Batik, Cermin Ekonomi Kreatif Negara

Sebagai salah satu ciri khas bangsa, batik telah menjadi cermin ekonomi kreatif negara.

oleh Ivana Sitanggang diperbarui 02 Okt 2016, 16:00 WIB
Diterbitkan 02 Okt 2016, 16:00 WIB
Batik
Sebagai salah satu ciri khas bangsa, batik telah menjadi cermin ekonomi kreatif negara.

Liputan6.com, Jakarta 2 Oktober merupakan hari bersejarah dalam dunia perkainan di Tanah Air, yakni Hari Batik Nasional. Dalam sejarahnya, batik telah mendapat pengakuan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Bahkan UNESCO memasukkan batik dalam daftar Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity).

Seperti rilis yang diterima Liputan6.com, ketua Citra Kartini Indonesia - Perkumpulan Pemberdayaan Perempuan (CIRI), Ayu Reni Rosan mengatakan Presiden Jokowi melalui visi Nawacita terbukti serius memajukan ekonomi kreatif sebagai salah satu pilar perekonomian negara. Banyak karya seni yang menjadi komoditi ekonomi kreatif yang lahir dari masyarakat dari Sabang sampai Merauke, antara lain batik dan tenun.

"Dengan kata lain masyarakat Indonesia sesungguhnya orang-orang kreatif dan sudah sejak lama mengandalkan buah kreativitas sebagai daya ekonominya," kata Ayu Heni Rosan di Kemang Timur, Jakarta Selatan, Minggu (02/10/2016).

Menurut Ayu, kain batik adalah salah satu bukti nyata ihwal tersebut. Bahkan UNESCO sudah menobatkan batik sebagai karya asli bangsa Indonesia dan merupakan salah satu warisan budaya dunia.

Sebagai wujud kepedulian CIRI turut melestarikan batik, Ayu belum lama ini mengundang high tea bersama 14 isteri para Duta Besar untuk Indonesia sharing kebudayaan bertajuk "Nusantara Art, Culture & Culinary Heritage Indonesia. Tampak Ayu didampingi pegiat pelestarian batik pesisiran khususnya Kudus, Miranti Serad Ginanjar.

"Para madame sangat antusias mendengar cerita proses dari membatik dan mencoba membatik, terutama Madame Agatha, isteri Dubes Polandia yang sangat antusias membatik dengan arahan Bu Miranti Serad," ujar Ayu.

Menurut Miranti yang juga pembina batik, berdasarkan hasil riset antropolog dan kurator dari British Museum, Polandia, DR Maria Wronska Frens, diketahui mempunyai Javanesse - Polski Batik (wax dyeing textile) di Cracow Workshop sejak 1913-1926 dengan teknologi wax dyeing.

Miranti juga mengutip hasil riset dua ilmuwan Cracow, yaitu Marian Raciborski dan Michal Siedlecki, bahwa di awal tahun tersebut bahkan di tahun 1980 The Art Academy Luczniva serius mengembangkan teknik wax dyeing tersebut.

"Kehadiran CIRI untuk saling mendukung sesama perempuan dalam mewujudkan peran perempuan dalam keluarga sebagai garda terdepan yang penuh dengan daya cipta dan kreatifitas untuk terus membuka wawasan akan pentingnya peran perempuan di berbagai bidang," tutur Miranti.

Ayu menuturkan lewat beberapa program yang sedang dirintis seperti; program pembinaan kain di pesisir, kain Batak, kain Bali, dan kain NTB lewat Indonesia Women Expo 2016, CIRI berharap mampu membuka dan memperluas kesempatan bagi kaum perempuan untuk lebih mengembangkan potensi dirinya serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui pengembangan aktivitas ekonomi yang lebih produktif.

"Kami percaya usaha kami ini tidak sia-sia, sehingga posisi tawar kaum perempuan dalam mengakses sumber daya ekonomi dengan memiliki daya cipta serta kreatifitas yang dapat membuat inovasi dalam pemberdayaan keluarga dan ekonomi menjadi lebih baik, karena dengan memberdayakan perempuan berarti memelihara kehidupan," tukas Ayu.

Citra Kartini Indonesia (CIRI) adalah perkumpulan nirlaba pemberdayaan perempuan baik itu kuliner, seni, fashion seperti ciri kain Nusantara, ciri kuliner Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya