Liputan6.com, Jakarta Pelaksanaan pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2018 yang digelar akhir pekan kemarin berlangsung sukses. Tidak kurang dari 50.000 wisatawan tumpah ruah menyaksikan rangkaian acara pembukaan yang digelar di Jalan Malioboro, Kampung Ketandan, dan Alun-alun Keraton.
Ketua Umum PBTY, Tri Kirana Muslidatun menurut keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Minggu (26/2/2018) mengatakan, berdasarkan data yang masuk jumlah wisatawan mencapai 50.000 yang sudah ramai sejak sore hari.
“Pembukaan PBTY 2018 ini ada rangkaiannya. Mulai dari persiapan di Abu Bakar Ali, karnaval, hingga berbagai atraksi di Alun-alun Utara. Juga kunjungan wisatawan di Kampung Ketandan,” tutur Tri. Menurut Tri Kirana, jumlah tersebut sesuai target. “50.000 itu baru hari pertama ya, baru pembukaan. Tapi setiap hari PBTY ini selalu menghadirkan 10.000 wisatawan. Dan jumlah itu rutin sejak awal pelaksanaan,” terangnya.
Advertisement
Yogyakarta dan Toleransi
Sementara itu, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X, mengatakan kegiatan ini membuktikan jika Yogyakarta masih toleran.
“Ini bukti Yogyakarta masih ada toleransi. Kegiatan ini menjadi bukti jika kita masih solid. Dan semoga PBTY membuat kita semakin kuat,” tutur Sultan saat membuka secara resmi Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta.
Meski menjadi bagian dari perayaan Imlek dan Cap Go Meh, budaya Nusantara ditampilkan dalam kegiatan itu. Salah satu atraksi yang menarik perhatian adalah aksi grup tari Praginagong Yogyakarta.
Sebanyak 8 Penari Praginagong menggabungkan berbagai tarian nusantara dalam pementasannya. Mulai dari Aceh, Medan, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, bahkan hingga Papua.
Namun, atraksi yang paling ditunggu masyarakat Yogyakarta adalah drumband Gita Dirgantara milik Akademi Angkatan Udara. Drumband ini menampilkan banyak formasi dengan sangat enerjik. Diantaranya membuat formasi menara dari drum.
Sebelum pesta kembang api menutup rangkaian acara, tampil naga sepanjang 150 meter. Aksi naga tersebut dibawakan secara bergantian oleh 200 orang. Naga ini telah tercatat dalam MURI.
Menurut Kabid Pemasaran Area I (Jawa) Wawan Gunawan, perlu keseriusan untuk menggarap event ini agar menjadi event pariwisata.
“Tentunya dengan mengedepankan kriteria-kriteria yang dibutuhkan dalam mengemas sebuah event. Hal itu dimaksudkan agar event tersebut bisa menjadi skala nasional bahkan internasional,” tuturnya.
Menurutnya, Menteri Pariwisata sering menyampaikan perlunya kurator atau maestro yang mumpuni di bidangnya. “Jadi, koreografi, musik, kostum, pola penyajian, dan struktur pertunjukan mempunyai kualitas yang baik,” tuturnya.
Simak juga video menarik berikut ini:
Advertisement
Brand Pariwisata
Menteri Pariwisata Arief Yahya memuji suksesnya pembukaan Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) 2018. Namun, Menteri Arief mengingatkan pentingnya brand management dalam pariwisata. Seperti yang dilakukan Bali.
“Ada yang berpendapat bahwa dengan segala yang dipunya dan brand yang sudah mendunia, Bali tidak perlu dipromosikan. Mereka menganggap brand Bali sudah hebat, bahkan jauh lebih hebat dari Indonesia, karena itu tak perlu dipromosikan lagi,”tuturnya. Tapi, Menteri Arief mengingatkan jika promosi adalah wajib dalam brand management.
“Kalau kita bicara tentang brand management, maka promosi adalah wajib hukumnya. Bali adalah produk yang baik, yang jika dipromosikan dengan sangat baik maka akan menjadi yang terbaik. Membangun brand adalah proses yang memerlukan waktu jangka panjang, tidak bisa ujug-ujug produk kita menjadi terkenal dengan instan,” ungkap Arief Yahya.
Dijelaskannya, memupuk kekuatan brand harus dilakukan secara terus-menerus. Tak peduli apakah sebuah brand sudah hebat atau belum.
“Kalau brand-nya masih baru, maka promosi yang kita lakukan haruslah extra effort. Kalau brand-nya sudah kuat, bahkan sudah menjadi pemimpin pasar sekalipun, kita tetap harus terus-menerus mempromosikannya agar tak diungguli pesaing,” kata Arief Yahya menambahkan.