Tenun Khas Sumba Timur Hiasi Opening Festival Sandalwood 2019

Festival Sandalwood 2019 resmi dibuka, Kamis (11/7). Opening ceremony ini menjadi galeri tenun khas Sumba Timur. Beragam motif pun ditampilkan. Seperti motif tenun Kaliuda dan Kambera.

oleh Reza diperbarui 12 Jul 2019, 14:38 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2019, 14:38 WIB
Kemenpar
Festival Sandalwood 2019 resmi dibuka, Kamis (11/7). Opening ceremony ini menjadi galeri tenun khas Sumba Timur. Beragam motif pun ditampilkan. Seperti motif tenun Kaliuda dan Kambera.
Liputan6.com, Jakarta Festival Sandalwood 2019 resmi dibuka, Kamis (11/7). Opening ceremony ini menjadi galeri tenun khas Sumba Timur. Beragam motif pun ditampilkan. Seperti motif tenun Kaliuda dan Kambera. Nuansanya semakin kental dengan kehadiran 200 penenun dari Kambera dan Kanatang.
 
Opening Festival Sandalwood 2019 dilangsungkan di Lapangan Pahlawan, Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). 
 
Beragam motif tenun bisa dijumpai di tiap sudut venue. Karena, seluruh stand memajang tenun. Bahkan, tenun dipakai sebagai pembatas antar stand. Lebih spesial lagi. Mayoritas pengunjung juga memakai tenun.
 
“Festival Sandalwood 2019 menjadi event bersejarah. Sebab, beragam tradisi budaya ditampilkan. Saat ini tenun Sumba Timur terus menjadi daya tarik wisata. Tenun Sumba Timur makin maju dengan tradisi yang dilestarikan. Apalagi, masyarakat Sumba Timur sudah menenun sejak lama. Yang jelas, kami ingin berterima kasih kepada Kemenparatas dukungannya,” kata Bupati Sumba Timur Gidion Mbiliyora.
 
Prosesi pembukaan diawali dengan Tari Ninggu Harama. Tari tersebut jadi penyambutan para tamu. Ada juga sajian lagu-lagu khas Sumba Timur dengan iringan Jungga. Aksi ini disambut Kalakak, yaitu yel-yel khas lokal di sana. Lalu ditampilkan Fashion Show bermotif tenun oleh 12 orang milenial Sumba Timur.
 
Usai pemukulan gong, prosesi opening festival ditutup Tari Tenun Ikat. Dibawakan 6 penari putri, tarian ini bercerita proses menenun. Ada 17 proses yang harus dilakukan untuk menghasilkan 1 lebar kain tenun. Beberapa tahapannya, Pahudur, Kabukul, Pamening, Hondung, Kombu, juga Kabakil. Untuk motifnya diadopsi dari Figuratif (bentuk manusia/hewan), Skematis, dan pengaruh asing.
 
“Potensi yang dimiliki Sumba Timur luar biasa. Alam dan budayanya sangat eksotis. Tradisi juga masih dipertahankan dengan sangat bagus di sini, seperti tenun. Tenun Sumba Timur sangat terkenal karena motifnya sangat unik. Secara historisnya juga sangat mengispirasi,” terang Ketua Tim Pelaksana CoE Kemenpar Esthy Reko Astuty.
 
Sumba Timur memiliki sekitar 5 motif tenun. Beberapa diantaranya merupakan sakral. Sebab, pada zaman dahulu motif tenun ini hanya boleh digunakan oleh raja atau kaum bangsawan. Dan, motif tersebut adalah Kaliuda dan Kambera. Motif Kaliuda memiliki ciri utama warna merah, meski juga dikembangkan dasar biru. Corak utamanya simbol Sumba, seperti Njara (Kuda) dan Manu (Ayam).
 
Dalam perkembangannya, Motif Kaliuda juga mengadopsi corak Penyu. Corak Penyu menjadi simbol kebesaran. Untuk corak Njara menggambarkan kekuatan dan karakter tegas masyarakat. Corak Manu menjadi simbol penghidupan. Motif Kaliuda menggunakan pewarnaan alami. Warna merah diambil dari akar Mengkudu (Kombu) yang diramu dengan daun Loloba.
 
Ada juga penggunaan minyak kemiri dan dicampur kulit mangga. Setelah direndam lagi, bahan baku tenun lalu dijermur dan ditreatment serupa. 
 
“Dengan potensinya, pariwisata Sumba Timur akan terus berkembang. Apalagi, kalau aksesibilitas udara menuju Sumba Timur lebih dioptimalkan lagi,” tegas Esthy.
 
Selain Kaliuda, Sumba Timur juga memiliki motif sakral melalui Kambera. Pada zaman dahulu, motif ini juga hanya boleh dikenakan raja dan bangsawan. Secara umum ada 3 corak, seperti Rusa, Ayam, dan Patularatu. Untuk corak Patularatu melambangkan kebesaran dari karakter raja dan para bangsawan. Lalu, motif Kambera didominasi oleh warna biru. Warna ini diperoleh dari Daun Nila (Wora). Kambera banyak dijumpai di daerah Marada, Lambatapu, Kalu, dan Prailiu. 
 
Asisten Depduti Bidang Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenar Muh. Ricky Fauziyani menjelaskan, wisatawan bisa melihat dari dekat proses pembuatan tenun di Festival Sandalwood 2019. Bukan hanya melihat, wisatawan juga bisa ikut belajar.
 
“Festival Sandalwood penuh inspirasi. Kehadiran penenun dengan beragam hasil karyanya tentu jadi experience terbaik bagi wisatawan. Mereka bisa melihat dari dekat, lalu bertanya dan belajar bagaimana cara membuatnya. Pokoknya ada banyak experience yang didapatkan wsiatawan di sini,” jelas Ricky.
 
Bergulirnya Festival Sandalwood 2019 pun disambut antusias oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Menpar menegaskan, Festival Sandalwood 2019 akan mendapat banyak manfaat secara ekonomi. 
 
“Kami menyambut bergulirnya Festival Sandalwood ini. Ada banyak pembelajaran yang bisa didapat. Kami yakin, dengan potensinya, event memberi keuntungan ekonomi maksimal,” tutup Arief yang juga Menpar Terbaik ASEAN.
 
(*)

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya