Makna yang Terlupakan dari Keunikan Corak dan Warna Kain Sutra Khas Sulawesi Selatan

Sentra produksi kain sutra di Sulawesi Selatan berada di Sengkang, Kabupaten Wajo. Apakah kamu tahu jika warna merah melambangkan penggunanya adalah gadis perawan?

oleh Putu Elmira diperbarui 01 Okt 2018, 05:00 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2018, 05:00 WIB
Kriyanusa 2018
Kain sutra khas Sulawesi Selatan di pameran kerajinan Kriyanusa 2018. (Foto: Putu Elmira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Bila pulang bertandang dari Sulawesi Selatan, tak lengkap rasanya tanpa membawa buah tangan. Sederet produk khas dari Bumi Angin Mamiri siap untuk dihadiahkan atau dipakai sendiri, seperti minyak tawon, kacang disko, songkok, dan kain sutra. Bahkan, Kementerian Perindustrian menyebut Sulsel menyumbang 90 persen produksi sutra di Indonesia.

Tak heran bila Dekranasda Provinsi Sulawesi Selatan memajang banyak varian produk sutra dalam ajang Kriyanusa 2018 di Jakarta Convention Center (JCC). Pameran itu berlangsung hingga 30 September 2018.

"Khusus untuk sutra ada di Kabupaten Wajo, Sengkang," kata Humas Dekranasda Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Tuti Sultan kepada Liputan6.com, Kamis, 27 September 2018.

Kain sutra umumnya dijadikan sarung atau warga setempat menyebutnya sebagai lipa sabbe. Kain tenun sutra itu memiliki beragam corak. Ada corak labba, subbi, dan garusuk. Masing-masing corak memiliki makna yang pada masa kini sudah banyak terlupa.

Corak garusuk, misalnya. Tuti menerangkan corak itu pada zaman dulu hanya dipakai oleh para bangsawan suku Bugis. Hanya kalangan itulah yang hanya bisa dibeli oleh bangsawan.

"Sementara, labba melambangkan keseimbangan hidup. Subbi motifnya berbentuk pucuk berkembang yang bermakna agar senantiasa kehidupan juga terus berkembang," tutur Tuti.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Merambah pada Tas Sutra

Kriyanusa 2018
Tas dengan sentuhan sutra khas Sulawesi Selatan di pameran kerajinan Kriyanusa 2018. (Foto: Putu Elmira/Liputan6.com)

Selain corak, kain sutra juga memiliki beragam warna. Ternyata, masing-masing warna menyimpan arti tertentu. Menurut Tuti, warna hijau bagi kalangan suku Bugis hanya diperuntukkan bagi orang-orang ningrat.

Lain lagi arti warna merah. Kain sutra dengan warna itu menandakan pemakainya adalah gadis remaja. Sementara, warna hitam hanya dipakai oleh orang tua. Khusus untuk warna putih, kain itu dipakai oleh inang pengasuh yang berada di lingkungan kerajaan.

Seiring berjalannya waktu, sutra juga mengalami perkembangan. Tidak hanya dibuat menjadi sarung, kain sutra Sulsel juga kini dimaanfatkan dalam produk tas. Kisaran harganya sekitar Rp 125 ribu hingga Rp 2 juta.

"Sutra sudah mulai berkembang, saat ini kita lihat tas. Dulu tidak ada yang dibuat tas tetapi sekarang sudah ada," kata Andi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya