya, poros Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri Partai Golkar, PAN, dan PPP memang disiapkan oleh kuasa Istana karena sekurangnya ada dua konfirmasi alasan. Pertama, masuknya Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dalam Kabinet Jokowi mengonfirmasi bahwa PAN akan memperjuangkan poros KIB menghadapi Pilpres 2024.

"Kedua, pernyataan Ketum Golkar Airlangga Hartarto di media tentang capres dari KIB adalah sosok yang mampu melanjutkan pembangunan IKN program Jokowi, meskipun sosok capres tak harus dirinya," ucap akademisi yang biasa dipanggil Cak Iqbal itu.

Lantas bagaimana peluang Ganjar Pranowo dalam bidikan KIB dan PDI-P? Cak Iqbal menjelaskan posisi dan keputusan politik Presiden Jokowi atas Pilpres 2024 juga akan mengonfirmasi adagium tersebut.

"Fakta bahwa Jokowi adalah 'petugas partai' dari PDI-P yang pernah ditegaskan oleh Megawati akan jadi ujian bagi Jokowi apakah mendukung capres dari kader PDI-P atau di dalam poros PDI-P," katanya.

Cak Iqbal yang juga pakar komunikasi politik itu memprediksi bahwa sekoci KIB gelagat arahnya berlabuh untuk membawa pasangan capres Ganjar Pranowo-Erick Thohir.

Meskipun kursi Golkar superior dalam KIB, Airlangga Hartarto yang capres Golkar mungkin sadar diri elektabilitasnya belum terdongkrak signifikan.

"Kalkulasi politik KIB untuk menang pilpres, boleh jadi mengusung Ganjar-Erick atau Ganjar-Airlangga. Tergantung keputusan politik Jokowi. Kalkulasi itu tentu mengasumsikan PDI-P jadi poros tunggal, usung calon sendiri," ujarnya.

Kendati demikian peta bisa saja berubah, PDI-P bergabung dalam KIB untuk mengusung Ganjar Pranowo-Puan Maharani sehingga nama Erick Thohir dan Airlangga urung dalam pencawapresan.

Jika kalkulasi peta koalisi pilpres seperti itu, lanjut dia, kemungkinan bisa ada tiga atau empat poros koalisi dan ada dua simulasi peta koalisi jelang Pilpres 2024.

Dua Simulasi

Kemudian untuk simulasi pertama, lanjut Iqbal yakni KIB (PDI-P, Golkar, PAN, dan PPP) bisa mengusung Ganjar-Airlangga atau Ganjar-Puan, kemudian KIR (Gerindra-PKB) mengusung Prabowo Subianto-Muhaimin Iskandar, dan koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS mengusung Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Kemudian simulasi kedua, yakni PDI-P mengusung Puan Maharani-Ridwan Kamil; KIB mencalonkan Ganjar Pranowo -Erick Thohir; KIR mencapreskan Pabowo Subianto-Muhaimin Iskandar; dan koalisi Partai Nasdem, Demokrat, PKS mengusung Anies Baswedan-AHY.

"Namun, semua prediksi itu bisa saja berubah seketika dan sekejap karena tergantung dinamika dan adagium kepentingan abadi dalam politik," ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya