Liputan6.com, Jakarta Fotografer muda berbakat asal Indonesia Adam Makalani Kasali mengabadikan momen langka peluncuran satelit BRIsat. Ia rela jauh-jauh terbang dari New York, Amerika Serikat, ke Eropa, kemudian ke Guyana Prancis untuk memotret momen tersebut atas keinginannya sendiri.
Melihat peluncuran satelit merupakan impiannya sejak kecil. Saat mendengar berita akan diluncurkannya satelit dari BRI, Adam menilai kesempatan yang jangan sampai dilewatkan. Sehingga ia tak pikir panjang lagi untuk segera pergi ke negara tempat satelit diluncurkan, yakni Guyana Prancis, Amerika Selatan.
"Untuk ke sana, saya tidak bisa langsung. Saya harus ke Islandia dulu kemudian ke Prancis. Saat itu posisi  saya sedang harus ujian," tutur pria kelahiran 22 Juni 1995 itu di Rumah Perubahan, Bekasi, Selasa (27/12/2016).
Advertisement
Namun, sebelumnya ia berdiskusi dulu dengan gurunya yang juga fotografer. Sebagai guru, tentu menyarankan Adam untuk tidak pergi dan mengikuti ujian. Namun, sebagai sesama fotografer, gurunya merekomendasikan Adam untuk pergi karena ini adalah momen langka.
Alhasil, Adam pergi mengikuti mimpinya. Dengan peralatan seadanya, satu kamera DSLR dan kamera film, serta tiga potong baju, Adam berangkat ke daerah jajahan Prancis itu.Â
"Semuanya berjalan dengan lancar, saya juga kaget, tanpa izin, cuma modal nekat, ternyata ada saja jalannya," tuturnya.
Tantangan bahasa
Misalnya, akses yang sulit ke Guyana dapat ia lewati, meski harus melewati dua negara sebelumnya. Ia juga perlu melakukan vaksinasi di Prancis. Serta, pada pertengahan Juni 2016 lalu, terjadi penyerangan di salah satu klub malam di Orlando, Amerika Serikat, sehingga pengawasan negara Guyana juga makin ketat. Setiap 30 kilometer ada pemeriksaan.
Belum lagi kendala bahasa yang dihadapi Adam di negara tersebut. Sebab, hampir tidak ada orang yang bisa berbahasa Inggris. Kebanyakan berbahasa Prancis dengan dialek yang cukup berbeda.
"Saya harus menghabiskan waktu dua jam untuk menemukan transportasi ke hotel yang sebenarnya bisa ditempuh dalam waktu 20 menit saja. Belum lagi saya harus lebih hati-hati, jangan sampai ditipu karena saya tidak mengerti bahasa di sana," kenang mahasiswa jurusan Fine Art di New York Film Academy ini.
Advertisement
Menyamar
Di tempat peluncuran roket, tantangan Adam belum selesai karena ia harus mendapatkan izin memotret. Beruntung ia tinggal di satu hotel dengan pegawai BRI yang mengapresiasi keinginannya memotret peluncuran satelit.
Ia juga bertemu dengan Swito, warga Suriname keturunan Jawa yang bekerja di space agency. Ia pun "menyamar" menjadi anak Swito untuk bisa memotret dari jarak yang lebih dekat.
"Maklum saja saya cuma pakai lensa 200 milimeter, jadi harus lebih dekat dibandingkan yang memakai lensa lebih mumpuni. Persiapan saya sangat minim. Ini benar-benar proyek yang berbeda dari yang biasa saya kerjakan," ucapnya.
Tak hanya tantangan diizin dan teknik memotret. Ia juga menghadapi tantangan dari segi waktu. Karena beberapa faktor, peluncuran satelit ditunda. Tidak hanya sekali, melainkan tiga kali.
Padahal, Adam sudah membeli tiket untuk pulang melalui Prancis dan ke Amerika Serikat. Terpaksa karena peluncuran ditunda, tiketnya pun hangus. Rencana tiga hari di Guyana pun molor menjadi hampir tiga minggu.
Namun, semua perjuangan itu berbuah manis. Karena foto yang dihasilkan Adam begitu natural dan mengundang kekaguman orang yang melihatnya.
"Saya sama sekali tidak menyesal harus menghabiskan banyak waktu dan uang di proyek kali ini, karena saya mendapatkan pengalaman yang tidak ternilai. Kalau saya tidak melakukan ini, saya tidak akan mendapatkan sesuatu yang berbeda dari orang lain," ungkap Adam.