Liputan6.com, Jakarta - Tak pernah terbayang oleh ibu-ibu perajin anyaman daun lontar di Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa mendapat keuntungan ekonomi dari keahliannya. Selama ini, mereka tergantung pada usaha suami untuk membiayai rumah tangga mereka.
Hingga pada 2014, Du'Anyam yang berarti ibu menganyam itu, berdiri. Social enterprise itu menetapkan target awal, memberdayakan perempuan. Perempuan NTT yang menjadi sasaran karena wilayah itu diketahui sebagai salah satu provinsi termiskin dengan tingkat kematian ibu dan bayi baru lahir tertinggi di Indonesia.
"Target kami membuat perempuan berdaya secara ekonomi karena mereka sudah punya penghasilan sendiri dari hasil anyaman. Dengan begitu, diharapkan tingkat kesadaran untuk menjaga kesehatan pun bisa meningkat," kata Hana Keraf, pendiri Du'Anyam saat berkunjung ke Kampung Wulublolong di Pulau Solor, Flores, NTT, Jumat, 12 Oktober 2018.
Advertisement
Meski sibuk menganyam daun lontar yang dibuat beragam perkakas dapur, rumah tangga, dan kebutuhan sehari-hari lainnya, para ibu-ibu setempat tak melupakan tugas pokoknya. Mereka tetap sebagai ibu yang bertanggung jawab pada pendidikan anak, sebagai istri yang harus melayani suami dan anak-anak mereka.
Baca Juga
Du'Anyam bahkan mempersilakan para perempuan penganyam untuk menyelesaikan kegiatan utamanya terlebih dulu sebelum menganyam. Bahkan bagi yang punya pekerjaan tetap sekalipun dia dipersilahkan melakukan kegiatan utamanya terlebih dahulu.
"Mereka menganyam hanya part time. Hanya empat hari dalam sehari. Dengan begitu kewajiban utama tetap tidak terabaikan," kata Hanna dalam acara jelajah Flores yang digelar DBS Bank.
Mengubah kebiasaan pada ibu yang semula menganyam seadanya menjadi menganyam dengan rapi, teliti, dan tepat waktu bukanlah perkara mudah. Perlahan-lahan, Hanna dan kawan-kawan mampu membimbing pada ibu yang bergabung hingga hasil karya mereka mendapat kepercayaan bukan hanya konsumen di Indonesia tetapi juga dunia.
Menurut Hanna, sejak berdiri hingga sekarang, Du'Anyam telah mendampingi pelatihan menganyam bagi para perempuan di Flores Timur. Sampai saat ini, lebih dari 31 desa yang ambil bagian dengan lebih dari 500 orang yang bergabung.
Produk Du'Anyam telah diekspor ke berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, dan Italia. "Sejauh ini, pemesanan terbesar dari panitia Asian Games 2018. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami harus menyediakan 16.000 pesanan. Syukurlah, kami bisa memenuhi permintaan itu," tambahnya.
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Kesejahteraan Keluarga Meningkat
Pelan tapi pasti, pendapatan ibu-ibu yang bergabung dalam Du'Anyam meningkat. Meningkatnya penghasilan juga meningkatkan kesejahteraan para ibu uang terlibat. Seperti dua sisi mata uang, peran Du'Anyam beriringan antara aspek sosial dan bisnis.
Sebelum bergabung dan mendapat binaan dari Du'Anyam, ibu-ibu melakukan aktivitas menganyam hanya ala kadarnya. Tak ada pola baku dalam ukuran, kerapian, dan kualitas. Hasil anyaman pun hanya dijual di sekitar pulau dan pulau-pulau terdekat dengan domisili mereka.
Kini penjualan kerajinan mereka sudah lintas benua dan dijual secara online di dunia maya. "Sebelum bergabung dengan Du'Anyam kami asal anyam saja. Hasil anyaman kami paling dijual ke Larantuka," kata salah seorang perajin anyaman yang berdomisli di Wulublolong.
Pihak Du'Anyam, kata Hanna Keraf, memang menerapkan quality control yang ketat. Hanya hasil anyaman yang memenuhi standar yang akan dieskport atau dikirim kepada pemesan.
"Yang tidak lolos QC terpaksa tidak bisa diekspor. Kami juga teliti sekali agar konsumen percaya dan mereka bisa pesan kembali," ujarnya.
Dengan aturan yang demikian ketat, tak semua pesanan bisa depenuhi. Kini, perajin yang di bawah Du'Anyam hanya mengerjakan anyaman sesuai dengan pesanan yang masuk.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement