Liputan6.com, Jakarta - Apakah batu bata bisa menyelamatkan lingkungan di Kepulauan Seribu? Jawabannya bisa. Warga di Pulau Pramuka, Harapan, dan Untung Jawa sudah mempraktikkannya sejak 2017 lalu.
Sampah plastik yang menggunung di pulau-pulau Kepulauan Seribu menjadi awal mula aksi pengumpulan plastik diubah menjadi ecobrick, sebutan untuk batu bata berbahan plastik. Berdasarkan studi, diperkirakan 40 ton sampah bisa terkumpul dalam sehari di Kepulauan Seribu.
Advertisement
Baca Juga
Cara pembuatan ecobrick relatif mudah. Swietenia Puspa Lestari, pendiri sekaligus Direktur Eksekutif Divers Clean Action menerangkan, bahan yang diperlukan hanya botol plastik, sampah sachet, dan lem akrilik.
Satu botol plastik berukuran 600 mililiter harus diisi minimal 250 gram sampah plastik. Dasar botol tersebut diisi dengan kantung kresek hingga padat sebelum dipenuhi dengan potongan bungkus sachet. Bila sudah penuh, bagian atasnya ditutup dengan sampah kresek kembali.
"Selanjutnya, ecobrick itu dikumpulkan hingga bisa dijadikan kursi, meja, atau buoy yang bisa mengambang di laut. Perekatnya pakai lem akrilik," kata Tenia, panggilan akrabnya, kepada Liputan6.com di sela-sela kegiatan Run For Ocean, beberapa waktu lalu.Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Solusi Sementara
Tenia menyebut dalam sebulan bisa diproduksi 100 ecobrick dan dihargai Rp3 ribu per satu botol. Dengan begitu, setidaknya 25 kilogram sampah bisa didaur ulang. Walau terlihat kecil, hal tersebut bisa mengubah perilaku warga yang biasanya membiarkan sampah menumpuk sia-sia.
"Sampah sachet itu paling gampang ditemukan di pulau-pulau itu. Bungkus kopi, sampo, lain-lain, soalnya kan praktis. Harganya terjangkau lagi," kata Tenia.
Meski begitu, ia menyadari model pengumpulan sampah itu bukan solusi jangka panjang. Secara simultan, tim Divers Clean Action mengajak warga beralih dari kemasan sekali pakai menjadi membeli kemasan bulk demi mengurangi penggunaan plastik.
"Karena dianggap mahal kalau beli bulk, warga kemudian diajak berkumpul dan membuka bulk store sehingga warga tetap bisa beli eceran tapi kemasannya disiapkan sendiri," ujarnya.
Dalam waktu dekat, komunitas pecinta laut itu akan mengubah sampah plastik menjadi solar untuk warga dan nelayan di Kepulauan Seribu. Sudah ada mesin pirolisis untuk mengolah itu tetapi belum dioperasikan.
"Jadi, mereka nggak usah tergantung lagi sama main land," ujarnya.
Advertisement